Bab 5 Mempertahankan Anak Mereka
Aku hanya merasa konyol.
Untuk sesaat, aku merasa Febian menjadi begitu asing hingga aku tidak bisa mengenalinya lagi.
Aku tidak percaya, kenapa pemuda yang dulunya hanya memiliki aku di matanya, bisa berubah menjadi seperti ini sekarang?
Aku berpacaran dengannya selama empat tahun dan menikah selama tiga tahun.
Pada akhirnya, kami tidak bisa melewati cobaan pernikahan di tahun ketujuh.
Ketika mengingat bagaimana sikap Febian yang sebelumnya dan melihatnya seperti ini sekarang, aku pun merasa jijik.
Aku melepaskan diri dari genggaman tangannya dengan sekuat tenaga dan langsung pergi tanpa menoleh ke belakang.
Sebelum pergi, aku mengepalkan tanganku dengan keras, memaksa diriku untuk tidak meneteskan air mata.
Setidaknya tidak menangis di depannya.
Dia tidak layak untuk itu.
Dalam perjalanan pulang, aku menerima panggilan telepon dari Lucy.
Dia bilang ingin berbicara denganku dan dia akan bunuh diri jika aku tidak datang.
Dengan terpaksa, aku bergegas menuju ke lokasi yang dia berikan.
Lucy berdiri di samping kolam di taman, paras cantiknya terlihat kasihan dengan isakan tangis yang menyedihkan.
"Kakak kelas, ini semua salahku. Tapi anak di dalam perutku adalah sebuah nyawa yang hidup ...."
Maksud perkataanya terlihat sangat jelas.
Aku tidak mengatakan apa-apa, hanya menatapnya dengan tenang.
Lucy terlihat semakin menyedihkan, "Maafkan aku Ginata, aku tahu apa yang terjadi antara aku dan Febian itu menyakitimu, tetapi ...."
"Kamu juga pernah kehilangan seorang anak, kamu seharusnya tahu betapa sakitnya menggugurkan anakmu sendiri."
"Apalagi, dokter mengatakan bahwa jika anak ini tidak dipertahankan, maka aku tidak akan pernah bisa memiliki anak lagi di masa depan."
"Kalau memang tidak boleh, aku bisa melahirkan anak ini untukmu dan Febian. Aku hanya memohon agar kamu mengizinkanku mempertahankan anak ini."
Kata-kata Lucy ini tidak diragukan lagi bagaikan tusukan tajam yang menusuk bagian terlembut hatiku.
Aku menahan sakit hatiku dan menatapnya dengan dingin.
"Jika kamu ingin mempertahankan anak itu, mengapa kamu masih berkata mau bunuh diri? Atau ini juga salah satu permainanmu?"
Mengerti jelas maksud Lucy, aku tidak lagi memperdulikannya dan berbalik pergi.
Namun, begitu aku baru saja berbalik, tiba-tiba terdengar suara. BYUR!
Aku terkejut, lalu tanpa sadar berbalik lagi dan melihat Lucy melompat ke kolam.
Tepat ketika aku ingin berteriak meminta bantuan dan mencoba menariknya ke atas, sebuah sosok yang tidak asing melompat ke bawah dengan secepat mungkin.
Sosok itu adalah Febian.
Dia menyelamatkan Lucy dan memeluknya untuk menenangkannya.
Kemudian dia menatapku dengan mata dingin.
"Ginata, tidak peduli seberapa besar Lucy membuatmu kesal, kamu harusnya tidak boleh melihatnya mati begitu saja tanpa menolongnya, bukan?"
