Gadis Pengganggu-4
Suara sepatu pantofel itu jelas terdengar di telinga Monica. Seolah ia tengkurap di atas lantai rumah sakit saat seseorang itu lewat. Monica berbalik, mendapati kamarnya temaram, melihat sepatu pantofel tapi itu milik kakaknya-Crissan-yang terlelap di sofa. Ia mengusap matanya pelan, menyakinkan dirinya sendiri bahwa tak melihat orang lain di ruang inapnya.
Ia berbalik lagi menatap langit malam dari balik kaca jendela, merogoh ponselnya di atas meja, masih pukul satu dini hari, bersiap tidur kembali dan memejamkan mata.
Kali ini, ia mendengar suara lain. Terdengar jelas di telinganya, seperti bunyi mesin. Ia membalikkan badanya kembali, menatap ke arah pintu ruangannya.
"Kak, Kak Crissan!" panggil Monica. Namun kakaknya tak bergerak sadar masih terbuai mimpi.
Di seberang ruang rawat inap Monica, seorang pria berpakaian hitam berdiri menatap pria tua dengan mesin di sisinya. Mesin-mesin itulah penanda kehidupan pria tua itu. Pria berstelan hitam itu melangkah mendekati pria tua yang terpejam di atas tempat tidur kini membuka mata.
"Astrawirya Grissam, meninggal usia lima puluh tahun lebih dua puluh tiga hari pukul satu dini hari lebih sepuluh menit. Ada delapan menit untukmu sebelum berangkat, kau ingin sesuatu?" tanya pria berstelan hitam itu.
"Kau siapa, huh? Pergi kau! Aku masih ingin hidup! Perusahaanku masih krisis dan membutuhkanku!" elak Grissam.
"Apapun urusan dunia sudah terputus saat pukul satu lebih sepuluh menit. Katakan apa yang kau mau dan kita akan berangkat." Pria itu tak mau tahu apapun alasan Grissam.
"Tidak! Aku tidak mau pergi." Grissam mengelak.
"Enam menit lagi." Pria itu memberi tahu Grissam.
Pria tua itu melempar apapun yang bisa ia raih pada pria berstelan hitam itu. Namun pria itu masih saja berdiri menatap dengan senyum simpul.
Pria itu mendekati Grissam dengan mengulurkan tangannya. Seketika ditolak mentah-mentah oleh Grissam, ia mendorong tubuh pria itu hingga mundur beberapa langkah.
"Jika kau berangkat lebih cepat dari yang ditentukan, dosamu akan dikurangi."
"Pergi! Jangan datangi aku, pergi!" Grissam turun dari ranjang dan hendak pergi.
Namun bahunya dicengkeram dan ditarik ke belakang. Pria berstelan hitam itu membalik tubuh Grissam dan memengang keningnya. Seketika matanya membalik dan ia berteriak kencang, wajahnya memucat dan tubuhnya memudar.
"Apa yang kau lakukan!" Seorang gadis memmbuka pintu ruangan Grissam dan mendorong tubuh pria yang memegang kening Grissam.
Pria berstelan hitam itu menatap gadis itu dengan kerutan di keningnya. Tapi, sang Gadis justru menatap tubuh Grissam yang memudar kemudian lenyap. Gadis itu syok dan memundurkan langkahnya hingga punggungnya menabrak dinding.
Gadis itu melihat pendar putih berkilau bekas hilangnya sosok Grissam, kemudian telinganya menangkap bunyi dari mesin-mesin penanda kehidupan Grissam. Seketika ia memencet tombol darurat di sisi pria tua itu. Derap langkah suster-suster yang masuk segera memeriksa Grissam.
"Suster! Mesinnya berbunyi dan tadi ..."
Gadis itu menunjuk tubuh Grissam yang masih di atas tempat tidur, sementara tadi ia melihat sosok pria tua yang sama menghilang dikarenakan pria berstelan hitam-yang masih menatapnya-itu.
"Hubungi keluarganya! Nona apa yang kau lakukan di sini, kembalilah ke kamarmu!" perintah suster itu padanya.
"Ishh! Selalu saja ada yang mengganggu pekerjaanku." Pria itu berdecak pada sang Gadis, menatapnya kesal.
"Apa yang kau lakukan padanya tadi! Kau apa?"
"Yang benar 'Kau siapa?' bukan 'Kau apa? Kembalilah ke kamarmu, pria itu sudah menggangguku dua kali, kini ganti seorang gadis yang ikut campur! Ish!" Pria itu mengomel karena pekerjaannya terganggu.
Pria itu keluar dari ruang rawat inap Grissam, meninggalkan gadis yang masih menatapnya tak percaya.
Gadis itu menatap punggung pria yang berjalan menyusuri lorong, dan sepatu pantofelnya mengetuk lantai barulah gadis itu yakin, sepatu pria itulah yang ia dengar sebelum mesin-mesin pasien di seberang ruangannya terdengar.
"Monica! Sedang apa?" seru seseorang yang memanggilnya. Gadis itu berbalik menemukan kakaknya yang berdiri di ambang pintu ruangannya.
Gadis itu-Monica- mengalihkan pandangannya ke arah pria yang tadinya berjalan menyusuri lorong. Kosong. Crissan melihat apa yang dilihat Monica, hanya ada suster dan keluarga Grissam yang berbondong-bondong datang.
"Tadi ada seseorang di kamar Pak Grissam, dia melakukan sesuatu pada Pak Grissam dan mesin-mesin itu berbunyi."
"Monica, sebaiknya kau kembali istirahat, kau terlihat pucat." Crissan merangkul tubuh Monica dan membawanya masuk ke ruangannya.
Monica masih tak percaya dengan apa yang ia lihat tadi di ruangan Pak Grissam. Tak hanya itu, kini Monica mendengar suara lain, suara tangisan bayi atau anak kecil berlarian di sepanjang lorong ruang rawat inap membuatnya harus terjaga.
Ia merasa tersiksa, tetapi kakaknya menganggap Monica mengigau dan mengada-ada. Ia yakin bahwa pria yang ia lihat itu nyata, dan ia melihat hal-hal yang menurutnya tak bisa dilihat orang lain.
Memejamkan mata adalah hal utama yang Monica lakukan, ia menulikan telinganya dari suara berisik di luar yang tak bisa didengar orang lain.
"Aku harus menemukan pria itu dan bertanya padanya!" Monica berjanji pada dirinya sendiri sebelum terlelap.
Terang, atau lebih tepatnya silau ketika tirai tinggi itu tersibak ke samping kanan dan kiri oleh tangannya. Lantas ia berjalan ke samping, tempat di mana seorang pria berselimut terlelap.
"Bangun! Ini sudah pagi, sampai kapan kau akan tidur, beruang madu!" Ia membangunkan pria itu dengan car mengecup pipi sang Pria.
"Ini masih pagi, Sayang. Tutup tirainya!"
"Nasi gorengnya sudah siap. Ada kacang polongnya plus telur mata sapi setengah matang kesukaanmu. Ayo, bangun!"
Pria itu tersenyum meski matanya masih terpejam. Ia menarik tubuhnya dan mendekapnya hangat. Ia mencium aroma tubuh pria itu dalam-dalam, menciumi ceruk lehernya dan mengelus dada prianya.
"I love you,"
"I love you, too." Pria itu mendekap erat, mencium hangat dirinya.
"Mandi air hangat berdua sepertinya enak," tawar pria yang mendekapnya itu.
"Boleh juga, ayo." Pria itu tak melepaskan tubuhnya. Justru menggendongnya dalam dekapan dan membawanya ke kamar mandi.
Pria itu tersenyum padanya, melolosi kaosnya sambil terus menatapnya. Pria itu membuka gesper dan menurunkan celana jeans.
"Kau selalu membuatku jatuh cinta, Sayang." Pria itu mendorong tubuhnya hingga permukaan bath-up terasa dingin. Tangan sang Pria menurunkan tali lace dress putih yang dikenakannya.
"Stop!" seru Monica terengah-engah.
Seorang suster yang sedang berbicara ada kakaknya terdiam menatap Monica yang bangun sambil berteriak terengah-engah. Suster itu nampak sedikit terkejut namun ia memilih pamit memeriksa pasien lain.
"Bermimpi buruk lagi?" tanya Crissan pada adiknya.
"Kakak ..." ujar Monica yang masih terperangah.
"Apa bermimpi buruk lagi?" tanya Crissan.
"Iya, sangat aneh sekali, Kak Cris. Bermimpi orang yang sama, di tempat yang sama juga."
"Mimpi adalah bunga tidur, Monica. Sebentar lagi dokter datang, bersiaplah." Crissan meminta Monica membersihkan diri meski gadis itu masih terngiang soal mimpinya.
Monica membereskan tasnya dan dibawa oleh Gita. Sementara ia dan kakaknya menemui dokter Jay di ruangannya. Dokter Jay memeriksa mata Monica, menanyakan apakah ada masalah atau tidak. Monica tak mengalami kendala, namun ia berkata bahwa melihat hal-hal dan mimpi yang aneh sejak menerima donor mata.
Tapi dokter Jay tak bisa menjelaskan lebih lanjut dan mengatakan seperti apa yang kakaknya katakan padanya. Bahwa, itu hanyalah mimpi belaka.
♧
Gimana? Suka? Suka donk ya, mana nih jejak kalian? Sudah mulai seru nih, si Monica bisa melihat hal-hal yang tak biasa. Tunggu next partnya ya.
