Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. TENTANG ORION DIRGANTARA

"Kamu Lea, kan?"

Sapaan suara bariton tiba-tiba terdengar di pendengaran Lea. Sontak Lea menolehkan kepalanya ke sumber suara. Seorang pemuda tampan berperawakan tinggi dan bermata tajam seperti elang telah berdiri di sampingnya.

"Ya," jawab Lea singkat dan sedikit canggung. "Kamu, Orion kan? Teman Mario."

Tanpa menjawab pertanyaan Lea, pemuda itu langsung mendudukkan diri di samping Lea. Tangannya menjinjing jilidan kertas yang diyakini Lea merupakan proposal yang akan dikonsultasikan dengan dosen pembimbingnya.

Ini kali pertama Lea melihat Orion di kampus. Seketika ia teringat sesuatu. Lea yakin tidak pernah sekelas dengan pemuda itu. Bahkan saat berkenalan kemarin Lea mengira Orion satu jurusan dengan Mario.

"Aku kira kamu anak Ilmu Komunikasi." Lea menyuarakan dugaannya.

Orion menoleh. Dari jarak mereka saat ini, Lea dapat melihat bekas jahitan di pelipis sebelah kiri Orion yang membuat Lea tanpa sadar menyentuh bekas jahitan sepanjang 5 sentimeter di kening yang nyaris tertutup rambut itu.

"Apa karena aku temannya Mario? Apa kamu kira semua teman Mario dari jurusan Ilmu Komunikasi?" tukas Orion.

"Tidak juga," jawab Lea dalam hati. Dia merutuki kebodohannya. Kaila dan Clarissa sahabatnya juga berbeda jurusan dengan dirinya. Kaila jurusan Sastra Inggris dan Clarissa jurusan Arsitektur. Lea menjadi sewot ketika mendengar nada bicara Orion yang tidak bersahabat.

Suasana hening. Belum ada mahasiswa lain selain mereka berdua yang hadir di sekitar ruang dosen.

Lea melirik Orion sekilas. Pemuda itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengajak dirinya berbicara sedangkan Lea sudah mulai jengah dengan suasana hening yang canggung.

"Kamu mahasiswa angkatan berapa? Sepertinya aku belum pernah melihat kamu di kampus." Akhirnya Lea memberanikan diri untuk bertanya.

"Dua tingkat di atas kamu, sama seperti Mario," jawab Orion singkat.

Seketika alis Lea terangkat. Mario sudah menyelesaikan studinya sejak satu tahun yang lalu dan sekarang sudah bekerja di perusahaan periklanan milik ayah Bella.

"Kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku belum lulus, ya?"

Pertanyaan telak Orion membuat kedua pipi Lea memanas. Sepertinya Lea terlalu intens memperhatikan Orion sehingga lawan bicaranya itu bisa dengan jelas membaca pikirannya.

"Eh, ma-maksud aku bukan seperti itu," sanggah Lea dengan terbata-bata.

"It's okay. Memang aku dari dulu terlalu sering ikut demo. Demi menuntut hak rakyat yang belum dipenuhi oleh pemerintah.

Aku sudah selesai mengambil semua mata kuliah dari satu setengah tahun yang lalu. Ini saja aku mulai menyusun skripsi karena orangtua sudah mengancam tidak akan membayari SPP lagi kalau sampai semester depan belum lulus," jelas Orion.

Setelah mendengar penjelasan tersebut, perhatian Lea kembali pada bekas jahitan yang ada di kening Orion. Sekarang dia tahu dari mana Orion mendapatkan luka itu.

***

Beberapa waktu kemudian. Lea keluar dari ruangan Mrs. Martha dengan lemas. Setelah kurang lebih 3 kali berkonsultasi, ternyata masih belum ada yang bisa memuaskan dosen muda itu.

Tadinya Lea mengira konsultasi kali ini akan menjadi yang terakhir untuk proposal skripsinya. Namun, apa mau dikata, dosennya memutuskan berbeda.

"Jangan lemas begitu. Masih mending kamu cuma harus ganti fokus permasalahan dan teori yang kamu pakai. Sedangkan aku malah harus ganti judul lagi yang artinya aku harus mengulang semuanya dari awal."

Orion berusaha menghibur Lea meskipun terlihat dengan jelas jika Lea sangat kecewa dengan keputusan Mrs. Martha yang ternyata juga dosen pembimbing Orion.

Lea ganti berbalik menepuk pundak Orion dan berkata, "Kamu juga. Semangat untuk kita berdua!"

***

Lea meneliti di laptop profil pemuda yang belakangan ini mulai menjadi teman barunya. Sejak David memberinya tantangan untuk menjaga Bella malam itu, Jansen yang merupakan seorang Brigadir Jenderal Polisi memberikan Lea beberapa fasilitas tambahan untuk membantu tugasnya.

Salah satunya laptop dengan koneksi khusus untuk melihat profil dan melacak data agar Lea dapat menyelidiki orang-orang yang dicurigai sebagai mata-mata David yang berada di sekitar Lea.

Izin yang akhirnya diberikan oleh atasan Jansen untuk memperbolehkan Lea mengakses data-data tersebut pada awalnya tentu saja mendapatkan tentangan. Bahkan Jansen diancam akan dipecat jika masih nekat memberikan akses kepada Lea.

Namun, entah bagaimana akhirnya Jansen akhirnya mendapatkan izin tersebut. Dengan syarat Lea harus melapor dan hanya boleh mengakses data-data yang memang diperlukan dan berhubungan dengan tugasnya.

Jika Lea diketahui melanggar maka jabatan Jansen lah yang akan dipertaruhkan. Dan Jansen percaya jika Lea sudah cukup dewasa untuk menggunakan kesempatan tersebut dengan bijaksana.

"Orion Dirgantara." Lea menggumamkan nama itu. Ia meneliti data pribadi Orion dan tidak menemukan informasi penting apa-apa.

Ayah Orion—Armand Dirgantara—seorang pengusaha di bidang telekomunikasi yang sukses—bahkan telah memiliki perusahaannya sendiri. Ibunya—Andrea Wijaya—adalah seorang mantan model terkenal tahun 1070-an dan memutuskan pensiun ketika mengandung anak pertamanya—Gita Ivanka—kakak Orion.

Sebenarnya Lea pernah mencari data-data yang berhubungan dengan Bella dan teman-temannya, termasuk Kaila, Clarissa dan Mario karena hingga sekarang belum ada informasi apapun yang mampu menjelaskan alasan dibalik tantangan yang diberikan David kepadanya.

Bahkan Jansen dan Emily memilih bungkam ketika ditanya. Seperti yang dikatakan Leonard beberapa hari yang lalu saat ia berkunjung ke tempat Lea.

***

Lea memejamkan mata sejenak, menghalau penat yang menggantung di kepalanya sejak menerima tantangan itu. Yang paling mengganggu dirinya adalah kenyataan bahwa orang yang harus dilindunginya merupakan sahabatnya sendiri. Semuanya menjadi semakin berat lagi karena ia harus menyembunyikannya dari Bella.

Mengetahui Bella yang memiliki nama belakang yang sama dengannya memang sudah mengganggu Lea sejak 3 tahun lalu ketika dirinya sekelas dengan gadis itu di semester pertama.

Persamaan nama belakang itu pula yang akhirnya mendekatkan Lea dengan Bella serta sahabat-sahabatnya yang lain. Feeling yang mengganggunya saat itu dihiraukannya dan akhirnya berhasil ia lupakan. Akan tetapi, firasatnya itu sekarang terbukti.

Setelah David pergi malam itu, Lea yang dibantu oleh Jansen dan Leonard segera mencari informasi mengenai Bella. Tidak ada hal yang istimewa yang mereka temukan, selain nama belakang Bella yang sama.

Ayah Bella, Javier Meijer adalah pemilik perusahaan periklanan yang terkenal di Surabaya—Kaya Warna Advertising. Ibu Bella, Jennie merupakan seorang ibu rumah tangga.

Informasi selebihnya hanya mengenai kehidupan keluarga Javier yang hidup tenteram dan bahagia.

Sejauh yang Lea dan Leonard tahu, Jansen hanya memiliki adik kandung, Jhonson Meijer—ayah Lea. Belum pernah Lea dan Leonard mendengar kakak beradik itu memiliki saudara lain di dalam silsilah keluarga Larry Meijer—kakek Lea.

***

Leonard memakirkan mobilnya di samping Toyota 86 milik Lea. Ia langsung masuk ke ruang tengah melalui pintu garasi yang langsung mengarah ke sana.

"Eh, Den Leo. Kok tidak bilang-bilang kalau mau ke sini?" tanya Bi Mira yang sedang asyik nonton televisi di ruang tengah.

"Ini mendadak kok, Bi. Saya tidak ada rencana kalau mau datang ke sini," balas Leonard seraya mengedarkan pandangannya, mencari sesuatu. "Lea mana, Bi?"

"Itu, ada di dalam kamar, Den. Sedari tadi sejak selesai sarapan, Non Lea belum keluar kamar lagi," jawab Bi Mira.

Tanpa disuruh, Leonard langsung menghampiri kamar Lea yang terletak di samping ruang tengah.

Tok ... tok.

Leonard mengetuk kamar Lea yang tertutup, tetapi tidak ada jawaban. Seakan sudah tahu, Leonard langsung memutar kenop pintu yang memang tidak terkunci.

Ceklek!

Pintu terbuka dan begitu Leonard masuk ke dalam, Lea menyambutnya dengan alis terangkat.

Leonard melihat Lea sedang duduk di depan laptop yang menampilkan aplikasi familiar bagi Leonard—situs rahasia milik kepolisian Indonesia yang seharusnya hanya boleh diakses oleh polisi.

"Ketemu target baru?" tanya Leonard.

"Nope. Hanya teman dekat Mario—kekasih Bella. He's totally ordinary," sahut Lea sembari menutup layar laptopnya.

Leonard tahu maksud gadis itu. Walaupun mereka saudara sepupu, tetapi rahasia negara tetaplah rahasia dan Lea tahu betul prinsip tersebut. Karena itu Lea tidak dapat menunjukkan tentang apa yang telah ditemukannya di situs rahasia tersebut kepada Leonard.

"Kamu mulai sering bolak-balik Bali-Surabaya. Sebenarnya kamu kerja apa sih? Atau jangan-jangan kamu pengangguran ya?" Lea bertanya kepada Leonard seraya memicingkan matanya karena curiga.

Leonard tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Lea itu. Sampai dengan saat ini, tepatnya setelah Leonard memutuskan keluar dari kepolisian 4 tahun yang lalu, Lea tidak mengetahui pasti apa pekerjaan sepupunya itu.

Leonard pernah bilang bahwa ia berniat melamar di sebuah perusahaan periklanan. Namun, setelah pembicaraan waktu itu Lea tidak lagi mendapatkan informasi apapun mengenai pekerjaan sepupunya itu. Apalagi sekarang mereka tidak lagi tinggal bersama.

Dan harus Leonard akui, ia sedikit bersyukur karena mereka tidak tinggal satu atap lagi sehingga rahasianya masih aman sampai dengan sekarang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel