MBV 7
Cristian menarik lengan Annabele ketika ada pengguna jalan lain hampir menabrak gadis itu, membuat Annabele kini merapat pada tubuhnya.
Annabele mendongak untuk bisa menatap wajah Cristian, kembali merasa heran ketika bola mata pria itu kembali berubah menjadi gold. Hingga Annabele menyimpulkan kalau bola mata pria itu berubah di waktu tertentu.
"Apa bola mata Anda memang sering berubah warna?"
Tentu saja pertanyaan Annabele membuat Cristian terkejut dan langsung menunduk. Wajah mereka begitu dekat, bahkan ujung hidung hampir bersentuhan, Cristian bisa merasakan napas hangat gadis itu.
"Ya, terkadang. Ini karena faktor gen, keturunan keluargaku." Cristian memberi penjelasan yang masuk akal.
"Benarkah?" tanya Annabele yang seakan tak percaya.
Cristian sedari tadi masih memegang lengan Annabele, hingga kemudian melepas dan sedikit mundur dari gadis itu.
"Ya, intinya ini keturunan," ucap Cristian.
"Pak, boleh aku tanya sesuatu?"
Cristian menatap Annabele yang sedari memandangnya tanpa berkedip.
"Sore tadi, bukankah Anda ada di lobi? Saya melihat Anda di sana, tapi kenapa Anda bisa menarik saya ketika akan tertabrak? Lalu, kenapa aku tidak sadar saat Anda membawa saya sampai kembali ke lobi?" tanya Annabele bertubi.
"Aku ada di luar tadi, saat kamu berjalan bersama temanmu," jawab Cristian.
"Benarkah? Tapi kenapa Anda bisa menarik saya begitu saja, bahkan membawa agak jauh dari jalanan, sedangkan saya benar-benar tidak sadar akan hal itu," ujar Annabele lagi, merasa harus meluapkan rasa penasarannya.
"Mungkin kamu terlalu syok, karena itu tidak sadar," timpal Cristian.
"Tidak, aku melihat mobil itu. Aku sadar kalau akan tertabrak, tapi ternyata tidak. Kemudian aku sadar kalau Anda sudah menolong saya," kata Annabele lagi, mengungkapkan apa yang dirasakannya.
"Apa kepalamu terbentur?" tanya Cristian balik, seakan sedang mengalihkan arah pertanyaan Annabele.
"Tidak, kepalaku baik-baik saja."
"Sepertinya terbentur, besok periksakan ke rumah sakit!" perintah Cristian.
"Ap-apa? Tidak, Anda jangan mengelak!"
Annabele mengejar Cristian yang sudah melangkah terlebih dahulu. Namun, karena tidak memperhatikan jalan, kaki Annabele tergelincir kerikil dan membuatnya terjatuh.
"Ouch!" Annabele merasa telapak tangannya terluka.
Cristian langsung menoleh ketika mendengar Annabele memekik. Ia berjongkok untuk melihat luka Annabele.
Darah, itu adalah hal pertama yang dilihat Cristian ketika meraih tangan Annabele. Baginya, darah gadis itu tercium manis dan menggiurkan.
"Tidak, aku tidak akan." Cristian memejamkan mata sekilas.
Cristian mengambil sapu tangan yang ada di saku celana, lantas membalut luka yang terdapat di telapak tangan Annabele.
"Cepatlah pulang dan obati lukamu!" perintah Cristian yang terdengar tak boleh dibantah.
Annabele menatap Cristian dengan perasaan heran, kenapa pria itu terlihat takut saat melihat lukanya.
"Sampai ketemu besok!"
Cristian langsung meninggalkan Annabele, membuat gadis itu termangu dengan sikap Cristian.
-
-
Annabele langsung pulang setelah Cristian pergi meninggalkannya, gadis itu terus bertanya-tanya kenapa sikap atasannya berubah.
"Aku pulang!" Annabela masuk dan langsung duduk di sofa.
"Baru pulang, kamu lembur?" tanya Samantha.
"Tidak, tadi habis makan dengan Sam." Annabele bicara seraya menatap telapak tangan kiri yang terluka.
Samantha yang kebetulan sedang di dapur, menghampiri Annabele di ruang tamu. Wanita itu terkejut saat melihat luka di tangan Annabele.
"Tanganmu kenapa?" tanya Samantha seraya meraih tangan Annabele.
"Tadi jatuh," jawab gadis itu sedikit meringis karena luka perih di tangan.
"Kamu ini, sudah besar juga masih bisa terjatuh."
Samantha berdiri dan kembali ke dapur mengambil air bersih untuk membersihkan lupa Annabele.
Annabele menatap sapu tangan yang diberikan Cristian, pikirannya benar-benar tak bisa mengabaikan tentang hal yang terjadi belakangan ini.
"Lain kali hati-hati, An." Samantha membersihkan luka Annabele perlahan.
"Ya, Ma. Ini tadi juga nggak sengaja," kata Annabele.
Samantha menghela napas berat, tatapannya tertuju pada telapak tangan Annabele yang terluka. Tanpa terasa buliran kristal bening luruh dari kelopak mata.
"Ma, kenapa menangis?" tanya Annabele yang merasa heran.
"Tidak, tidak apa-apa. Lain kali hati-hati, oke!" Samantha mengusap sisi wajah Annabele, mencoba tersenyum dan berusaha untuk tidak menangis, hingga kemudian berdiri dan meninggalkan Annabele setelah selesai mengobati.
Annabele menatap telapak tangan yang terluka, dirinya selalu merasa heran ketika Samantha tiba-tiba menangis saat melihat dirinya terluka. Sedangkan setiap bertanya kenapa, Samantha akan menjawab kalau tidak ada apa-apa, membuat Annabele terus penasaran tapi takut bertanya lebih jauh.
Annabele kembali ke kamar, duduk di kursi depan komputer dengan tatapan kosong. Ia memikirkan tentang Cristian, keanehan yang dirasakan setelah bertemu dengan pria itu.
"Mimpi itu, kecelakaan yang hampir terjadi."
Semua hal itu, juga apa yang ada di dalam diri Cristian membuat Annabele penasaran dan ingin tahu lebih.
"Mungkinkan dia benar-benar membawaku terbang malam itu, kemudian menolong dan menghindarkan dari kecelakaan, lantas kenapa matanya sering sekali berubah, hingga kulitnya terasa begitu dingin."
Annabele menatap tangan yang menyentuh kulit tangan Cristian tadi, sedikit memiringkan kepala ketika mencoba mencerna semua yang diketahuinya.
"Apa mungkin dia bukanlah seperti yang aku kira? Mungkinkah?"
Annabele menggigit ujung kuku jempol, merasa butuh jawaban atas semua pertanyaan yang berputar di kepala. Ia menyalakan komputer, mencoba mencari info di situs peramban dengan hal-hal yang dicurigainya. Annabele membaca situs yang memberikan informasi tentang isi sebuah buku kuno di mana di dalamnya terdapat artikel tentang hal yang sedang dicarinya.
Annabele mencari beberapa hasil kemungkinan dari ciri-ciri yang diketahuinya, semua yang dibacanya terlihat tak masuk akal.
"Tidak, itu hanya mitos." Annabele menutup permukaan bibir dengan kepalan tangan.
"Mungkin hanya kebetulan, mereka mitos dan tidak benar-benar ada di dunia ini. Ya, mungkin itu hanyalah sebuah kebetulan."
Annabele terus mencoba memungkiri apa yang diketahui, tak mau menganggap kalau itu benar, karena semua yang dibacanya terasa tak masuk akal, bagai membaca sebuah buku dongeng dari masa lalu.
"Dia bukan vampir, karena vampir tidak ada."
Annabele mencoba mengelak, memilih mengistirahatkan raganya karena lelah, terlebih dengan kejadian yang hampir menimpanya.
-
Malam itu, angin berembus sedikit kencang. Ranting pepohonan bergerak seakan mengetuk kaca jendela.
Samantha terlihat sudah terlelap, tapi dahinya berkerut seakan sedang memimpikan sesuatu yang buruk. Bahkan menggelengkan kepala seakan sedang merasa takut.
"An, Anna."
Di alam bawah sadar Samantha. Wanita itu terlihat berjalan bersama beberapa petugas polisi, terlihat air muka panik di wajah wanita itu.
"Anna! Anna!" teriak Samantha, memanggil sang putri.
"Kita berpencar!" Salah satu polisi menginstruksi.
Samantha saat itu masih terlihat muda, wanita itu begitu cemas mencari keberadaan sang putri di tengah pekatnya malam.
"Anna! Honey!" teriaknya berulang.
Petugas polisi membantu mencari, mereka menyisir jalan hingga gang kecil yang ada di daerah itu.
"Kami menemukannya!" teriak salah satu polisi.
Samantha langsung berlari dengan cepat ketika mendengar teriakan polisi yang membantu, hingga wanita itu tak percaya dengan yang dilihatnya.
"Anna!"
Samantha yang merasa bermimpi sangat buruk, lantas terbangun dengan keringat yang bercucuran.
"Ini hanya mimpi." Samantha mengguyar kasar rambutnya ke belakang. "Ya, ini hanya mimpi." Kembali bergumam untuk meyakinkan.
