Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bayangan Jahat

"Argght....,"

Arvid mengeruak ,ia kini mencoba berdiri dengan tegak di tengah kegelapan yang semakin menyelimuti, mata Arvid bersinar merah menyala, mencerminkan kekuatan yang sedang bergolak di dalam dirinya. Cahaya biru kehijauan dari cincin di jarinya kini kembali menyala, tapi berbeda. Kali ini, ia terasa lebih kuat, lebih murni, dan lebih menggetarkan dari sebelumnya.

Namun, ada ketegangan yang membekap, sebuah bayangan yang berdiri di depannya bukanlah sekadar ancaman biasa. Ini adalah sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang ingin menguasai dirinya.

Makhluk itu ketakutan, mereka menjauhi Arvid tapi tidak dengan sosok bayangan yang baru muncul itu, kembali mendekat dengan gerakan yang hampir tak terlihat, semakin menebarkan aura kegelapan yang menekan udara di sekitar mereka. Arvid merasakan tubuhnya mengeras, otot-ototnya tegang, siap untuk melawan apapun yang datang.

"Apa yang kamu inginkan dariku?" Arvid bertanya, suaranya berat dan penuh tekad.

Bayangan itu tidak menjawab dengan kata-kata. Sebaliknya, bayangan itu hanya melangkah lebih dekat, semakin menyelubungi Arvid dengan kegelapan yang mengerikan. Dari dalam bayangannya, sebuah suara dalam yang berat terdengar, penuh kebencian dan rasa tak terhingga. "Aku tidak menginginkan apapun, Arvid. Aku hanya akan mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."

Dia mengerti. Ini bukan sekadar tentang kekuatan yang ada dalam dirinya, atau perjanjian yang mengikat garis keturunannya. Ini adalah soal sesuatu yang jauh lebih besar. Sesuatu yang telah lama tidur, menunggu untuk bangkit dan menguasai dunia ini. Dan ia, si Arvid adalah kunci yang telah membukakan pintu menuju kegelapan itu.

"Apa yang sebenarnya kamu inginkan dariku?!" Arvid berteriak, tidak tahan dengan tekanan yang semakin berat itu. Lina, yang berada tidak jauh dari mereka, masih terbaring lemah, namun berusaha untuk bangkit, menatap Arvid dengan penuh harapan.

"Sekarang kamu sudah membuka pintu," suara bayangan itu kembali terdengar. "Aku akan mengambil alih dirimu, Arvid. Kamu tidak akan bisa melawan kegelapan yang menguasaimu. Kamu tidak bisa menghindar dari takdirmu."

Seketika, Arvid merasakan tubuhnya mulai kehilangan kendali. Cahaya biru dari cincin itu mulai memudar, digantikan oleh kegelapan yang semakin meresap ke dalam dirinya. Kekuatannya terasa mengalir deras, namun bukan seperti sebelumnya. Kali ini, itu lebih gelap, lebih menekan, dan jauh lebih kuat. Sesuatu yang asing dan menakutkan mulai menguasai pikirannya.

Tidak jauh dari situ, Lina berteriak, "Arvid! Jangan biarkan dirimu terjebak! Kamu masih punya pilihan!"

Namun suara Lina hampir tak terdengar di telinga Arvid, tenggelam dalam gemuruh suara gelap yang memenuhi kepala dan hatinya.

Sesuatu yang lebih gelap dari kegelapan itu mulai menguasai pikirannya. Kekuatan yang selama ini dipendam dalam dirinya, yang muncul dengan bentuk manusia dan serigala, kini terasa semakin tumpang tindih dengan kekuatan yang jauh lebih tua, lebih jahat.

Bayangan itu tersenyum, atau setidaknya, Arvid merasa ada sesuatu yang mengarah pada senyuman dari kegelapan itu. "Kamu memang punya pilihan, Arvid. Tetapi tak ada yang bisa menghindar dari takdir. Tak ada yang bisa melawan kegelapan ini."

Arvid berjuang, berusaha mengendalikan diri. "Aku bukan milikmu!" teriaknya, mengumpulkan sisa-sisa kekuatan dalam dirinya.

Namun, bayangan itu mengangkat tangannya, dan seketika Arvid merasa tubuhnya terhuyung. Cahaya biru dari cincin di jarinya semakin memudar, dan kekuatan dalam dirinya semakin tertutup oleh kegelapan yang merayap. Arvid terjatuh ke tanah, tubuhnya bergetar hebat.

Lina berlari ke arahnya, terengah-engah. "Arvid!" serunya, meraih tubuhnya yang lemah. "Jangan menyerah! Kamu tidak sendiri! Aku di sini untukmu!"

Namun, dalam hati Arvid, pertarungan itu terasa seperti pertempuran melawan dirinya sendiri. Apakah dia bisa mengalahkan kegelapan itu? Atau, apakah dia akan menjadi bagian dari dunia yang lebih gelap ini?

Bayangan itu kembali muncul di hadapannya, mengarah pada sosok Arvid yang terjatuh. "Kamu tidak punya pilihan, Arvid," suara itu bergema, "Takdirmu sudah terjalin. Kamu hanya belum sepenuhnya menyadarinya."

Arvid mengangkat kepalanya, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak peduli tentang takdir! Aku yang akan menentukan takdirku sendiri!" teriaknya, mengumpulkan seluruh kekuatannya, berusaha menepis bayangan itu.

Namun, bayangan itu tidak tergoyahkan. Dengan gerakan cepat, ia mencengkeram lengan Arvid, memaksa dia untuk melihat ke dalam mata kosongnya. "Kamu tidak akan bisa melawan kami," kata suara itu, penuh kemenangan. "Kamu sudah memutuskan dengan membuka pintu ini. Sekarang, dunia ini akan menjadi milik kegelapan."

Arvid merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah kekuatan yang luar biasa sedang merasuk ke dalam dirinya, dan sepertinya ia tidak bisa menghentikannya. Namun, di dalam kegelapan itu, ada satu hal yang masih ia pegang, suaranya, Lina.

"Lina..." Arvid berbisik, matanya berkilat penuh rasa takut, namun juga tekad. "Kamu... kamu percaya padaku?"

Lina, yang masih berusaha berdiri, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Aku percaya padamu, Arvid. Kamu lebih dari sekadar takdir ini. Kamu bisa menghadapinya!"

Suara Lina itu memberi Arvid kekuatan baru. Meskipun tubuhnya terhuyung, meskipun kekuatan kegelapan itu semakin mendalam, Arvid tahu satu hal jika ia tidak akan membiarkan kekuatan ini mengendalikan dirinya.

Dengan satu dorongan kekuatan terakhir, Arvid melepaskan dirinya dari cengkraman bayangan itu. Tubuhnya mengeluarkan cahaya biru yang menyilaukan, lebih terang dari sebelumnya, seolah membelah kegelapan itu. Arvid berdiri tegak, menghadap bayangan itu dengan keyakinan yang baru ditemukan. "Aku memilih untuk menjadi diriku sendiri. Tak ada yang bisa mengendalikan hidupku lagi!"

Namun, bayangan itu tidak mundur. Ia tersenyum, namun kali ini, senyuman itu penuh dengan rasa ancaman yang lebih dalam. "Kamu telah membuat pilihan yang sangat sulit, Arvid. Tetapi ingat jika kegelapan selalu menunggu."

Tiba-tiba, sebuah ledakan hebat mengguncang tanah di sekitar mereka, dan langit di atas mereka menjadi gelap, seakan dunia ini sedang terpecah. Arvid, Lina, dan bayangan itu berada di tengah-tengah kekacauan yang baru saja dimulai.

Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah Arvid benar-benar bisa melawan kegelapan yang semakin mendalam, ataukah ia akan terperangkap dalam takdir yang lebih gelap daripada yang pernah ia bayangkan?

Arvid berdiri di tengah kegelapan yang menyelimuti gua, darahnya mendidih oleh ketegangan yang semakin terasa. Cahaya biru kehijauan dari cincin di jarinya mulai memudar, digantikan oleh bayangan gelap yang terus menguasai tubuhnya. Setiap detik terasa seperti pertempuran antara kehendak dan takdir. Arvid merasakan tubuhnya bergetar, bukan hanya karena kekuatan yang mengalir di dalamnya, tetapi juga karena ancaman yang kini ada di depannya. Seperti sebuah kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan. Bayangan itu, yang semakin membesar, memancarkan aura kebencian yang tak terhingga, hampir seperti ia bisa menghisap jiwa Arvid sendiri. "Kamu takkan bisa melarikan diri," suara bayangan itu terdengar serak dan mengerikan, seolah-olah ada ratusan suara yang mengelilinginya, semua berteriak dalam kehancuran.

Lina yang berada di samping Arvid mencoba untuk berdiri, meskipun tubuhnya masih lemah. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang menentukan. "Arvid, jangan biarkan dirimu dikuasai!" serunya dengan suara penuh ketakutan, namun juga penuh harapan. "Kamu lebih dari itu! Ingat siapa dirimu!" Arvid merasa kekuatan dalam dirinya semakin bertambah, tapi kali ini bukanlah kekuatan yang berasal dari dirinya sendiri. Itu adalah kekuatan yang lebih tua, lebih jahat, yang memaksa dirinya untuk tunduk. Setiap pikiran yang muncul terasa seperti terperangkap di dalam sebuah cengkeraman yang tak bisa ia lepas. Apakah ia harus menerima kenyataan bahwa takdir ini sudah tertulis sejak lama? Apakah ia harus menyerah pada kekuatan yang datang untuk menguasainya? Arvid merasakan ketakutan yang begitu mendalam, bukan karena fisik, tetapi karena pikirannya yang terpecah antara dua pilihan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Kegelapan itu semakin mencekam, dan Arvid merasakan dirinya terjebak dalam lingkaran yang tak berujung. Bayangan itu kembali mendekat, seolah ingin menghisap segala keberadaan yang ada dalam dirinya. "Kamu bukan siapa-siapa, Arvid," suara itu terdengar semakin mendalam, seakan berasal dari dalam jiwa Arvid sendiri. "Kamu hanyalah seorang alat untuk melanjutkan takdir yang telah ditentukan. Aku adalah bagian dari kegelapan yang mengendalikan dunia ini. Tak ada yang bisa menghindar darinya." Arvid merasa nafasnya tercekat, tubuhnya hampir tak bisa bergerak. Dalam satu momen, ia merasa seakan seluruh keberadaannya diambil dari dirinya. Namun, suara Lina kembali bergema di dalam kepalanya, menumbuhkan kembali seberkas harapan yang hampir padam. "Ingat, Arvid. Kamu memilih untuk hidup. Kamu memilih untuk bebas!" Arvid mengerahkan segala kekuatan yang tersisa, menepis bayangan itu yang mulai mencengkramnya lebih kuat.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel