Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pesan Menakutkan

Sore itu, Ziva pulang ke rumah menemui ibunya.  Semenjak ia tinggal di rumah orang lain, Ziva kerap kali merasakan rindu.  Perasaan itu muncul tanpa jeda.  Berbanding jauh dengan perasaannya dulu yang tidak memiliki ruang rindu karena setiap hari bertemu ibunya.

“Ma, Ziva capek banget kerja di sana.  Ziva mesti nyetrika baju, nyuci baju.  Itu kan nggak pernah Ziva kerjain selama ini.”  Ziva menjatuhkan kepalanya di dada sang ibu.

“Mungkin ini cara Tuhan mendewasakanmu, memperbaiki akhlakmu, juga menguji imanmu.”  Maryam, ibu Ziva mengelus rambut panjang putrinya.

Iman?  Memangnya selama ini ia punya iman?  Owalaaah… Kemana imannya pergi selama ini?  Bola mata Ziva menatap sisi dinding yang catnya sduah mengelupas, juga plafon yang tripleknya sudah menganga, handle pintu rusak dan tidak bisa dikunci lagi.  Kondisinya kini sungguh memprihatinkan.

“Mama nggak bisa berbuat banyak untukmu, Mama hanya bisa bekerja di rumah orang untuk laundry.  Dan itu hanya cukup untuk kebutuhan Mama sehari-hari, juga bayar kontrakan.  Kamu harus bisa mandiri, Nak.”  Maryam mengingat terakhir kali Ziva menelungkupkan sop buatan pembantu saat sop tersebut tidak sesuai dengan seleranya, Ziva juga mengusir pembantu barunya itu.  Itu bukanlah kali pertamanya Ziva melakukan tindakan kasar pada orang lain.  Dia adalah gadis yang semena-mena dan tidak bisa menghargai orang lain.  Semoga kejadian itu tidak membuat orang yang dizalimi mendoakan hal buruk pada Ziva hingga gadis itu mengalami hal yang sama.

Hebatnya Ziva, semenjak ia menjadi miskin, tiba-tiba gadis itu berubah.  Ia lebih tahu diri dan menyadari siapa dirinya yang kini bukanlah siapa-siapa.  Terlebih semua orang yang pernah ia hina, masih mau berbuat baik padanya.  Sepertinya ia bercermin diri.

“Ma, kenapa nasib kita berubah sedrastis ini?  Kenapa kita mesti jatuh miskin?”

“Ziva, apa kamu masih ingat kejadian tsunami yang menghantam wilayah Banten?  Daerah-daerah sebelum pesantren dan setelahnya, airnya sampai ke jalan semua, sedangkan pesantren milik Ustad Adam Ibrahim Qal seperti dilindungi Allah SWT, airnya hanya sampai tembok, santrinya selamat semua.  Itu kejadian yang benar-benar tidak masuk akal sama sekali.  Tapi itulah kuasa Allah, Dia bisa melakukan apapun sesuai kehendak-Nya.  Dia memberi ujian pada semua hamba-Nya karena sayang, Dia Maha Baik.  Tapi ingat, Allah juga bisa murka, Dia bisa memberi azab pada siapapun yang Dia kehendaki.  Allah Maha Kuasa atas segala-galanya, Nak.”

Ziva merasakan kulitnya meremang.  Apakah artinya dia sedang mendapat azab atas perilakunya selama ini?

“Dan ujian yang kamu terima ini juga dari Allah, bersabarlah, semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita.  Ingatlah pesan Mama, tetaplah menjadi gadis baik dan selalu ikhlas.  Satu lagi, jagalah kehormatanmu sebagai wanita.  Akan tiba saatnya, disaat sudah berakhir masa beramal.  Tubuh dimiringkan ke kiblat, ditutup papan di sekitar tubuh, tanah menimbun raga, dan kemudian tinggalah sendirian.  Semoga kita semua termasuk orang-orang yang memanfaatkan waktu dalam kebaikan sebelum Allah memanggil untuk mempertanggung jawabkan setiap perbuatan kita.”

Ziva benar-benar merasa takut mendengar pesan ibunya.  Sepertinya ia belum memiliki amal apapun untuk bekal.

“Ma, apa Tuhan mau maafin orang yang udah banyak ngelakuin dosa?”  Yang Ziva maksud orang yang banyak melakukan dosa adalah dirinya, tapi ia takut mengakuinya.

“Jangan berputus asa dari rahmat Allah.  Sekalipun orang yang pernah membunuh, peminum, pecandu narkoba, pezina.  Tidak ada dosa yang tidak diampuni.  Lalu kenapa berputus asa?  Yang perlu ditakuti adalah mati tanpa iman.”

Ziva menghela nafas.  Lalu mendongakkan wajah dan tersenyum menatap ibunya.

“Mau makan?  Mama udah masakin ayam kentaki buat kamu.”

“Boleh.”  Ziva mengangguk senang.

Mereka pun makan bersama.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel