
Ringkasan
Kisah perjalanan hidup seorang gadis bernama Yuki, dia dibuang setelah melakukan sebuah kesalahan besar dalam hidupnya. Orang tuanya membuangnya begitu saja, jatuh bangunnya hingga bertemu dengan bayi yang di buang sama seperti dirinya. Yuki bertekad menjadi ibu tunggal apapun yang terjadi, dia akan berjuang dengan bayinya.
Sulit
“Apa kau terluka?” tanya Hyeko dengan wajah datar, kedua tangannya terlipat di depan dada. Dia menatap Yuki dengan tatapan mengintimidasi, Yuki terlihat tidak nyaman dan hanya tertunduk sambil memainkan jari-jemarinya.
Sesaat kemudian, Yuki menggelengkan kepala tanpa bersuara.
“Dasar bodoh!?” Hardik Hyeko.
Yuki terkejut, jantungnya terasa hampir loncat begitu saja saat mendengar suara keras Hyeko. Meskipun ini bukan pertama kalinya, tapi tetap saja teriakan Hyeko selalu berhasil membuatnya ketakutan setengah mati.
“Seharusnya, jika kau tidak terluka! Kau harus melukai dirimu sendiri!” bentak Hyeko lagi, sambil menyentuh pundak Yuki dan mengguncangnya kasar.
'Apa harus kau mengatakan hal seburuk itu padaku?' batin Yuki begitu sakit saat mendengar ucapan dari wanita di hadapannya itu.
"Lihat ini."
Hyeko kemudian terlihat meraih sebuah paper bag berwarna merah, kemudian mengeluarkan sebuah anggur mahal dan sepasang jam tangan mahal berlapis emas.
“Lihat! Perhatikan dengan benar! Kau tidak terluka saja mereka memberiku sebanyak ini."
"Bisa kau bayangkan, apa yang akan mereka berikan kepadaku jika sampai kau mati!” ucap Hyeko, dengan suara yang seram membuat bulu kuduk Yuki berdiri.
Tanpa sadar tubuh Yuki gemetaran, Hyeko menyadari hal itu.
"Hahaha, dasar penakut. Kau pikir aku akan membiarkanmu mati dengan mudah begitu saja? Tidak akan semudah itu!"
Tawa Hyeko menggelegar tanpa memedulikan perasaan Yuki, gadis kecil yang berdiri mematung itu perlahan merasakan panas di dadanya.
'Hm, bahkan sekalipun aku sering diperlakukan seperti ini. Dadaku masih saja terasa sakit saat mendengarnya,' ucap Yuki tersenyum untuk dirinya sendiri di tengah-tengah rasa takut yang membekapnya.
Setelah puas tertawa, Hyeko kemudian beranjak menuju mini Bar favoritnya. Dia meletakkan minuman anggur tadi, diantara deretan minuman anggur mahal miliknya yang tertata dengan rapi di lemari kaca besar, setelah itu dia kembali ke tempatnya tadi.
Yuki masih belum beranjak dari tempatnya mematung, karena Hyeko belum memintanya pergi. Namun, seperti biasanya. Hyeko akan berpura-pura mempertanyakan hal itu, sebagai alasan untuk memarahi Yuki lagi.
“Kau masih di sini? Apa kau pikir, kau di beri makan hanya untuk menjadi patung disini?”
Yuki memejamkan matanya, pedih. Bahkan terdiam pun, dia salah di mata wanita ini. Mungkin selain bernafas, mati adalah hal yang benar dilakukan oleh Yuki di mata Hyeko.
“Hey! Malah melamun, tidak ada yang gratis di dunia ini. Apalagi lagi untuk sialan seperti dirimu, dasar tidak berguna! Cepat bersihkan rumah ini sampai mengkilap!” seru Hyeko yang selalu tarik urat setiap berbicara dengan Yuki.
Yuki tetap diam dan nampak beberapa kali mendongakkan kepalanya, sambil menarik nafas dalam. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak menetes, dia tidak mau membuat wanita di hadapannya selalu merasa menang.
Setelah puas merendahkan Yuki, dia pun terlihat mengambil tas mahal berwarna merah miliknya.
Melihat Hyeko yang sudah tidak tertarik lagi dengannya, akhirnya Yuki undur diri.
"Yuki permisi dulu," ucap Yuki pamit dengan sopan.
Baru saja Yuki berjalan selangkah, tangannya sudah ditahan oleh Hyeko.
“Hei tidak berguna, aku akan pergi bersama teman-temanku. Lakukan pekerjaanmu dengan benar, malam ini kau tidak ingin kelaparan lagi kan?” ucap Hyeko dengan nada mengintimidasi, mungkin dulunya Hyeko adalah seorang preman.
Yuki, gadis kecil itu hanya mengangguk dengan wajahnya yang pucat, mengingat bagaimana semalam dia tidak mendapatkan jatah makan malam hanya karena tanpa sengaja, dia lupa mengambil sendok sayur.
Setelah wanita itu pergi, Yuki segera pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian. Dia berdiri di depan kaca sambil merapikan pakaiannya. Tiba-tiba saja pandangannya sedikit kabur, kepalanya terasa keliyengan.
'Duh, kenapa nih? Jangan sakit dong, pekerjaan masih banyak nih,' ucap Yuki sambil perlahan duduk di ujung tempat tidur dan memijit lembut keningnya.
Sesaat kemudian, Yuki segera beranjak mendatangi kamar Hyeko untuk mengambil pakaian kotor di sana. Dia tidak bisa berlama-lama untuk sakit, atau hukuman akan dirasakannya nanti. Yuki terus berjalan menuju laundry room, dan lekas memasukkan pakaian kotor dan juga sabun cuci kedalam dispanser mesin cuci.
Sambil menunggu proses pencucian, dia meraih penyedot debu dan mulai membersihkan setiap sudut rumah, pekerjaan rumah seperti ini sudah biasa dilakoninya sejak beberapa tahun lalu.
Rumah seluas dua ratus meter persegi itu, memang tidak mungkin dia bersihkan sekaligus. Tubuh kecilnya tidak akan mampu melakukannya. Yuki akhirnya hanya fokus membersihkan beberapa titik yang mungkin akan menjadi alasan Hyeko untuk mencari kesalahannya, terlebih dahulu.
Setelah itu Yuki kembali ke laundry room, dia membilas dan mengeringkan baju-baju tadi. Setelah selesai, baru Yuki lanjut untuk membersihkan kolam renang.
‘Mmmh...!’ pekik Yuki terjatuh duduk lantai, sambil memegangi perutnya. Dia terlihat kesakitan pada perut bagian atas yang terasa nyeri, mual, dan muntah. Sepertinya sakit maag-nya kambuh lagi, mungkin karena sejak semalam sampai sore ini dia tidak makan dengan benar, dan sibuk bergelut dengan pekerjaannya.
‘Aduh, sakit sekali... Tolong, tolong...’ ucap Yuki, berharap seseorang akan menolongnya.
Namun tidak seorangpun yang datang dan membantunya.
'Ya Tuhan, bahkan saat sakit pun aku harus menahannya sendiri, Hiks.'
Yuki meringis sendirian karena nampaknya rumah memang sedang dalam keadaan kosong, perlahan Yuki bangkit dengan tubuh yang condong ke depan memeluk perutnya yang kelaparan, perlahan berjalan menuju dapur.
Sampai di dapur Yuki memperhatikan sekelilingnya, mencari sesuatu yang bisa dia makan.
‘Ya Tuhan, aku tidak meminta makanan yang enak. Berikan saja aku makanan sisa, itu bahkan sudah membuatku merasa cukup. Aku benar-benar lapar,’ ucap Yuki sambil menangis, meskipun itu adalah rumah orang kaya. Namun di dapur mereka, tidak ada makanan apapun. Bukan tanpa alasan, mereka memang sengaja melakukannya. Agar Yuki kelaparan karena tidak menemukan makanan apapun di dapur.
Namun hari itu, hal di luar dugaan terjadi. Kali ini di dapurnya, dia menemukan sebungkus mie dan sebuah telur.
'Milik siapa ini? Apa bik Nunik sengaja meninggalkannya untukku?' batin Yuki, ragu-ragu.
Kruuukkk!
Rupanya, perutnya yang sudah terasa panas sejak tadi itu sudah berdemo. Karena terdesak, akhirnya Yuki mengambil panci dan segera memasaknya. Setelah air mendidih dia memasukkan mie dan menunggunya hingga matang.
Setelah lima menit menunggu dengan sabar, Yuki segera mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam mangkuk, dia sengaja memasaknya sedikit lebih lama agar mienya menjadi lebih lembek dan banyak. Mungkin nanti setelah Hyeko pulang, dia akan memarahi Yuki habis-habisan hanya karena sebungkus mie. Tapi demi apapun, perutnya ini sudah sangat sakit.
Yuki perlahan membawa mangkuk itu menuju meja makan dan mulai melahapnya sedikit demi sedikit, tanpa sadar dia duduk di kursi meja makan dengan benar hari ini.
