Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. ALEANA MEIJER

"Dia baik ...," jawab Lea setengah mengambang.

Leonard menghela nafas pelan. "Papa masih tutup mulut soal David. Mama juga tidak mau berkomentar. Aku sendiri masih belum bisa mendapatkan informasi apapun soal identitas David."

Lea hanya mengangguk sekilas setelah mendengarkan penjelasan Leonard.

***

Aleana Meijer atau biasa dipanggil Lea menjadi anak yatim piatu sejak usianya 5 tahun. Orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Lea yang merupakan anak tunggal harus tinggal bersama satu-satunya kerabat yang ia punya yaitu Jansen Meijer—kakak kandung ayahnya.

Jansen dan Emily Meijer—istri Jansen—mempunyai seorang putra yang berusia 15 tahun lebih tua daripada Lea. Leonard Meijer namanya.

Ketika lulus SMP, Lea memutuskan untuk pindah dari kediaman Jansen yang ada di Bali ke Surabaya untuk meneruskan pendidikannya.

Awalnya Jansen, Emily bahkan Leonard sempat menentang keputusan Lea. Namun, karena alasan ingin belajar mandiri dan jarak Bali-Surabaya yang dapat ditempuh dalam beberapa jam lewat jalur udara, akhirnya mereka melepaskan Lea meskipun berat hati.

Untuk mempermudah pemantauan, Jansen dan Emily menyiapkan sebuah rumah untuk tempat tinggal Lea dan 2 orang pembantu juga satpam yang menemani Lea sampai dengan sekarang.

Lea sendiri tidak keberatan karena ia tahu harus ada orang yang melaporkan keadaan dan kegiatan Lea selama jauh dari om dan tantenya.

Meski terlihat seperti gadis muda pada umumnya, sebenarnya Lea mempunyai kemampuan yang tidak biasa sejak tersadar dari pingsannya waktu mengalami kecelakaan bersama kedua orangtuanya dulu.

Lea mempunyai kemampuan bisa merasakan kehadiran orang dalam jarak beberapa radius darinya.

Dia juga bisa tahu apakah itu orang yang dikenal atau tidak lengkap dengan maksud kedatangannya. Entah itu niat baik atau buruk. Menurut Lea, aura tidak menyenangkan akan terasa apabila orang tersebut hendak berbuat jahat.

Jika orang yang menguasai ilmu bela diri dapat merasakan bahaya yang sedang menguntitnya, Lea bisa lebih dari itu. Dia mampu merasakan bahaya sekaligus mengetahui jumlah orang yang ingin mencelakainya bahkan sampai ke umur dan ciri-ciri fisiknya.

Lea juga memiliki firasat kuat yang nyaris tidak pernah meleset.

***

Tuut ... tuut.

"Halo?"

"Lea, sudah sampai mana?"

"Sebentar lagi, tunggulah."

Matahari sudah terbenam sepenuhnya ketika Lea memasuki lobby salah satu mal terbesar dan terkenal di kota Surabaya. Dia langsung menuju salah satu kafe yang ada di sana.

Tidak lama kemudian Lea telah menemukan kafe yang dituju, dia melangkah memasuki kafe tersebut. Dia melihat Bella yang sudah duduk di sudut dekat jendela dan melambai kepadanya.

"Lea!" suara Bella berteriak saat melihat Lea melangkah masuk ke dalam kafe.

Lea tersenyum, dia langsung berjalan menghampiri Bella. Ternyata ketika begitu sampai di tempat selain Bella, juga terlihat Mario—kekasih Bella—dan seorang pria muda sepantaran dengan Mario yang tidak Lea kenali. "Maaf, aku terlambat. Soalnya tadi ada sepupu aku datang."

"Tidak apa-apa, Lea. Kami juga belum lama. Duduk sini," sahut Bella sembari menunjuk bangku di samping kanannya yang juga di samping kiri pria muda tersebut.

"Kenalkan, dia teman aku, Orion." Mario yang sebelumnya hanya diam mendadak membuka percakapan sesaat setelah Lea telah duduk di kursinya.

Lea menoleh ke samping kanannya, mengamati sekilas teman Mario yang sudah terlebih dahulu mengulurkan tangan sebelum Lea.

"Lea."

"Mario tadi sudah menyebutkan nama jadi aku tidak perlu mengulangnya lagi," balas Orion dengan nada dingin dan datar.

Lea menyipitkan matanya ketika mendengar Orion berkata-kata dan langsung menarik tangannya dengan kasar begitu menyadari keangkuhan Orion.

Sontak Mario menyikut pelan Orion. Namun, Orion tidak peduli, dia tetap cuek. Tanpa penyesalan sama sekali dengan santainya dia meraih gelas dan meneguk minuman yang telah dipesannya. Minuman yang terlihat tinggal separuh gelas itu menandakan jika mereka telah cukup lama berada di kafe tersebut.

"Jangan dimasukkan kedalam hati, Lea. Orion lagi badmood karena tadi judul skripsinya ditolak mentah-mentah oleh dosen pembimbingnya," ujar Mario yang mencoba mencairkan suasana.

Lea mengendikkan bahunya tanda dia tidak mau pusing dengan pemuda menyebalkan yang baru saja dia kenal kemudian dia beralih pada Bella dan berusaha mengabaikan fakta kalau ada pemuda aneh duduk di sebelahnya.

"Tadi kamu bilang ada hal penting yang mau kamu bicarakan denganku. Ada apa?"

***

Lea hanya bisa menatap nanar buku katalog dekorasi yang ada di hadapannya. Ternyata hal penting yang dimaksud oleh Bella adalah membantunya mencari tema untuk pesta ulang tahunnya 3 minggu lagi.

Bella mengajak Lea karena sahabat yang lain—Kaila dan Clarissa—sedang magang di luar kota dan baru bisa kembali sekitar 2 minggu lagi. Jadi hanya Lea harapan Bella satu-satunya saat ini.

Bella, Kaila dan Clarissa memang sudah bersahabat sejak mereka duduk di bangku SMA sedangkan Lea baru mengenal ketiga sahabatnya itu ketika masuk perguruan tinggi.

Dalam persahabatan itu hanya Lea yang bisa dikategorikan tomboi sedangkan Bella, Kaila dan Clarissa sangat feminin.

Bella menyadari keputusannya meminta Lea membantunya memilih dekorasi untuk pestanya sama sekali tidak akan membantu, tetapi lebih baik menjadikan Lea sebagai pilihan daripada Bella harus meminta pendapat Mario karena pria selalu salah.

***

Keengganan Lea sudah terlihat oleh Bella sejak mereka memasuki sebuah kantor event organizer. Bella tahu hal ini bukan sesuatu yang menjadi minat Lea, apalagi desain kantor event organizer tersebut sangat feminin.

Nyonya Maya Nadia—pemilik Queen Organizer—yang merupakan kenalan mamanya Bella langsung menyambut kedatangan Bella dan yang lainnya.

"Hai, Bella. Apa kabar?" sapa Maya seraya merentangkan tangannya untuk memeluk Bella.

Bella pun membalas pelukan Maya. "Kabar baik, Tante. Bagaimana kabar Tante?"

"Tante baik-baik saja, Sayang. Kemarin mama kamu sudah menghubungi Tante. Dia bilang kamu mau meminta bantuan untuk mempersiapkan pesta ulang tahun kamu."

"Iya, Tante. Dulu waktu sweet seventeen kan, Bella juga memakai EO Tante, hasilnya oke banget, Tan," ucap Bella dengan wajah yang berseri-seri. "Nah, sekarang Bella mau minta tolong lagi buat ulang tahun Bella yang jatuh tiga minggu lagi."

"As long as you need, Sweetheart. Kamu langsung masuk saja ke dalam ya. Maaf hari ini Tante tidak bisa mendampingi kamu, Tante ada acara gladi bersih untuk acara besok.

Nanti kamu ketemu sama asisten Tante saja, biar dia yang handle semuanya dan kalau ada apa-apa kamu langsung beritahu Tante, ok." Maya berucap sembari mengelus pelan lengan Bella.

"Terima kasih, Tante. Maaf sudah membuat Tante repot."

"Jangan sungkan, Sayang. Tante tinggal dulu, ya. Have fun."

Begitu Maya melangkah pergi. Bella mengajak ketiga orang yang menemaninya masuk ke ruangan yang ada di belakang pintu resepsionis—pintu yang menyambungkan ke ruangan untuk para tamu khusus.

Dan di ruangan itulah mereka sekarang. Duduk di sofa yang empuk dengan suguhan minuman dingin yang menyegarkan.

Baru beberapa saat, Bella mendapati Lea sudah hampir menghabiskan minumannya karena setiap kali dia bertanya akan pendapatnya, sahabatnya itu selalu meneguk minumannya yang mungkin diharapkan dapat mendinginkan otaknya.

"Menurut kamu bagus yang mana nih, Lea?" Bella mengulangi setiap pertanyaannya untuk setiap dekorasi yang ia tambahkan.

Lea menggaruk kepalanya yang Bella yakini tidak gatal sama sekali dan lagi-lagi meneguk minumannya. "Bel, bukankah tugas EO memikirkan semua konsep, ya? Mengenai pesta kamu harusnya kamu terima beres saja."

"Kamu seperti tidak tahu bagaimana BellaBella saja, Lea," celetuk Mario yang sedari tadi hanya diam, tetapi memperhatikan.

Bella yang duduk di hadapan Mario langsung memberingsut. "Tadinya aku ingin tema pestanya fairytale, Lea. Tapi tema itu sudah terpakai saat pesta seventeen aku kemarin. Lagipula pesta kali ini akan aku adakan di halaman rumah aku." Bella kembali berusaha meminta pendapat Lea.

Lea menghela nafas dalam sekali lagi sebelum dia kembali berkutat dengan berpuluh-puluh tema dekorasi di hadapannya. Untung saja keputusan Bella mengubah tema pestanya menjadi 'garden party' sedikit membantu Lea membayangkan konsep pesta yang tidak terlalu 'girly'.

At least, saat waktu menunjukkan pukul 22.00 wib, konsep dan dekorasi untuk pesta ulang tahun Bella yang menyiksa Lea dengan Mario dan Orion yang mendampinginya, tetapi tidak membantu sama sekali akhirnya selesai.

Pada hasil akhir harus diakui jika Bella sangat puas dengan pilihan Lea.

***

Beberapa hari kemudian.

Lea duduk di koridor depan ruang dosen Fakultas Hukum universitasnya. Sebagai mahasiswa semester akhir sebagian besar waktunya memang dipergunakan untuk menunggu dosen pembimbingnya—Mrs. Martha—demi konsultasi skripsi.

Di antara ketiga sahabatnya, Lea yang paling cepat menyelesaikan kuliahnya. Kaila dan Clarissa bahkan masih magang. Hanya Bella yang bisa sedikit mengimbanginya, itu pun dia baru mulai menyusun proposal skripsi.

Dosen utama pembimbing skripsi Lea adalah dosen muda yang sangat perfeksionis dan kritis. Berbeda jauh dengan Bella yang mendapatkan dosen dengan gelar profesor yang tidak mematok hasil terlalu sempurna dari mahasiswa bimbingannya.

Sebab itulah Lea selalu mendapat revisi. Meskipun sudah mulai menyusun proposal skripsi sejak semester sebelumnya, sampai dengan saat ini Lea belum juga bisa berlanjut ke tahap berikutnya yaitu seminar proposal.

"Kamu Lea, kan?"

Sapaan suara bariton tiba-tiba terdengar di pendengaran Lea.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel