Part 8
"Mbak sedang apa?" tanya Wika menghampiri Sofi yang tengah berjibaku di dapur.
Sofi menoleh pada Wika dan tersenyum, "masak buat makan malam." jawabnya dan kembali fokus pada bahan-bahan masakannya.
"Butuh bantuan?" tanya Wika menawarkan diri.
"Memang kamu bisa masak?"
Wika menggeleng, "ya gak terlalu sih, tapi aku bisa masak air, masak mie instan dan telur dadar. Hehe, hanya itu yang paling gampang." tukas Wika nyengir.
"Dasar!" Sofi geleng-geleng kepala.
"Ah, aku mau bantu, boleh ya?" tanya Wika yang kini sudah memegang pisau dan mengambil satu buah kentang untuk ia kupas.
Sofi hanya diam membiarkan Wika yang berniat ingin membantunya, tak ada salahnya juga toh Sofi jadi lebih merasa terbantu.
"Mbak tinggal sendirian disini?" tanya Wika memecahkan suasana hening diantara mereka.
"Ya." jawab Sofi singkat.
"Suami mbak memang dimana?" tanya Wika lagi penasaran dengan sosok adik Pras ini.
Sofi tertawa mendengarnya, "aku masih lajang Wika, alias belum menikah."
Wika tampak syok, "benarkah?"
"Iya," Sofi mengangguk. "Kenapa? Kok kamu terlihat kayak gak percaya begitu kalau aku belum menikah?"
"Ah tidak, aku pikir mbak sudah menikah."
"Memang kamu ada lihat foto pernikahanku di rumah ini?" Sofi balik bertanya dan Wika menggeleng.
"Maaf," ucap Wika merasa tak enak karena sudah bertanya hal seperti itu pada Sofi.
"Tak apa, kenapa harus minta maaf? Santai aja Wika." Wika mengangguk. "Dan yah, kenapa kamu bisa berkeliaran di luar. Bukankah kamu tadi bilang ada kelas pagi di kampus, mata kuliah bahasa Inggris?" tanya Sofi yang tiba-tiba teringat.
"Ah itu—" Wika bingung ingin mengatakannya.
"Itu apa?"
"Aku di usir oleh dosen kamvreett itu!" tanpa sadar Wika mengumpati kembali Pras dan membanting kentang yang ada di tangannya ke meja.
Sofi tersentak kaget melihat reaksi Wika yang tampak marah, dan parahnya Sofi dapat mendengar jelas Wika yang mengumpati kakaknya.
Wika tersadar dengan ucapannya dan langsung cepat-cepat meralat ucapannya. "Uhm, maksudku kakakmu, pak Pras. Dia sangat tegas sekali pada mahasiswa dan mahasiswinya, sampai-sampai jika ada salah satu yang berbuat sedikit kesalahan saja maka langsung di usirnya keluar." jelas Wika bermulut manis sekali.
Sofi yang mengerti pun hanya mengangguk dan tersenyum, obrolan mereka berhenti dan fokus memasak.
*****
Malam harinya Pras baru sampai ke rumah Sofi dan berniat mengambil anaknya, setelah selesai mengajar di kampusnya yang cukup melelahkan dan menyita waktunya seharian ini.
Bayangan Vania seketika melenyapkan rasa lelah dan penat Pras yang kini melengkungkan senyumnya. Rasa rindu pada putrinya membuat ia sudah tak sabar untuk melihat, menggendong, dan mengecup wajah Vania.
Pras memencet bel pintu rumah Sofi, tak ada tanggapan. Dan Pras kembali memencet bel pintu rumah adiknya hingga akhirnya pintu pun terbuka.
"Kamu!" kata Pras kaget luar biasa saat melihat siapa sosok yang membuka pintu rumah adiknya, dan kini berdiri dengan nyata di hadapannya.
Apalagi Pras dibuat sangat kaget dengan penampilan Wika, wanita itu terlihat memakai pakaian yang berbeda dengan pakaian yang tadi ia pakai. Dan, bukankah pakaian yang dikenakan Wika itu pakaian milik adiknya, Sofi?
"Bapak...." lirih Wika juga kaget ketika membuka pintu dan mendapati Pras yang ternyata datang.
"Saya mau menjemput Vania," Wika mengangguk.
"Kamu ngapain disini? Dan, kenapa juga kamu bisa berada di rumah adik saya?" tanya Pras beruntun sehingga membuat Wika kebingungan ingin menjawabnya.
"Wika, siapa yang dat—kak Pras! Sudah pulang?" tanya Sofi yang muncul dari arah dapur.
Pras mengangguk, "baru saja sampai dan langsung ingin menjemput Vania." kata Pras melangkah masuk setelah Wika menggeser tubuhnya yang menghalangi pintu.
"Tidak ingin makan malam dulu, kak?" tawar Sofi pada Pras yang kini mendaratkan bokongnya duduk di sofa.
Sambil mengurut lembut kepalanya Pras menggeleng, "dimana Vania?" tanya Pras mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari sosok putrinya yang tak terlihat.
"Sudah tidur lagi," jawab Sofi ikut duduk di sofa.
"Lagi? Maksudnya?"
"Iya, tadi siang anak itu tidur sangat nyenyak, kemudian bangun saat sore. Mandi, mengoceh, bermain sebentar kemudian makan sambil menonton televisi cukup lama dan kembali tidur lagi." jawab Sofi sangat antusias menceritakan apa yang Vania lakukan seharian ini pada Pras.
"Sungguh? Tumben sekali anak itu banyak tidur hari ini. Biasanya anak itu sangat susah tidur dan terus mengoceh." kekeh Pras.
"Ya benar, mungkin karena ada sosok Wika di dekatnya kak. Vania merasa nyaman berada di dekat Wika."
Mendengar ucapan Sofi, senyuman di wajah Pras lenyap. Pria itu memasang wajah datar tanpa ekspresinya kembali.
"Aku mau mandi dulu disini." kata Pras bangkit berdiri dan menghentikan obrolannya dengan sang adik.
Sofi mengangguk dan memungut jas Pras yang tergeletak di sofa ketika tadi pria itu membukanya. Wika menatap punggung Pras dalam diam, pria itu melangkah menaiki anak tangga menuju kamar atas. Sofi memperhatikan Wika sambil memeluk jas Pras di depan dadanya.
Sofi menyentuh lengan Wika lembut, Wika tersentak dan menoleh ke arah Sofi.
"Kenapa Wika? Kenapa ngelihatin kakak ku seperti itu?" pancing Sofi menggoda Wika.
"Ah, tidak ada." jawab Wika tampak salah tingkah.
"Ayo, ke meja makan!" ajak Sofi dan berjalan lebih dulu. Wika mengekori Sofi menuju ke meja makan.
Wika tampak gelisah dalam duduknya di kursi meja makan, membayangkan hal selanjutnya yang akan terjadi membuat perut Wika mulas. Pastilah setelah ini mereka akan makan bersama. Tidak, tidak, Wika tak ingin bertatap muka lebih lama lagi dengan Pras.
Sebaiknya Wika harus cepat-cepat pergi dari sini. Wika bangkit berdiri dari duduknya dan bersiap pergi, namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok Pras yang baru muncul dengan penampilan sangat berbeda dari yang tadi.
Pria itu kini tampak segar dengan memakai pakaian santai, Pras berjalan semakin dekat dengan meja makan kemudian menarik salah satu kursi di sebelah Sofi dan duduk.
Matanya melirik ke arah Wika. "Kamu masih disini?" tanyanya dengan suara tajam.
Deg.
Pertanyaan macam apa itu? Apakah Pras sengaja bertanya begitu agar Wika merasa dan berinisiatif memutuskan untuk segera pergi dari sini. Istilahnya, pengusiran secara halus.
"Ayo kak kita makan dulu, aku masak makan malam kesukaan kakak." kata Sofi mengalihkan pembicaraan dan perhatian Pras.
Pras mengangguk dan menerima makanan yang telah di ambilkan Sofi ke dalam satu piring dengan ukuran porsi banyak untuknya. Mengucapkan terima kasih Pras langsung menyantap makanannya dengan semangat.
Sofi mengkode Wika untuk makan bersama, Wika tersenyum mengangguk dan mulai mengambil nasi, sayur beserta lauk-pauknya.
