Pustaka
Bahasa Indonesia

Merebut Hati Kolonel

131.0K · Tamat
Chay-in27
122
Bab
611
View
9.0
Rating

Ringkasan

Pernikahan atas keterpaksaan Aditya pada seorang putri cantik kerabat dekat Ayahnya, membuat pria berdarah Aceh itu mengatakan terus terang pada Nancy ... "Aku mencintai Evi, bukan mencintai kamu!" Nancy yang mengharapkan sentuhan dari tangan suaminya pada malam pertama, yang tak kunjung hadir, membuat ia hanya pasrah pada takdir perjodohan mereka berdua. Cinta, datang karena kebersamaan ... Aditya harus meninggalkan Nancy setelah tiga bulan kebersamaan mereka, pergi ke medan perang selama satu tahun. Hubungan jarak jauh dalam waktu yang lama bagi kedua-nya, membuat Nancy harus melahirkan putra pertamanya tanpa Adit ... "Anak siapa ini! Apakah kamu mengkhianati aku?! Kita belum pernah melakukan apapun selama menikah ...!" Apa yang dialami Adit selama di medan perang, membuat Aditya mengalami depresi berat, hingga melupakan kenangan bersama Nancy ... Mampukah Nancy bertahan demi memperjuangkan rumah tangga, sedari remaja menginginkan menjadi istri Aditya Atmaja.

PengkhianatanMenantumiliterRomansaSweetCLBKLove after MarriageBaper

Selamat

"Pak ... Neng serius. Neng mau jadi istri Mas Adit, tolong lamar Mas Adit buat Neng. Neng jatuh hati sama dia dari dulu," tunduknya hormat, saat tiba dikediamannya.

Sugondo terdiam, keringat dinginnya keluar. Seumur hidup, baru kali ini putri kesayangan membicarakan pria di hadapannya serta Ningsih.

Malu, hanya itu yang ada dalam benak Sugondo.

"Neng, apa kamu yakin akan menikah dengan orang yang tidak mencintai kamu? Bahkan dia tidak pernah tahu perasaan kamu selama ini. Ibu tidak mau melihat kamu menderita, Neng ..." ungkap Ningsih memberi pengertian.

Nancy menatap seraya memohon kepada Ningsih dan Sugondo, "Neng jatuh hati Bu, Neng cinta sama Mas Adit. Neng yakin, suatu saat nanti kami pasti bahagia. Neng mau menjadikan Mas Adit suami Neng. Neng cinta Bu ..." tangisnya, membuat Sugondo tak bisa berbuat apa-apa.

Sugondo yang mengetahui Aditya akan kembali beberapa minggu lagi, hanya bisa menelan ludahnya, sambil berpikir bagaimana caranya untuk membicarakan hal ini pada sahabat sekaligus rekan bisnisnya.

.

"Tak ... Tak ... Tak ..."

Terdengar suara sepatu PDL milik pria bertubuh tegap berlari kencang menuju kediaman kekasihnya Evi.

"Mas pulang Neng, dan kita akan menikah ... Mas janji setelah ini kita akan hidup bahagia, selamanya ..."

Pria itu terus berlari kencang menyusuri gang sempit, saat mobil loreng menghentikan kendaraan yang berplat nomor angkatan darat menurunkan pria itu di sana.

Dia terus berlari melihat rumah putih dan bersih, dengan wajah berbalut peluh, untuk menjemput sang pujaan hati.

Kini matanya menatap nanar rumah yang di penuhi kembang indah, tenda yang terlilit kain putih indah di tiap-tiap sudut tiang, membuat hatinya seketika gundah.

Para tamu hanya berucap, "Sah ... Sah ... Sah ... Alhamdulillah ..."

Suara mikrofon yang terdengar hingga ujung jalan, di mana pria itu kini berdiri tegap dengan balutan baju loreng, di lengkapi baret merah yang masih berada di kepalanya.

Seketika langkahnya terhenti, dengan hati sedikit bergetar hebat, seakan-akan gelombang tsunami yang menggulung relung hati terdalamnya, melihat janur kuning melengkung bertuliskan nama sang kekasih ... 'Evi dan Bambang'. 

Pria itu menarik nafas dalam-dalam, ia yakin bahwa bukan Evi sang kekasih yang menikah saat ini. Bisa jadi saudara mereka, atau juga tetangga yang memiliki nama yang sama ...

Aditya, nama gagah itu tercantum di dada kanannya membuat dia melanjutkan langkahnya untuk mendekati kediaman Pak Sunardi yang akan segera menjadi calon mertuanya.

Seketika beberapa pasang mata menoleh kearahnya, menunduk hormat karena pakaiannya, memberi jalan saat langkah itu semakin mendekat masuk kedalam acara pernikahan.

Seketika langkah Adit terhenti, saat melihat wanita yang berbalut kebaya putih, dengan riasan pengantin Sunda dan sangat cantik.

Mata Adit menatap lekat tak berkedip, seketika mata mereka saling bertatapan, dengan menyaksikan Bambang sahabatnya telah duduk di sebelah Evi sang kekasih hati.

Dada Adit bergemuruh seketika, bahkan matanya terasa panas, saat melihat senyuman Evi yang lebih dulu menyambutnya.

Berkali-kali Adit menyemangati dirinya sendiri, meyakinkan bahwa yang dia lihat ini bukan Evi sang kekasih, melainkan Evi lain yang merupakan saudara kembarnya ataupun tetangga keluarga wanita itu.

Adit menautkan bibirnya, tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras, seketika dadanya terasa sangat perih. Janji yang pernah terucap, terasa di ingkari tanpa komando, atau salam perpisahan.

Jika di ikutkan hati, ingin sekali dia menghadapi hukuman di barak pelatihan, daripada harus menyaksikan kejadian yang tak mengenakan perasaannya sebagai seorang prajurit Angkatan Darat.

Seketika Adit menutup matanya pelan, mengingat janji yang pernah mereka ucapkan, untuk terus bersama walau jarak memisahkan.  

Kota kembang yang menjadi saksi sejarah saat Aditya Atmaja meninggalkan Evi selama tiga tahun dalam masa pendidikan dan dinasnya di satu daerah konflik Yordania, untuk tetap menjaga kehormatan hingga waktu itu tiba menata impian hidup bersama.

Akan tetapi, ikrar janji setia telah terucap. Bahkan Evi telah menikah dan menjadi istri ...

Kini setelah Adit kembali, berdiri tegap di hadapan para tamu. Pertama kali dalam hidupnya, dia harus menerima kenyataan pahit, bahwa gadis yang dia cintai selama empat tahun, telah di persunting oleh sahabatnya sendiri.

"Aaaagh ... Kenapa kamu tidak sabar menunggu wanita ku ...?" hanya itu yang ada di dalam benak kewarasan Adit saat matanya masih terpejam.

Saat dia membuka mata, sesaat itu pula gadis cantik yang berbalut kebaya indah itu mendekati nya tanpa perasaan bersalah ataupun berdosa.

Langkah pengantin wanita yang lembut, berjalan pelan hanya mampu berkata ...

"Mas ..."

Terdengar suara Evi yang masih berjarak tiga meter di saksikan pria yang kini telah menjadi suaminya masih duduk di hadapan penghulu dan Pak Sunardi yang memandang kearah nya.

Adit masih belum bisa sepenuhnya berada di ambang kewarasan. Dia masih melihat gadis itu terus melangkah mendekatinya dengan langkah pelan, namun terhenti saat melihat wajah prianya yang tampak tenang setelah bersusah payah mengembalikan semangat nya agar tetap tenang.

Adit tersenyum, memperlihatkan gigi putih yang rapi juga menawan para tamu yang hadir. Beberapa mereka mengetahui hubungan Aditya dan Evi, ada juga yang tidak mengetahui hubungan antara mereka.

Berbisik-bisik mengasihani Aditya yang tengah di rundung kesedihan, karena menyaksikan pernikahan sang kekasih yang begitu cepat dan menjadi bahan gunjingan.

Adit berusaha berbesar hati, saat melihat Evi yang sangat anggun juga kemayu mendekatinya, walau hati terasa hancur bahkan remuk, saat matanya menatap kearah Bambang yang menunduk hormat padanya.

Tak tersirat bahwasanya mereka memiliki hubungan sebelumnya, tapi inilah realita anak muda yang harus Aditya terima di usianya 26 tahun.

Adit mengangguk-angguk, mengalihkan pandangannya agar tak tampak hancur di hadapan wanita yang dia cintai.

"Selamat ..."

Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir Adit seketika tampak mengering, tanpa mau mendengarkan penjelasan apapun dari gadis yang sudah sah menjadi istri Bambang.

"Mas ..."

Air mata Evi seketika mengalir deras, ingin menjelaskan arti dari pernikahannya.

Namun, Adit mendongakkan kepalanya kembali menatap lekat mata indah milik gadis yang sangat dia cintai. Kemudian menunduk lagi, menahan perih yang jatuh ke dalam.

Seperti mendapatkan serangan bombardir mendadak dari arah lawan, membuat Adit tak sanggup berlindung untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Begitulah perasaan yang tersirat dari raut wajah yang berusaha tegar, saat melihat dengan mata kepalanya, kekasih hati menerima pinangan pria lain.

Lagi-lagi Adit salah tingkah, dia kalah ... Wajah tampannya memerah, bahkan semakin tak kuasa untuk menyembunyikan kekecewaannya.

"Mas permisi ... Semoga bahagia selamanya ..."

Kalimat itu yang mampu dia ucapkan, sebelum meninggalkan rumah putih yang menjadi saksi kisah perjalanan cintanya selama ini. 

Aditya membalikkan badannya, seperti sedang tertampar setelah menghadap sang komandan yang memberi perintah. Dia berlalu membawa kepedihan hati tanpa menoleh ke belakang.

Adit mengepalkan tangannya, saat Evi lagi-lagi memanggil namanya ...

"Mas, Neng masih mencintai ... M-a-s ...!"

Hanya kalimat itu yang terngiang di telinga Adit dari kejauhan, saat kakinya melangkah meninggalkan acara sakral. Tanpa menoleh, tanpa berbalik, semua hanya tinggal kelukaan yang akan selalu membekas dan semakin sakit jika di kenang.

.

Sudah lebih dari satu minggu Aditya berada di kediaman orang tuanya. Wajah murung bahkan tak ingin berbasa-basi dengan orang yang telah menjadikannya pria berpangkat seperti saat ini.

BRAAAK ...!

Pintu kamar terbuka lebar, terlihat Atmaja, tengah berkacak pinggang di hadapan putranya.

"Cepat bersiap-siap! Karena malam ini merupakan pernikahan mu dengan Nancy!" tegasnya tanpa mau melihat sang putra yang masih di rundung kesedihan.

Aditya menggeram, jika itu bukan orang tuanya. Mungkin saat ini dia telah mengusir pria paruh baya yang telah pensiun dari masa dinasnya dari angkatan udara, dari dalam kamarnya yang masih tampak gelap tanpa cahaya.

"Pak, Nancy mana lagi! Sudahlah, jangan menjodohkan aku sama gadis lain. Saat ini aku lagi enggak mau memikirkan wanita. Aaaagh ...!" sesalnya memukul kasur kapuk yang menjadi saksi kesedihan nya kala itu.

Atmaja tak bergeming, dia tetap pada pendirian nya untuk menjodohkan putra kesayangan dengan putri sahabatnya Sugondo.

"Aku tidak peduli. Dari pada kamu terus meratapi Evi yang sudah tidak setia padamu! Baru di tinggal tiga tahun, sudah menikah dengan laki-laki lain yang merupakan sahabat mu! Wartawan pula, wanita apa itu. Katanya menjaga kehormatan, tapi menikah mendadak!" umpatnya geram.

"Pak ..."

"Cepat bersiap-siap! Bapak tunggu satu jam. Pakai baju kemeja yang sudah di persiapkan Ibu, mu! Jangan membantah atau membangkang! Saat ini, kamu sudah kalah. Pernikahan harus di balas dengan pernikahan. Kamu harus menikah dengan putri Pak Sugondo, titik!"

Aditya hanya duduk di bibir ranjang, mengusap kepalanya kasar.

"Apa salah Mas pada mu, Neng? Mas yakin, pasti ada rahasia yang sengaja kamu tutupi dari pernikahan kamu. Mas akan terus mencari, kenapa kamu menikahi Bambang ..."

Lagi-lagi mata Aditya memerah, dia menangis sejadi-jadinya ...

"Aku tidak mencintai wanita lain selain Evi, Pak ...!" geramnya meremas kuat rambutnya.