Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8 Misteri Pernikahan Buaya Putih Part 2

menutup pintu dan hanya mengintai dari balik jendela. Dia tidak berani membukakan pintu sampai Saini pulang.

Hingga pada siang hari tepatnya pukul jam 2 siang, Saini pun pulang hari ini lebih cepat dari biasanya. Karena hasil tangkapannya hari ini melimpah sehingga perahu yang digunakannya untuk menjaring telah penuh dengan ikan.

Dia pun pulang dengan membawa beberapa ikan untuk di makan sendiri karena sebelum itu dia sudah menjual ikannya ke pasar sebelum sampai ke rumah.

"Assalamualaikum, Bapak pulang," Ucap Saini sambil mengetuk pintu.

"Walaikumsallam," ucap Asmah dari dalam sambil menuju pintu lalu membukanya.

"Tumben bapak pulang cepat hari ini" Tanya Asmah kepada Saini.

"Alhamdulillah bu, Hari ini hasil tangkapan bapak lumayan banyak nih uang hasil dari menjual ikan tadi," sambil menyodorkan uang dari sakunya

Kemudian Asmah pun mengambil uang itu dan menyimpannya.

Saini pun duduk di depan teras rumahnya, lalu Asmah masuk dan membuatkan kopi untuk Saini.

Ketika Saini duduk di depan, orang yang tadi mondar-mandir di rumahnya itu lewat lagi Saini pun memperhatikan orang tersebut kemudian tak lama orang itu bergegas pergi.

"Ada apa dengan orang itu," gumam Saini di dalam hati.

Tak lama Asmah pun keluar dengan membawa secangkir kopi

"Ini pak di minum dulu," ucap Asmah sambil menaruh kopi di lantai tepat di depan Saini.

"Terima kasih ya bu, oh iya tadi itu siapa ya bu ? lewat depan rumah kita. Ketika bapak pandang dia bergegas pergi," tanya Saini kepada Asmah.

"Ibu juga gak tau pak, justru orang itu dari pagi mondar-mandir melewati rumah kita, seperti ada yang dia cari namun tidak berani mendekat," ucap Asmah sedikit mengadu kepada sang suami.

"semoga saja bukan niat buruk terhadap kita bu," ucap Saini menenangkan Asmah dari rasa takutnya.

Tak lama Saini duduk di depan teras, orang yang tadi itu pun datang menghampiri rumah Saini namun tidak sendiri, dia berdua dengan seseorang yang di lihat dari pakaian seperti orang pintar di lihat batu cincin di tangannya.

"Assalamualaikum" ucap orang tersebut sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Saini.

"Waalaikumsallam," Jawab Saini sambil menyambut tangan orang tersebut kemudian diikuti orang satunya lagi.

"Sebelumnya saya minta maaf jika membuat bapak ataupun istri bapak merasa terganggu dengan anak murid saya ini," sambil menepuk pundak orang yang satu lagi yang dia katakan sebagai muridnya itu.

"Sebenarnya saya lah yang menyuruhnya untuk melihat apakah bapak ada di rumah atau tidak namun dia malu untuk bertanya secara langsung," ujar orang tersebut.

"Ohh begitu, lalu nama bapak siapa? Dan ada tujuan apa ingin menemui saya," ucap Saini kepada orang tersebut.

"Perkenalkan nama saya Sattar dan ini anak murid saya Udin. Sebenarnya kedatangan saya kesini hanya ingin menyampaikan pesan," ucap orang tersebut yang membuat Saini penasaran.

"Pesan dari siapa?, dan maksud tujuannya apa?,"

Kemudian Sattar pun duduk lalu menghidupkan rokoknya kemudian menghisap panjang rokok itu lalu dihembuskannya.

Sebelum Sattar berbicara, tiba tiba Asmah keluar dari rumah dan melihat Udin dengan tatapan sinis.

"Dia orangnya pak yang mondar-mandir sambil mengawasi rumah kita," ucap Asmah sambil menunjuk Udin.

"Ibu jangan salah paham dulu, mereka tidak berniat jahat kok," ucap Saini.

Tangan itu terlihat penuh dengan Batu cincin, dok: pixabay

"Maafkan anak murid saya bu, biarkan saya menjelaskan sebentar. Udin minta maaf dulu sama ibu Asmah," ujar Sattar sambil menyuruh anak muridnya itu.

Udin pun berdiri kemudian meminta maaf kepada Asmah dan Saini sekaligus.

"Bu buatkan minum untuk tamu kita ini," perintah Saini kepada Asmah. Kemudian Asmah pun masuk membuatkan kopi 2 cangkir kemudian keluar lagi dan meletakkan nya di hadapan mereka masing-masing.

"Diminum dulu kopinya"

"iya pak terima kasih" Ucap Sattar.

Asmah pun ikut duduk di sebelah Saini sambil berbincang tentang asal Sattar yang mana Sattar ini berasal dari pulau Kalimantan. Sattar merupakan salah satu pendiri padepokan silat di kota j setelah menempa ilmu dari tanah kelahirannya.

Beliau memiliki batu semacam penghubung dengan dunia gaib yang dia dapat sewaktu bertapa untuk menyempurnakan ilmunya.

Setelah lama berbincang kemudian Saini pun kembali menanyakan perihal pesan yang ingin di sampaikan Sattar tersebut.

"Ohh iya pak kata bapak tadi mau menyampaikan pesan. Pesan dari siapa ya?," tanya Saini.

Sattar pun menyesap kopi lalu terdiam sejenak,

"Saya mendapatkan pesan dari seseorang dari alam gaib melalui batu ini. Namun saya tidak tau namanya namun saya begitu mengingat wajahnya," ucap Sattar sambil menunjukkan cincin yang digunakannya.

Karna batu yang dia dapat sewaktu bertapa tersebut telah di buat menjadi cincin oleh Sattar.

"Bisa ambilkan saya kertas dan pensil?," ucap Sattar kepada Asmah.

Asmah pun mengangguk dan langsung masuk kedalam, lalu Asmah keluar membawa barang yang di minta oleh Sattar itu.

Sattar pun mengambil dan memberikannya kepada udin. Kemudian dia berdiri lalu seperti membaca mantra dan menepukkannya ke Udin.

Mereka berbincang sambil meminum kopi, dok: Shutterstock

Spontan Udin pun langsung kesurupan dan mulai mencoret coret kertas tadi, tampak seperti acak namun sangat jelas. Setelah gambar sudah mulai selesai, sattar memegang kepala Udin dan langsung mengeluarkan sosok yang merasuki Udin tersebut. Kertas yang penuh coretan tadi seperti menggambarkan seseorang dan tampak jelas.

"Ini, Apakah bapak mengenalinya?,"Ucap sattar sambil menunjukkannya kepada Saini.

Saini pun terkejut melihatnya. Karna gambar itu mirip sekali dengan kakeknya Sinampar.

"Ini Kakek saya pak, memang malam tadi beliau datang ke mimpi saya dan memberikan sesuatu," ucap Saini kepada Sattar.

Udin menggambar sesosok orangtua, dok: pixabay

"Mungkin mimpi bapak ada kaitannya dengan pesan yang di sampaikan dengan saya ini. Beliau mengatakan jika saya harus mencari seseorang yang tinggal berseberangan dengan sungai ini," ucap Sattar sambil menunjuk sungai yang berada di seberang pekarangan rumahnya itu.

"Lalu beliau mengatakan jika dia ingin mengembalikan apa yang dulu pernah dipinjamnya. Dan saya melihat beliau menggendong seekor buaya putih dengan moncongnya yang panjang," ucap Sattar kepada Saini.

Kemudian Saini teringat dengan mimpinya dimana sang kakek memberikannya seekor buaya.

"Beliau pernah datang ke mimpi saya pak, Sebelumnya beliau ingin membawa saya dan saya menolaknya. Lalu tak lama beliau mengatakan jika saya tidak mau ikut maka dia akan meminjam anak perempuan saya. Karna sadar saya tidak memiliki anak perempuan saya hanya mengiyakan perkataannya," ucap Saini sambil menceritakan tentang mimpinya 10 tahun silam. Hingga Saini menceritakan tentang kandungan Asmah yang aneh karena mengandung selama 11 bulan

Serta malam pendarahan Asmah sebelum melahirkan anaknya Roni. Kemudian Sattar kembali menghidupkan rokoknya dan mulai menyesap kopinya lalu mengatakan

"Sepertinya buaya putih itu adalah anak bapak yang telah di pinjamnya," ucap Sattar.

"Bagaimana bisa pak?, Kenapa berwujud buaya," tanya Saini yang sedikit terkejut.

Asmah yang mendengarkan apa yang dikatakan Sattar tadi hanya bisa terdiam namun setelah itu dia pun mulai berbicara.

"jika memang itu anak kami, saya harap dia bisa datang ke pekarangan rumah ini. Saya akan tetap menerimanya," ujar Asmah kepada Sattar.

Saini yang mendengar itu pun tidak bisa membantah karna jika Asmah menerima dia pun harus juga menerima walau pun dia tau bakal jadi omongan para tetangga. Karna tidak mungkin rasanya seorang manusia bisa memilik anak seekor buaya.

"Baiklah bu, nanti malam saya akan menyampaikan pesan ini semoga saja dia bisa datang," ucap Sattar dan langsung memuntungkan rokoknya ke asbak.

Setelah itu Sattar pun pamit untuk pulang karna mengingat hari yang sudah mulai petang.

Sebelum pergi, Sattar menyampaikan pesan kepada Saini, "Besok bapak saya sarankan tidak usah melaut dulu. Bisa saja buaya itu datang yang disebut sebagai wujud anak bapak itu," saran Sattar kepada Saini.

"Baiklah pak, terima kasih sudah menyampaikan pesan ini," ucap Saini kemudian Sattar pun pamit dan mengucapkan salam.

Tak lama setelah Sattar pergi Saini pun melamun dan di sadarkan oleh asmah.

"Kenapa pak?, Jangan di pikirkan kita terima saja jika itu anak kita," ucap Asmah sambil menepuk pundak Saini.

"Bapak hanya terpikir tentang bagaimana tanggapan tetangga jika kita menjadikan buaya itu sebagai anak kita," ucap Saini yang tampak sedikit murung.

"Semoga ada hikmahnya pak, Kita terima saja takdir ini" ucap Asmah sambil meyakinkan Saini sambil tersenyum. Lalu Saini memandang Asmah dan membalas senyumnya.

Petang pun berganti malam, tidak ada yang aneh di malam yang Saini lewati begitu pula dengan Asmah. Hingga pagi hari mereka menjalankan rutinitas seperti biasa, namun kali ini Saini tidak pergi melaut. Dia membantu pekerjaan Asmah untuk meringankan beban Asmah sedikit, Sesekali Saini mengitari sungai melihat-lihat apakah buaya yang di katakan Sattar kemarin akan datang.

Hingga siang hari, dia tidak juga menemukan apa-apa. Dia pun memutuskan pulang ke rumah untuk makan siang. Sesampainya di rumah, Saini langsung menuju dapur.

Di lantai beralaskan tikar anyaman, sudah terletak lauk dan nasi yang siap untuk segera di santap.

"Gimana pak? Ada nemu?," tanya Asmah kepada sang suami.

"Gak ada bu, Bapak udah telusuri sungai namun tidak menemukan buaya. Sungai itu kan memang tidak di huni buaya selama bapak mencari ikan juga gak pernah ketemu," ucap Saini yang mulai tidak percaya kepada pesan Sattar semalam.

"Yaudah kalo gitu pak, makan dulu"

Asmah pun mengambil piring dan memberikannya kepada Saini juga anak-anaknya.

Setelah makan Saini pun beristirahat sementara Asmah duduk di teras rumah. Lalu pada pukul 3 sore Asmah seperti melihat ada sesuatu yang mendekat ke arah pekarangan rumahnya. Dia berjalan pelan dengan langkah kecilnya, Asmah tidak memperhatikan dengan jelas dia hanya melihat rerumputan di pekarangan itu bergerak.

Kemudian dia pun mulai mendekat, dilihatnya seekor buaya putih dengan moncong panjang sejenis buaya muara.

"Pak sini cepet, dia datangggg," teriak Asmah sambil memperhatikan buaya itu. Saini yang mendengar itu pun tercekat dari tidurnya dan langsung bergegas keluar.

"Mana bu?,"

"Itu pak, Nurhasannah sudah datang," ucap Asmah terdengar seperti haru namun tidak menangis.

Melihat buaya itu awalnya Saini takut untuk memegangnya. Setelah dia coba ternyata buaya itu jinak dan tidak agresif ketika di pegang.

"Cepat gendong pak, bawa ke rumah,"

"Tunggu dulu bu, nanti kalo bapak digigit gimana?," ujar Saini yang sedikit merasa takut. Namun siapa sangka naluri seorang ibu kuat dan dia yakin tidak akan apa-apa dan seorang anak tidak akan menyakiti ibunya.

Kemudian Asmah pun segera menggendong buaya itu tanpa menghiraukan rasa takut Saini lalu masuk ke dalam rumah dan diikuti Saini yang merasa sedikit malu.

"Kita letakkan dimana dulu pak?,"

"Letak di baskom besar aja dulu bu, besok bapak akan buatkan kamar khusus untuk Nurhasannah," ucap Saini, Kemudian di letakkanlah buaya itu di dalam baskom.

Keesokan harinya, Saini pun membuatkan kamar khusus untuk putrinya yang seekor buaya itu. Kamarnya hanyalah ranjang yang agak rendah dan terdapat bak mandi yang dibuatnya dari keramik untuk mandi buaya itu lalu setiap sisi kamar

Dibuatkannya kandang seperti penghalang. Sudah satu minggu Saini dan Asmah memelihara buaya itu. Namun pada awalnya mereka kesulitan memberi makan buaya itu karna pada umumnya buaya akan makan ayam mentah ataupun sejenis daging lainnya Namun tidak dengan putrinya ini.

Berulang kali Asmah meletakkan daging ayam mentah di sebelah buaya itu namun tidak juga dimakan olehnya.

"Gimana ini pak, belum dimakan juga dari pertama kita ketemu sampe sekarang Nur tidak makan sedikitpun," ucap Asmah yang sedikit khawatir.

"Ya enggak tau bu, coba ibu ingat-ingat sewaktu mengandung kemarin suka makan apa?," Kemudian Asmah pun teringat dia pernah ngidam mau ayam bakar sewaktu malam senin.

Bahkan setiap malam Senin dan malam Jumat, Asmah selalu menyuruh Saini untuk membeli ayam bakar.

"Ohh iya pak, dulu ibu kan pernah minta bakarkan ayam sewaktu mengandung karena sudah larut malam untuk membeli ke pasar," ucap asmah mengingat kejadian dulu.

"Hmm iya bu, ibu juga sering minta belikan ayam bakar ketika bapak ke pasar".

"Kalo begitu coba kasih ayam bakar aja pak, siapa tau Nur mau makan"

"Iya bu bapak ke pasar dulu"

Ucap Saini sambil menggunakan baju nya dan pergi keluar.

Tak lama Saini pun pulang dari pasar dan membawa ayam bakar. Ayam tadi kembali dia letakkan di hadapan Nurhasannah. Namun tidak juga di makannya.

"Tunggu sampai besok aja pak, malam ini kan malam Senin. Siapa tau dia makannya mengikut ibu sewaktu ngidam dulu," ucap Asmah kepada Saini.

Saini hanya membalas dengan mengangguk sambil memperhatikan Nurhasannah. Hingga malam pun tiba, benar saja. Ayam yang dibeli Saini tadi perlahan di lahap Nur. Asmah yang sedari tadi memperhatikan Nur pun tersenyum melihat anaknya makan. Meskipun dalam keadaan tubuh buaya Asmah tetap menyayangi anaknya tersebut.

Pagi harinya seperti biasa Saini pun kembali pergi melaut. Sementara Asmah di rumah mengerjakan pekerjaan rumahnya. Ketika cahaya matahari mulai terang, Asmah pun berfikir jika Nur mau berjemur karena buaya memang identik dengan berjemur di matahari.

"Kamu pasti mau berjemur kan.. Ini ibu bukain jendelanya biar sinar matahari bisa masuk," ucap Asmah sendiri yakin jika Nur mengerti ucapannya. Kemudian dibukakannya jendela dari kamar nur tersebut hingga sinarnya mengenai nur. Namun Nur justru menjauh dari sinar itu mendekat ke tempat yang lebih teduh.

"Lahh kenapa nak.. Tak mau berjemur?," Pertanyaan Asmah hanya di balas oleh Nur dengan mengetuk ngetukan moncongnya ke bak mandi yang biasa nur gunakan.

"Yaudah kalo gitu ibuk tutup lagi jendelanya," Ucap Asmah memberikan perhatian kepada Nur.

Hari ke hari, minggu ke minggu. Kabar tentang Saini dan Asmah memelihara buaya pun tersebar di desa. Ada sebagian orang menganggap itu tidak wajar. Dan aja juga yang menganggap jika itu berlebihan. Hingga para warga yang penasaran pun mulai mendatangi rumah Asmah dan Saini untuk menanyakan perihal tersebut.

Saini mau pun Asmah menceritakan menurut mimpi mereka masing-masing. Ada orang sebagian percaya namun ada sebagian menghina bahkan mengejek mereka. Namun asmah yakin jika semua ini akan ada hikmahnya. Tahun demi tahun mereka lewati Asmah sering di datangi Nurhasannah didalam mimpi.

Mimpinya hanyalah mimpi biasa tentang pengaduan seorang anak kepada sang ibu.

Di dalam mimpi Asmah seperti benar benar memiliki seorang anak perempuan pada umumnya meski pun di dunia nyata raganya berbentuk buaya.

ADVERTISEMENT

Semenjak para warga datang, ternyata berita itu sangat cepat beredar dari mulut ke mulut.

Hingga banyak orang yang datang bahkan dari luar desa hanya karna penasaran dan ingin memastikan benar atau tidaknya. Meskipun awalnya Saini dan Asmah sedikit kaku menjelaskannya

Karena terlalu sering akhirnya dia mulai terbiasa tentang pertanyaan bagaimana dia bisa memiliki seekor anak buaya. Tahun ke tahun mereka hadapi dengan banyaknya tamu yang datang. Bahkan sampai ada yang meminta air mandi bekas buaya tersebut dengan macam-macam keyakinan.

Lama waktu berlalu, sehingga pada tahun 2007 hari kamis di waktu magrib sehabis magrib. Seorang wanita kesurupan saat para warga sedang berada di rumah asmah yang seperti biasa ingin tahu tentang Nurhasannah.

Wanita yang kesurupan ini tak lain ialah orang kampung mereka dan bukan dari pendatang dari luar desa.

"Assalamulaikum pak, bu,"

Wanita yang kesurupan ini langsung menyalami tangan Saini dan Asmah. dan ternyata yang merasukinya adalah Nurhasannah.

"Walaikum salam," serentak ucap Saini dan Asmah pada waktu itu.

Wanita yang kesurupan itu tanpa duduk dengan melipat kakinya dengan mata terpejam.

"Sekarang umur saya sudah 16 tahun pak, Bu, saya ingin menikah. Apakah bapak dak ibuk merestuinya?," ucap Nurhasannah yang

Berbicara melalui perempuan yang kesurupan itu.

"Menikah? Sama siapa nak?," ucap Saini.

"Dengan H Basid, dia adalah temanku sedari kecil. wujudnya adalah seekor ular pak dan dia berasal dari kalimatan sama seperti kakek."

Mendengar itu, Saini dan asmah sedikit terkejut. Yang pertama Saini pikirkan adalah bagaimana dia akan menerjemahkan pernikahan itu di dunia nyata karna tidak mungkin rasanya orang akan percaya apa lagi datang. Yang ada nanti disangka malah dia orang gila.

Tak lama setelah mengatakan itu, wanita yang dirasuki Nurhasannah suaranya berubah seperti suara laki-laki yang terdengar sedikit berat.

"Saya Basid bin Muhammad, apa yang dikatakan putri bapak itu memang benar. Saya akan menikahi anak bapak. Berapa uang mahar untuk putri bapak?," ucap Basid yang berbicara melalui wanita yang kesurupan tadi.

Sejenak Saini berfikir kemudian.

"Saya minta 10 juta gimana bu cukup kan?," tanya Saini kepada Asmah. Asmah pun hanya mengangguk.

"Baiklah kalo begitu pak, bu, Saya menyanggupinya. Namun tentunya uang itu tidak bisa saya kirimkan secara langsung dengan cara menerbangkan uang-uang itu. Takutnya nanti bapak di kira pesugihan. Uang itu akan saya kirim melalui pendapatan bapak setiap bekerja." Ucap basid.

Saini hanya mengangguk seolah dia paham apa yang di maksud dari Basid.

"Sebelum saya pergi. Saya mau mengajukan syarat. Boleh pak?,"

Saini pun merasa bingung. Kemudian menanyakan maksud dari syarat yang ingin di ajukan oleh calon menantunya itu.

"Apa syaratnya nak?,"

"Tolong persiapkan kamar pengantin kami layaknya kamar pengantin manusia. Lalu dalam kamar pengantin harus,di buat seperti singgasana kerajaan yang di buat dengan tujuh tingkat tangga dan buatlah hiasannya serba kuning," ucap dari Basid.

Saini pun merasa janggal dengan syarat yang di ajukan menantunya itu. Karna takut terjadi apa-apa Saini pun menyanggupi syarat dari basid tersebut.

"Baiklah nak akan saya atur sebaik mungkin seperti permintaan kamu," Ucap Saini yang kemudian Basid pamit lalu wanita yang kesurupan tadi langsung tersadar.

"Ambilkan air putih bu," perintah Saini Kepada asmah.

Asmah pun langsung menuju dapur lalu kembali dengan membawa segelas air putih dan di berikan kepada wanita itu.

"Diminum dulu bu,"

"Iya terima kasih" ucap wanita itu yang masih memulihkan kesadarannya.

"Mohon maaf ya bu, tadi raga ibu di pinjam sebentar sama anak saya. Apa tubuh ibu ada yang sakit,"? Tanya Asmah kepada wanita itu.

Lalu wanita itu termenung sebentar.

"Gak papa kok bu cuman kepala saya saja sedikit pusing," ucap wanita tadi.

Asmah dan Saini meminta maaf sekali lagi karena merasa tidak enak dengan wanita itu. Waktu pun berlalu, rencana pernikahan Nurhasannah anaknya Saini yang berwujud buaya itu pun tersebar hampir satu provinsi.

Tak banyak yang menentang karna memang secara logika ini sangat tidak mungkin. Menjelang akad yang mana tanggal nya sudah di tentukan bertepatan awal tahun 2008 itu begitu banyak warga dari luar desa berkunjung kerumahnya.

Menjelang awal tahun Saini pun mulai mempersiapkan hal-hal tentang perencanaan pesta itu. Karna pesta itu sekalian dengan acara khatam anaknya Roni yang di yakinin sebagai kembaran Nurhasannah.

Hingga pada bulan desember 2007 Saini pun mulai menyebarkan undangan yang sebenarnya tidak begitu banyak. Namun undangan itu hampir di ketahui satu provinsi karena penyampain dari mulut kemulut.

Warga yang menentang pernikahan itu melaporkannya kepada kepala desa agar saini membatalkan pesta yang akan di gelarnya nanti. Puncaknya ketika rombongan dekorasi tenda pelaminan mulai datang kerumah Saini dan mulai memasang tenda yang membuat warga semakin resah.

Dua hari sebelum itu, Saini sempat di panggil polisi terkait perencanaan pesta yang akan di gelarnya ini meresahkan warga setempat.

Untuk itu Saini pun di panggil untuk menghadiri pertemuan muspika (musyawarah pimpinan kecamatan) yang telah di hadiri beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Para tokoh agama beserta tokoh masyarakat setempat menolak adanya pesta pernikahan buaya itu.

"Kami menolak tentang rencana pernikahan Nurhasannah yang berwujud buaya serta Basid yang tanpa wujud itu hanya di katakan berwujud ular. Jangan sampai hal semacam ini menjadikan orang-orang awam menuju ke syirikan.

Memang tidak mungkin rasanya jika seekor buaya akan menikah dengan ular tanpa wujud. Untuk itu sebaiknya bapak membatalkan pernikahan ini. Namun untuk khatam anak bapak yang bernama Roni tidak masalah," Ucap seorang tokoh agama yang waktu itu ikut dalam muspika.

Masyarakat berkumpul untuk menolak pernikahan yang akan digelar oleh Saini, dok: pixabay

Lalu para tokoh masyarakat setuju atas tanggapan dari para tokoh agama. Saini hanya bisa diam karna untuk membenarkan perihal putrinya itu pun tidak mungkin rasanya orang bisa percaya karna memang sulit di terima oleh logika.

Tak lama kepala polisi sebut saja pak Syarip memberikan keputusan,

"Berdasarkan tanggapan dari tokoh agama serta tokoh masyarakat dan tidak adanya pembelaan dari pihak pak Saini. Kami pihak kapolsek membenarkan jika pak Saini harus membatalkan pesta pernikahan itu. Terkecuali acara khatam tersebut, serta pak Saini harus menarik kembali undangan yang telah di sebar karena telah meresahkan warga. Sekian terimakasih," Keputusan dari polisi itu hanya bisa di terima saini dan muspika pun di bubarkan Saini pun pulang dengan wajah lesu.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel