14
Papa pergi dulu ya Zee, Andre," pamit papa, saat dilihatnya Zee mulai membaik.
"Paaa papa kok cepet baliknya, ini sudah malem loh pa, tidur di sini gak papa sama Zee," rengek Zee.
"Iya om bener, ato di kamar saja, biar saya tidur di sofa depan tv," ujar Andre meyakinkan papa.
"Nggak apa-apa, papa masih ada urusan dengan teman papa, jaga Zee, titip Zee ya Ndre, telpon om kalo ada apa-apa, om masih besok kembali ke Lourmarin," papa menepuk pundak Andre, mencium kening Zee, dan menghilang di balik pintu. Andre menghela napas dan berjalan menuju kamar Zee. Zee menatap Andre.
"Tadi papa bilang apa sama kamu, akuu..aku kaget waktu papa masuk kamar, pasti dia tahu kita tidur sekamar, pasti pikiran papa, kita sudah macem-macem, aku nggak mau papa kepikiran Ndre," kata Zee dengan wajah sedih. Andre duduk di samping Zee, di kasur.
"Aku sudah jelaskan pada papamu, aku juga merasa tidak enak, akuuu..aku bilang sama papa kamu, kalo aku, suka sama kamu Zee," ujar Andre tersenyum sambil mengusap rambut-rambut kecil Zee di kening. Zee tersenyum samar.
"Tidurlah Zee, sudah malam, besok kamu harus sehat, besok sore aku sudah kembali ke apartemenku, aku akan kepikiran kalo kamu nggak benar-benar sehat," ucap Andre sambil menyelimuti Zee dan mulai berbaring di sisi Zee. Zee mulai memejamkan mata. Andre hanya memandangnya dari samping.
"Tidurlah, aku akan menjagamu, menemanimu," ujar Andre pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.
***
Pagi-pagi Andre dikejutkan oleh deringan panggilan dari ponselnya. Dilihatnya mamanya.
Halo ma
Baru bangun Ndre
Iya ma, ada apa
Nanti mama minta tolong, kamu ke apartemen Zee, tolong fotokan hasil desain terakhir Zee, untuk contoh kelas mode mama, pakai camera mu Ndre, jangan pakai camera ponsel
Aku di apartemen Zee ma, ini baru bangun, nih Zee disampingku
Haaah Ndreee, tidaaak jangan bilang kamu sudaah ya Tuhaaan
Mamaaa dengerin Andre dulu, aku nggak ngapa-ngapain sama Zee ma, dia sakit panas menggigil, aku cuma meluk Zee mama sayaaang
Huuuffttt leganya mama
Ya dah ma, ntar Andre tanya ke Zee ada-ada aja nih mama
Andre kesel banget sama mamanya karena selalu mengira hal yang aneh-aneh. Huuufftt... sedemikian jeleknya penilaian mama padanya. Memang Andre akui, sejak awal kuliah ia beberapa kali kepergok mamanya membawa pacarnya ke apartemennya. Tiga kali Andre pacaran, tiga kali pula ia kepergok mamanya di apartemen dengan pacaranya.
Tapi saat mulai mengenal Zee ada perasaan beda, awalnya ia memang hanya sebatas bersimpati pada apa yang Zee alami selama hidup, namun lama-kelamaan, sifat lugu Zee yang membuatnya selalu ingin bertemu dan menjaganya. Kerjab mata Zee yang takut-takut membuat Andre ingin melindunginya
***
"kamu masih lemas gitu, aku jadi kepikiran ninggal kamu Zee,"ujar Andre.
"Nggak papa, aku sudah terbiasa sakit sendiri, kemarin itu aku seneng banget ditemenin kamu pas sakit gitu, kembalilah ke apartemenmu, aku akan baik-baik saja Andre, bentar lagi pasti Sonia datang," Zee menatap Andre lembut dan tersenyum. Tak lama terdengar ketukan pintu. Andre bergegas membuka dan terlihat wajah Sonia di pintu. Sonia kaget ia tidak mengira masih ada Andre.
"Masuklah, Zee menunggumu," kata Andre sambil tersenyum, Sonia tertegun menatap wajah ganteng, jangkung, bermata biru. Ia masuk beriringan dengan Andre ke kamar Zee.
"Aku balik dulu ya sayang, besok aku telpon kamu," ujar Andre lembut dan mencium kening Zee, ia pamit pada Sonia dan meninggalkan mereka berdua di kamar.
***
Sepeninggal Andre, Sonia terpekik perlahan. Ia mengguncang badan Zee.
"Haduuuh kamu nih lihat aku yang lemes nggak sih Sonia, aku sakit, lihat wajahku, badanku, mataku yang cekung," ujar Zee pelan.
"Iyaaaa iyaaaa kamu beneran sakit, tapi sedikit modus ya Zee cayaaaang, akhirnyaaaa dirimuh luluh jugaaah paddaaaah coganmaru," ujar Sonia sambil tertawa keras. Zee mengerutkan kening.
"Coganmaru, apaan tuh," tanya Zee.
"Cowok ganteng bermata biru, ih gitu aja gak ngerti," Sonia terbahak lagi, dan Zee menggelengkan kepalanya
"Gimana sih Zee ceritanya kok bisa jadian," tanya Sonia antusias, Zee cuma geleng-geleng kepala.
"Kamu tahu dari mana kami jadian?" tanya Zee menatap Sonia lugu. Dan Sonia tertawa mengacak rambut Zee.
"Ya ampun Zeeeee, aku liat kalian peluk-pelukan gitu apa itu nggak cukup menyimpulkan apa yang terjadi diantara kalian haaah, aku sudah empat kali pacaran Zeee ingat itu," suara Sonia semakin meninggi.
"Nggak taulah, apa yang terjadi diantara kami, terutama aku, kenapa aku akhirnya selalu berdebar jika ditatap Andre, dekat sama Andre dan waktu diaaa diaaaa nyium aku, aku kok nggak nolak ya Sonia," tiba-tiba air mata Zee menggenang di matanya. Sonia duduk semakin mendekat ke arah Zee di kasur, ditatapnya mata Zee, diusapnya dengan halus tangan Zee.
"Ini proses hidup yang kamu jalani Zee, mencintai itu nggak salah, kamu jangan pernah melihat kebelakang, maaf, maksudku apa yang terjadi sama mama papa kamu itu juga sebuah proses hidup, jangan pernah kamu ingat sakitnya kesepian saat kamu diabaikan, jangan sampai efek masa lalu mama kamu membuat kamu takut mencintai seseorang," nasehat Sonia panjang lebar. Zee menggaguk pelan dan memeluk Sonia. Sonia menepuk punggung Zee dengan lembut.
"Makasih Sonia, makasih sudah menenangkan aku," suara Zee terdengar lirih. Sesaat kemudian Sonia menatap Zee dengan nakal
"Eh Zee gimana sih rasanya dicium cowok seganteng Andre, bibir merah, mata biru menawan," tanya Sonia sambil memejamkan mata dan tangannya memegang dadanya. Wajah Zee jadi memerah karena malu, dipukulnya lengan Sonia perlahan. Dan Sonia tertawa terbahak-bahak menyadari Zee yang terlihat malu dan menutup wajahnya dengan bantal.
"Hei hei Zee kayak anak kecil aja, kamu tuh sudah 18 tahun, baru ditanya ciuman aja sudah malu, heran deh," Sonia tertawa riuh sambil geleng-geleng kepala. Perlahan Zee mengangkat wajahnya.
"Makanya kamu nggak usah tanya-tanya, aku jadi malu, kan aktivitas kayak gitu gak bisa diceritain Sonia, tiba-tiba aja sudah terjadi, debarannya lamaaa ilangnya, malah kalo ingat jadi deg degan lagi," ujar Zee lugu dan Sonia kembali tertawa.
Malam itu akhirnya Sonia memutuskan tidur di apartemen Zee, menemani Zee yang sudah berangsur pulih.
***
Seperti biasa sepulang kuliah Zee selalu bersama Sonia, pulang kuliah mereka mampir dulu di sebuah cafe, menikmati coklat hangat, seolah mengembalikan kekuatan Zee untuk sementara. Tiba-tiba ponsel Zee berbunyi, ternyata papa yang menanyakan kabar Zee, tak lama berselang Andre juga menelpon menanyakan keadaan Zee.
"Aaah senangnya ditelpon dua lelaki ganteng," kata Sonia menggoda Zee.
"Yah, baru setahun terakhir ini, aku merasakan bahagianya dikawatirkan oleh orang-orang yang menyayangiku, dulu hanya ka Refan, bi Munah, ah gimana kabar mereka ya, aku benar-benar kehilangan kontak dengan mereka, karena saat aku pergi dari rumah, ponsel aku sengaja tinggalkan di kamar," Zee mendesah pelan sambil menatap minumannya. Sonia mengelus punggung tangan Zee perlahan.
"Sudahlah, hal yang membuatmu sedih tidak usah kamu ingat, saat ini, yang harus kamu pikir, segera selesaikan kuliahmu, jadilah orang sukses, dan kembali ke Indonesia, datangi mamamu, sayangi dia Zee, tetap sayangi dia," kata-kata Sonia berdenging di telinganya.
"Sayangi dia?" tanya Zee gamang. Sonia mengangguk.
"Jangan pernah merasa dendam pada mamamu, meski dia tidak merawatmu, tapi tetap membiarkanmu hidup dalam rahimnya selama 9 bulan, dan kau sehat-sehat saja sampai sekarang itu sudah sangat cukup untuk membuatmu wajib berbakti pada mamamu, ada alasan mengapa dia tidak ingin melihatmu, wajahmu persis papamu, orang yang dianggap mamamu telah menghancurkan hidupnya, jadi...mengertilah Zee," ucap Sonia panjang lebar, dan dengan lembut menatap Zee sambil mengangguk pelan.
Zee menatap lalu lalang orang yang sibuk, mencerna semua kata-kata Sonia. Tiba-tiba ia ingin melihat wajah mamanya, ada penyesalan, mengapa ia tidak membawa apapun yang bisa mengingatkannya pada mamanya. Zee menggeleng pelan, kembali memorinya berputar, saat masa kecil, remaja dan ia merasakan kesepian yang amat sangat, matanya memanas dan Sonia kembali mengajak Zee berjalan-jalan mengitari Paris sore itu, ia memahami perasaan sahabatnya yang sedang gamang.
