
Ringkasan
Apa yang akan terjadi jika pekerjaan yang baru saja diterimanya sebagai sekretaris membuka luka lama Fatia. Ahmad, lelaki yang menjadi atasannya adalah cinta pertamanya saat masih SMA.Hubungan mereka kandas saat Ahmad secara tiba-tiba kembali ke kampung halamannya dan mengajak Fatia menikah. Hal yang mustahil ia turuti mengingat saat itu ia masih sekolah.Bagi Fatia, Ahmad telah mengkhianatinya. Karena tak lama dia menikahi perempuan lain tanpa memberikannya kabar.Akankah Fatia bisa bertahan? menghadapi lelaki yang sudah berubah menjadi kasar dan menyebalkan bahkan kerap mempermalukannya di kantor.Mampukah Fatia melenyapkan rasa cintanya pada Ahmad dan menerima Arya? Rasa cinta yang mengekang selama belasan tahun hingga membuatnya betah melajang.Mampukah Demian Aryandaru menaklukkan hati Fatia? seorang lelaki cerdas, manis dan humoris, dan yang terpenting dia masih lajang.
Bagian 1 Sekretaris baru, Pertemuan Pertama
"Selamat bergabung bersama kami di perusahaan ini."
Manajer HRD menyalami Fatia, usai menandatangani kontrak kerjanya sebagai Sekretaris Direktur Marketing di perusahaan itu.
"Terima kasih, Bu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin memberikan kinerja yang terbaik untuk perusahaan ini."
"Mari, saya antar ke ruanganmu."
Fatia mengekor wanita yang bertubuh gemuk dengan potongan rambut pendek di bawah telinga.
Banyak mata tertuju ke arahnya saat melewati ruangan-ruangan kerja. Ada yang mengangguk tersenyum ramah, ada pula yang menatapnya dingin.
Tak lama sampailah mereka di ruangan Direktur Marketing yang terletak tepat di ujung koridor.
"Ini Andini sekretaris lama yang akan kamu gantikan. Dia akan mengajari kamu selama dua minggu ke depan."
"Hai, Andini."
Perempuan itu memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya menjabatFatia. Perempuan cantik berambut panjang ikal yang mengenakan blouse putih dan rok pendek berwarna coklat terlihat ramah dengan senyuman menyungging di wajahnya. Uluran tangan wanita berkulit putih itu disambut hangat oleh Fatia.
"Fatia. Fatia Nurul Ahmad."
"Ok, silakan lanjutkan pekerjaannya, saya tinggalkan kalian berdua, ya."
Manajer HRD tersenyum ramah seraya pamit meninggalkan ruangan.
"Baiklah, Fatia Nurul Ahmad,Kita tidak punya banyak waktu, karena dalam dua minggu ke depan aku harus resign. Mudah-mudahan kamu bisa cepat menguasainya, ya."
Andini menghela napas panjang seolah sedang diburu oleh waktu. Fatiamenjawabnya dengan senyuman.
"Ok. I'll do my best, Mbak."
"Tugas kamu dari mulai menyiapkan jadwal bapak ..."
Andini mulai menjelaskan satu persatu uraian pekerjaannya dari mulai menyiapkan tempat tidur yang terletak di samping meja kerja bos, menjaga toilet pribadi tetap wangi, menyiapkan makan, menerima tamu, dan lain lain.
Menjadi Sekretaris bukanlah pengalaman pertama untuk Fatia. Namun adalah pengalaman pertama mendapatkan Job Desc menjaga toilet tetap wangi.
Ah, bukannya itu tugas cleaning service? Batinnya.
"Bapak, enggak terlalu cocok dengan hasil kerja Cleaning Service di sini, tapi beliau enggak pernah complain dengan hasil pekerjaan mereka. Kasihan, katanya. Makanya, nanti tugas kamu untuk menyempurnakannya."
Andini mengatakannya seolah bisa membaca pikiran Fatia.
Fatia mengangguk, dia bersyukur mendapatkan atasan yang baik, pasti dia akan semakin betah bekerja dengannya.
"O iya, bapak belum datang atau ...?"
Fatia bertanya sambil menunjuk meja kerja atasannya.
"Saat ini beliau sedang Raker di Bali, aku batal ikut karena harus training kamu."
"Oiya, kalau boleh tahu, Mbak Andini kenapa resign?"
Andini memperlihatkan berlian di jari manisnya sembari memamerkan senyum semringahnya. Fatia melongo melihat cincin berlian yang berkilau cantik melingkar di jari manis Andini.
"Selamat, ya Mbak. Semoga lancar selalu sampai hari H."
Fatia memeluk Andini.
"Terima kasih, Fatia."
"Tunanganku, tiba-tiba melamar dan memaksa ingin menikahiku bulan depan, jadilah aku resign dadakan. Kalau bukan karena alasan rencana menikah, Bapak enggak akan kasih izin, karena aku sudah lama ikut beliau, berat untuknya kehilangan aku."
"Oya?"
Secara tiba-tiba Andini menceritakan rencana pernikahannya pada Fatia orang yang baru saja dikenalnya.
"Iya, waktu aku kasih tahu bapak, bukan main syoknya dia."
Andini bercerita sambil merapikan file-filenya.
"Kenapa, Mbak?" tanya Fatia ingin tahu.
"Bapak, sudah sangat tergantung sama aku. Bukan cuma masalah pekerjaan kantor, urusan pribadi pun kebanyakan aku yang urus juga."
"Wow," jawab Fatia takjub.
"Oya, kamu mungkin baru bisa ketemu beliau minggu depan, karena setelah Raker ini, beliau langsung cuti. Dan jangan heran, ketika cuti semua koneksi padanya off. Jadi, sebelum cuti sebisa mungkin kamu harus maksimalkan persiapannya, ya."
"Kalau ada hal yang emergency, gimana Mbak?"
"Hmmm, biasanya sih enggak, ya. Kalaupun ada,aku ke rumahnya, enggak jauh kok dari sini, enggak sampai setengah jam perjalanan."
"Kalau boleh tahu kenapa harus di off -kan koneksinya? Apa nanti enggak merepotkan?"
"Karena bapak hampir tidak pernah cuti kerja untuk liburan. Biasanya beliau cuti kerja untuk ngurus kesehatan istri, anak atau ibunya. Jadi di saat cuti, dia enggak mau diganggu oleh masalah pekerjaan."
"Mereka semua sakit, Mbak?" tanyanya lagi.
"Hmm ... nanti akan tiba waktunya kamu tahu itu semua. Ayo kita lanjutkan lagi pekerjaan kita."
Fatia tersipu malu sadar kalau dirinya terlalu banyak bertanya mengenai hal pribadi atasannya.
"Maaf, Mbak."
Banyak juga hal yang harus dipelajari olehnya di sini. Pabrik boneka yang bukan hanya melayani market lokal tapi juga sebagai salah satu ekportir terbesar di Indonesia. Andini mengatakan kalau Fatia juga harus paham dan mendalami semua komponen yang terdapat dalam setiap boneka.
"Kamu harus siap kalau-kalau nanti bapak nanya kamu masalah aksesoris boneka, ya. Karena dulupun aku cukup lama akhirnya bisa menguasai semua item yang ada di boneka," ucap Andini.
Fatia mengangguk tersenyum.
"Oke, hari ini kita akan selesaikan di sini dulu. Besok aku jadwalkan kamu untuk kunjungan ke DepartemenDesign & Development (D&D) kemudian Departemen Planning Production Inventory Control (PPIC), terakhir kita lanjut produksi," tambahnya.
Fatia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Teringat pengalaman terakhir sebagai sekretaris Direksi di perusahaan transportasi bus, dia harus menghafal ratusan nomor STNK kendaraan milik perusahaan.
Fatia memandangi ruangannya yang luas, bersih dan rapi. Di belakang mejanya terdapat lemari kaca berisi boneka-boneka dengan hangtag menggantung di salah satu sisinya. Boneka anjing Husky berwarna kombinasi abu dan putih yang lucu, tertulis nama klien dari Italia dan tahun produksinya.
Boneka karakter Walt Disney yang sering dijumpainya di televisi pun turut mengisi lemari yaitu boneka Mickey Mouse lengkap dengan kawan-kawannya.
Masih di raksama, di bagian bawah terdapat tempat penyimpanan file-file. Di sudut kiri terdapat sofa dan meja untuk menerima tamu. Di samping kanan mejanya terdapat pintu yang menghubungkan ke ruangan bos.
"Bapak itu hebat, dia yang menggolkan proyek Walt Disney!" Andini berkata dengan semangat.
"Oya?"
Andini mengangguk. Wajahnya memancarkan kebanggan atas prestasi bosnya.
“Tim marketing sebelumnya, belum ada yang mampu menembus ke sana. Selalu gagal di tahap awal sampel. Makanya, karir beliau langsung melesat,” tambahnya lagi.
“Kalau boleh tahu, berapa usia bos kita, Mbak?” tanya Fatia ragu.
“Masih muda, masih tiga puluhan, kok,” jawab Andini.
Wah, usianya masih muda. Semoga dia tampan.
Batin Fatia tanpa sadar wajahnya menyunggingkan senyum.
“Kenapa, Fat?” tanya Andini melihatnya melamun.
“Eng-enggak, Mbak.” Fatia tersipu malu.
"Dia seorang pekerja keras, aku bangga banget sama dia. Aku yakin kamu pasti akan senang kerja sama dia."
Andini tersenyum bahagia mengingat bos yang selalu baik di matanya. Fatia memandanginya heran.
Sampai segitunya kesan Andini terhadap atasan. Pancaran matanya terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta.
Fatia berucap dalam hati.
*****
Fatia melenggang menuju ruangannya. Dia membawa pisang goreng keju yang akan dibagikan kepada staf-staf Marketing.
Seminggu sudah dia menjadi karyawan di sini dan hari ini adalah hari pertama dia bertemu dengan bosnya.
Dia terlihat cukup grogi karena kecuali oleh Andini, si bos dilabeli galak oleh staf marketing. Bisa jadi betul, karena ketika dia melakukan panggilan video dengan Andini saat Raker minggu lalu pun, dia menolak berkenalan langsung dengannya. Malah, Andini yang memisahkan diri dari Fatia dan melanjutkan panggilannya di dalam.
Aneh sekali tingkah mereka seperti ada afair di antaranya.
Belum banyak informasi produk yang dia kuasai, karena terlalu banyak yang harus dipelajari dalam waktu singkat.
"Bos, sudah datang, Fat. Kamu terlambat!"
Staf marketing dari divisi retail menginfokan sambil mencomot pisang goreng yang dibawanya.
"Serius?"
Fatia melirik jam di tangannya, masih menunjukkan pukul 7.30. Masih tiga puluh menit ke depan bel kantor baru akan berbunyi.
"Memang Andini enggak bilang kalau tiap harinya bos sampai kantor jam tujuh?"
Fatia menggeleng.
Mungkin Andini lupa.
Seketika Fatia bergegas masuk ke ruangan sekretaris dan duduk manis di kursi kerjanya. Tidak berapa lama, Andini keluar dari dalam ruangan atasannya.
"Sorry, aku lupa bilang kalau kamu harus standby sebelum bapak datang."
Andini mengatakan dengan sedikit berbisik pada Fatia.
"Ayo, masuk, aku kenalin sama bapak."
Fatia mengikuti Andini dari belakang untuk dikenalkan pada atasannya. Lelaki itu berdiri dari duduknya, kemudian mengulurkan tangan pada Fatia.
"Selamat bergabung Fatia, mudah-mudahan kamu bisa sehebat Andini. Saya Ahmad, bos kamu sekarang."
Fatia melongo membelalakkan matanya, menatap sosok tegap di hadapannya datar tanpa senyum.
Setelah sekian tahun menghilang, tidak banyak perubahan pada sosok itu, hanya tubuh yang terlihat sedikit berisi.
Mendadaktubuhnya lunglai.
Tulang-tulang yang menyangga pun tak lagi kuasa menahan. Seketika Andini sigap menangkap tubuh Fatia untuk mencegahnya jatuh.
"Fatia, kenapa?" tanya Andini menepuk pipinya.
Sosok tegap di hadapannya hanya bergeming. Dia mengangkat bahunya ketika Andini menatap Ahmad penuh tanya. Kemudian Andini memapah dan mendudukkan tubuh Fatia di sofa.
"Maaf, Mbak, mungkin karena lelah, kebetulan belum sarapan juga."
Fatia berbohong. Dia tidak mungkin salah, sosok di hadapannya adalah mantan kekasihnya saat masih SMA dulu.
Hubungan yang berakhir kurang baik dan masih menyimpan sakit di hatinya. Bagaimana tidak? tiba-tiba lelaki itu menghilang setelah mengajaknya bertunangan. Beberapa tahun kemudian, dia mendengar kabar bahwa Ahmad sudah memiliki anak, itu artinya dia menikah tidak lama setelah mengajaknya bertunangan.
Skenario apa lagi ini? Batinnya.
