
Ringkasan
Perbedaan dunia dan kehidupan, tak membuat kedekatan mereka terhalang, meskipun sang kekasih adalah werewolf, si gadis tetap memilih bersama, meski sebenarnya itu tak mungkin.
Awal perkenalan
Bulan purnama menggantung di langit, lebih besar dari biasanya. Cahaya putihnya jatuh di antara pepohonan, menelusuri jalan setapak di hutan yang gelap.
"Apa aku tersesat?" Pria muda itu melihat sekitarnya.
Dia bernama Arvid, tinggal seorang diri di dalam hutan. Kini ia harus berlarian menyelamatkan diri.
Tampak napasnya berat, dadanya naik turun seiring langkah-langkah yang tergesa. Ranting-ranting kering patah di bawah kakinya, semak berduri menggores kulitnya, tapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan apa yang terjadi di dalam tubuhnya.
Ada sesuatu yang menggerogoti kesadarannya.
Panas menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat setiap otot menegang. Tulangnya seperti ingin meledak dari dalam, kulitnya bergetar, berubah. Dia tahu apa yang akan terjadi. Dia tahu bahwa dalam hitungan detik, dirinya yang manusiawi akan lenyap.
Dan itu terjadi begitu saja.
Cakar-cakar tajam menggantikan jari-jarinya. Rahangnya memanjang, gigi-gigi tumbuh lebih besar. Seluruh tubuhnya meregang, membesar, dan dalam satu embusan napas yang berat, Arvid bukan lagi seorang manusia. Dia adalah serigala.
Tapi malam ini... terasa berbeda.
Di tengah jalan setapak, di bawah sinar bulan yang menyilaukan, seorang gadis berdiri.
Arvid berhenti. Tatapan matanya yang kini bersinar kuning terang, terkunci pada sosok itu. Gadis itu tampak muda, rambut hitamnya menjuntai melewati bahu, pakaiannya sederhana, nyaris tidak cocok dengan hutan yang gelap. Tapi yang membuat Arvid waspada bukanlah penampilannya.
Itu ekspresinya.
Dia tidak takut.
Arvid bisa mendengar detak jantungnya, sedikit lebih cepat dari biasanya, tapi tetap stabil. Seharusnya dia berlari, berteriak, atau setidaknya mundur selangkah. Tapi tidak. Gadis itu justru menatap balik, dengan mata yang penuh pengertian.
"Kamu... siapa?" suara Arvid menggema di kepalanya. Dalam wujud serigala, dia tidak bisa berbicara, tapi pertanyaannya tetap ada di dalam pikirannya.
Gadis itu tersenyum kecil. "Aku Lina."
Nada suaranya tenang. Terlalu tenang untuk seseorang yang berhadapan dengan makhluk buas seperti dirinya.
"Kamu tidak takut?" Arvid bergumam dalam pikirannya, menggeram rendah.
Lina tidak menjawab langsung. Dia hanya melangkah maju sedikit. Gerakan yang seharusnya memicu insting berburu dalam diri Arvid, tapi anehnya, tidak. Ada sesuatu pada gadis ini yang membuat nalurinya bertentangan satu sama lain.
"Kamu bukan monster," katanya akhirnya.
Arvid tersentak.
Selama ini, semua orang melihatnya sebagai ancaman. Sebuah kutukan yang harus dihindari. Tapi Lina, dia malah mengatakan sebaliknya. Seakan-akan dia tahu sesuatu yang lebih dalam tentang dirinya.
"Tidak. Jangan mendekat!" Arvid mencoba mundur, mencoba melawan dorongan liar dalam tubuhnya. Tapi bulan purnama punya aturan sendiri, dan ia lebih kuat dari kemauan Arvid. Napasnya semakin berat, nalurinya ingin menerkam, ingin berlari, ingin...
"Aku bisa membantumu," kata Lina, suaranya tetap tenang tapi ada ketegasan di dalamnya. "Aku bisa membantumu mengendalikan dirimu."
Dan tiba-tiba, sesuatu di dalam Arvid berubah.
Naluri buasnya yang liar perlahan mereda, seperti ditarik mundur oleh kekuatan yang tak terlihat. Ia masih bisa merasakan detak jantungnya yang cepat, masih bisa mencium bau tanah basah dan pepohonan di sekelilingnya, tapi dorongan untuk menyerang menghilang begitu saja.
Bagaimana mungkin?
"Kamu... bagaimana bisa melakukan ini?" tanyanya dalam pikirannya.
Lina memandangnya dalam diam, seolah sedang memilih kata-kata yang tepat.
"Aku tahu apa yang terjadi padamu," katanya pelan.
Sebelum Arvid bisa bertanya lebih jauh, suara gemuruh terdengar di kejauhan. Bukan suara angin, bukan suara ranting jatuh. Ini lebih berat. Lebih dalam.
Dan lebih berbahaya.
Arvid langsung menoleh ke arah hutan yang gelap. Ada sesuatu di sana. Ia bisa merasakannya.
"Lina... apa itu?" tanyanya waspada.
Gadis itu menegang. Wajahnya, yang tadinya tenang, berubah menjadi serius. "Itu bukan suara biasa," katanya, lirih. "Itu adalah The Hunter."
Darah Arvid terasa membeku.
The Hunter.
Nama itu bukan sekadar legenda di antara para manusia serigala. Itu adalah mimpi buruk yang nyata, makhluk yang dirancang untuk memburu dan membunuh seperti dirinya. Seorang pemburu yang lebih kuat dari yang pernah ia hadapi.
Arvid mundur selangkah, instingnya berteriak untuk lari. Tapi Lina mengulurkan tangannya, menggenggam bulu di lengannya.
"Kamu tidak bisa melawannya sendirian," katanya. "Ikut aku."
"Apa kamu gila?" Arvid menggeram. "Aku tidak bisa mempercayaimu. Aku bahkan tidak tahu siapa kamu sebenarnya!"
Lina menatapnya dengan mata yang tajam. "Kamu akan tahu. Tapi sekarang, kita harus pergi."
Dan sebelum Arvid bisa berpikir lebih jauh, suara di hutan semakin dekat.
Mereka tidak punya pilihan lain.
Lina menariknya ke arah sebuah gua tersembunyi, dan tanpa sadar, Arvid mengikuti.
Hatinya masih dipenuhi kebingungan, tapi satu hal yang ia tahu pasti jika malam ini, bukan hanya dirinya yang berubah.
Sesuatu yang jauh lebih besar sedang datang. Dan ia tidak yakin bisa menghentikannya.
Malam ini bukan hanya tentang dirinya yang berubah menjadi serigala. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih tua, dan lebih berbahaya yang telah bangun di dalam hutan dan Arvid bisa merasakannya. Sesuatu yang bukan sekadar legenda, bukan sekadar ancaman biasa. Suara gemuruh itu semakin dekat, udara di sekitar mereka terasa lebih berat, dan untuk pertama kalinya, Arvid merasakan ketakutan yang tidak berasal dari dirinya sendiri.
**
