Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Dia Calon Istriku

Tentu saja Aluna ingin melayangkan protesnya atas permintaan bosnya yang sangat tiba-tiba serta nyeleneh itu.

Namun sayangnya belum juga ia sempat berucap, bibir pink pucat dengan bagian tengahnya yang terbelah itu malah sudah keburu menyambar bibirnya.

Gadis itu pun serta merta terhenyak, terdiam dalam keterpakuannya saat menyadari bahwa... Pak Gevan ternyata benar-benar menciumnya!!

Aluna refleks menarik dirinya untuk menjauh, namun ia tak mampu berkutik saat kedua tangan Gevan tengah merangkum wajahnya yang mungil, membuatnya bahkan tak bisa sekedar memalingkan wajah.

Awalnya memang terasa aneh, tak wajar, rikuh dan merinding di sekujur badan. Aluna tak bisa menampik semua perasaan yang tengah berkecamuk di dalam dirinya atas kedekatan intensnya dengan Gevan.

Bibir yang biasa berucap sinis, ketus, meledek dan mengoloknya dengan kata-kata sadis itu kini malah menyesap bibirnya.

Namun...

Jika dipikir-pikir lagi, mungkin ada benarnya juga perkataan bosnya ini tadi tentang bagaimana mereka harus lebih terbiasa dengan skinship, karena pernikahan yang sebentar lagi akan terjadi.

Apalagi dengan sikap Gevan yang memagut dengan hati-hati dan lembut, tak pelak membuat Aluna pun serta-merta ikut terhanyut.

Jadi pada akhirnya, Aluna memutuskan untuk membiarkan Gevan melakukannya.

***

Gevan terkesiap ketika merasakan sengatan listrik yang membuat sekujur tubuhnya meremang, saat bibirnya dan bibir Aluna saling bertemu untuk pertama kalinya.

Ini... rasanya manis sekali.

Ia pun semakin intens mencecap rasa yang legit dari Aluna, menghisap dan menggali lebih dalam, hingga menggigit kecil benda kenyal nan lembut itu dengan sepenuh hati.

Bibir manis yang akan menjadi miliknya.

Koreksi, SUDAH menjadi miliknya.

Gevan ingin memperdalam pagutannya, ingin merasakan dan mendapatkan lebih. Ia merasa rakus, merasa ingin memiliki seutuhnya dan tak akan rela berbagi setitik pun rasa.

Dan saat Aluna akhirnya membuka mulutnya perlahan, Gevan pun langsung meloloskan lidahnya yang tak sabar ingin menjelajahi dunia Aluna yang ingin ia ketahui.

Dan Gevan pun kembali terkesiap.

Ada sesuatu yang seolah meledak dengan indah di dalam dirinya.

Yang membuat lidahnya berpesta pora dalam euforia di dalam mulut Aluna, lalu menyapu bersih segalanya tanpa berniat membiarkan sedikit pun tersisa di sana..

Keinginan Gevan untuk mendominasi begitu kuat hingga ia pun tak sanggup lagi menahan hasratnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia telah terbakar dengan begitu cepatnya.

Sekonyong-konyong kenyataan itu pun telah menghantam kesadaran dirinya yang mulai menipis.

Dengan tiba-tiba, Gevan menarik wajahnya. Kobaran api itu terpantul di rautnya yang bingung namun penuh gelora.

Ia pun menatap Aluna dengan intens, seakan mencoba mencari jawaban atas masifnya kekacauan tubuhnya yang disebabkan oleh pengaruh gadis ini.

"Kamu... ini... a-aku..." Gevan memaki dalam hati untuk suaranya yang mendadak gugup. Nafasnya yang deru dan memburu, otaknya serasa tertutup kabut, dan jiwanya seolah terguncang.

Tak pernah terbayang sedetik pun pada masa sebelumnya, kalau ternyata Aluna dan bibirnya itu bisa memberikan efek yang maha dahsyat untuk dirinya.

Gevan pun akhirnya tak meneruskan kalimat yang bahkan ia tak tahu harus berkata apa.

Ia menyerah. Menyerah untuk berpikir secara logika dan membiarkan dirinya semakin terseret gelombang gairah yang semakin membumbung tinggi.

"P-pak Gevan?" Tatapan Aluna yang polos terlihat ketakutan saat Gevan telah menurunkan sandaran kursi gadis itu hingga hampir rebah, lalu tiba-tiba ia mengambil posisi di atas Aluna.

"Jangan!" Pekik Aluna saat Gevan hendak membuka kancing gaun kerjanya. "Pak, kita sedang di pinggir jalan raya..."

Tatapan kelam penuh gairah dari mata hazel itu pun semakin menggelap. "Apa kamu mau cari hotel terdekat? Atau... kita ke apartemenku saja?" Tanya Gevan sambil terus memperhatikan bibir Aluna yang tampak basah menggiurkan.

Damned. Ia sungguh tak sabar untuk kembali memagutnya.

Jemari Gevan pun seketika terulur, tak tahan untuk menyentuh benda kenyal itu dan mengusapnya lembut.

Aluna sontak terperanjat mendengar penawaran yang diucapkan dengan suara serak dan dalam penuh janji iblis di dalamnya. Ia pun menelan ludah.

"H-hotel?" Ulangnya dengan suara bergetar, mengira kalau dirinya telah salah dengar. Semoga saja ia memang salah dengar!

"Atau apartemenku," sambung Gevan lagi, sambil terus mengelus bibir seksi gadis itu, menegaskan keinginannya yang tak dapat lagi dipungkiri yang terlukis begitu jelas dari seluruh gestur tubuhnya.

"Aku ingin bercinta denganmu, Aluna."

***

Aluna menyipratkan air yang mengalir dari keran ke wajahnya, tak peduli jika kerah kemeja abu-abunya jadi ikut basah.

Ia menatap cermin di hadapannya, yang memantulkan bayangan seorang wanita linglung yang berantakan dan kacau, sekacau otaknya saat ini.

'Apa sih yang kamu pikirkan, Aluna?!'

'Kenapa kamu membiarkan Gevan melecehkanmu, dan malah menyambutnya dengan penuh gairah? Lalu ketika kamu hendak menghentikan segalanya, kenapa alasanmu adalah karena kalian sedang berada di jalan raya?'

Tentu saja Gevan mengira bahwa dirinya ingin pindah dan melanjutkan kegiatan panas itu ke tempat yang lebih privasi!

Aluna menutup wajah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

'Gila! Aku benar-benar sudah gila!'

Rasanya Aluna ingin menjerit dan mencakar wajah Gevan saat lelaki itu menyarankan agar mereka pindah ke hotel atau apartemennya.

'Sialan! Hotel atau apartemennya? Memangnya dia kira aku cewek macam apa??!'

Namun seketika ia pun menyadari sesuatu.

Ya, tidak salah juga jika Gevan mengira ia murahan... Mana ada cewek baik-baik yang hamil di luar nikah?

Dan... mana ada cewek baik-baik yang membalas ciuman lelaki itu dengan liar seperti dirinya tadi?!

'Ada apa sih dengan diriku? Kenapa aku bisa begitu terhanyut dan malah membalas pagutan bibirnya?! Aaarghh!!!'

Dan jantung Aluna pun serasa akan meloncat keluar dari rongganya, saat Gevan mengatakan... kalau ia ingin bercinta dengannya.

Ya Tuhan. Sebegitu hinakah dirinya di mata bosnya itu?

Seandainya saja tadi pagi ia tidak bercerita soal kondisinya yang sedang hamil di luar nikah, pasti saat ini si Gevan Ahza Samudra itu masih akan tetap menjadi bos menyebalkan dengan mulut lemesnya seperti biasa, sibuk menghina Aluna dan selalu memerintahkan tugas-tugas semaunya.

Mungkin akan lebih baik seperti itu, karena Aluna tidak akan terjebak di situasi yang membingungkan seperti ini!

Terngiang kembali saat tadi Gevan mengajaknya bercinta, dan Aluna pun bersyukur karena masih memiliki akal sehat untuk bisa menolaknya.

Meskipun setelah itu ekspresi bosnya terlihat gusar, namun syukurlah Gevan tidak memaksakan kehendaknya.

Mereka kembali ke kantor tanpa ada sepatah kata pun yang terucap di dalam mobil di perjalanan menuju gedung Samudra Corporation.

Aluna memegang dadanya, dan mendesah pelan ketika menyadari bahwa debaran itu ternyata belum juga sirna.

Debaran yang dia rasakan sejak Gevan menatapnya, sebelum lelaki itu menyatukan bibir mereka untuk pertama kalinya.

'Aargh! Apa pula ini artinya?!'

***

"Van, kamu lagi ngapain?" Adam memasuki ruang kerja Gevan dan langsung duduk dengan santai di depan meja kerja lelaki itu. Meskipun cukup lancar berbahasa Indonesia, namun logat Amerika yang khas masih terdengar cukup kental mewarnai caranya berucap.

Adam adalah bawahan Gevan den posisi Chief Marketing Officer (CMO) di Samudra Corp., sekaligus juga teman baik Gevan semasa kuliah di kota Boston.

Saat Gevan menjabat CEO Samudra Corp. dua tahun yang lalu, ia pun langsung mengontak Adam untuk menawarkan jabatan CMO, karena Gevan tahu kemampuan Adam si Marketing Jenius.

Namun Gevan yang masih terbawa angan pun sepertinya masih belum sadar akan kedatangan temannya itu. Suasana hatinya sendiri saat ini benar-benar berantakan setelah mendapat penolakan telak dari Aluna.

'Damned! Memangnya siapa sih cewek itu? Beraninya dia menolak Gevan Ahza Samudra? Dasar sok suci! Bukannya dia sudah hamil? Itu artinya Aluna pasti sudah sering bercinta dengan lelaki bukan?!'

Bahkan Gevan yakin kalau dia dan Tommy sudah sangat sering melakukannya. Lihat saja cara Aluna membalas ciumannya tadi.

Liar sekali!

'Sialan! Sialan! Sialan! Aarrgh!! Tubuhku semakin panas karena marah dan gairah mengingat yang terjadi di dalam mobil tadi!'

"Van! Haloo!" Adam duduk di atas meja Gevan dan melambai-lambaikan satu tangannya di depan wajah pria itu, gerakan yang sontak membuat Gevan tersadar dari lamunannya.

"Eh? Apaan?" Sahut Gevan gelapan.

"Adam? Kapan kamu masuk?" Tanya Gevan bingung sambil mengerjap-kerjapkan matanya, diam-diam berusaha mengusir bayangan sensual desahan lirih Aluna dari dalam pikirannya.

Adam menatap heran bos sekaligus temannya yang hari ini benar-benar terlihat aneh. "Kamu kenapa sih? Seperti orang yang sedang tidak fokus. Aku sedang bertanya, tapi kamu diam saja."

Gevan mendehem pelan. "Kamu mau nanya apa?"

"Soal permintaan anggaran untuk slot baru di divisi marketing. Kamu udah approve belum?"

"Oh itu. Kamu langsung aja ke Aluna. Ada sama dia berkas-berkasnya semua," sahut Gevan datar.

Adam terlihat berpikir sejenak. "Hm... Aluna ya? Tadi dia nggak ada di tempat sih. Ya sudah, kalau begitu aku tunggu dia di sini saja, boleh kan?"

"Boleh, asal jangan ganggu."

"Siap boss! Abaikan saja Direktur Marketing tampan idola wanita ini, karena hanya wanita yang tak akan bisa mengabaikan pesonaku," cetus Adam tengil sambil menaik-turunkan alisnya.

Gevan hanya melengos malas melihatnya. Adam memang playboy. Pacarnya selalu berganti-ganti dan tak ada yang bisa bertahan lebih dari satu bulan.

"Van..."

"Van..."

"Van!"

"Ck! Apaan sih?! Tadi kan aku bilang jangan ganggu! Berisik amat!" Semprot Gevan sambil melotot garang ke arah Adam.

"Van, aku mau nanya..." dengan cueknya Adam mengabaikan ucapan Gevan barusan yang menyuruhnya untuk tidak berisik. "Itu... aku dengar si Aluna sudah putus sama pacarnya ya?"

Rasanya Gevan ingin sekali melemparkan keyboard beserta double monitornya sekalian ke arah Adam dan wajah bulenya yang menyebalkan itu!

Ia sudah tahu kemana arah bicara Adam, dan ia tak yakin akan bisa mengendalikan emosinya jika Adam tidak segera menyingkir dari hadapannya.

Sorot hazel itu seketika menghujam wajah Adam dengan dingin. "Mau apa kamu nanya-nanya tentang Aluna?"

Adam yang masih saja tidak peka bahwa suhu di sekitarnya telah berubah turun beberapa derajat akibat kemarahan Gevan, malah semakin cengengesan dengan tidak tahu dirinya.

"Selama ini sebenarnya aku sudah lama naksir dia, Van. Tapi si Aluna itu selalu cuek dan keliatan tidak peduli kalau didekati, dan ternyata kata Flora dia sudah punya pacar. Huh, dasar monyet!" Adam pun mendengus kesal.

"Terus tadi Flora baru kasih info, katanya si Aluna baru saja putus sama monyetnya! Wah, rejeki banget kan? Jadi rencananya aku mau mengantarkan Aluna pulang kantor hari ini, so... dia jangan diajak lembur ya?!"

"Oh. I see. Jadi kamu berniat mengantar dia pulang ya? Hah. Nggak bisa!" Tegas Gevan.

"Lupakan keinginan kamu itu, Dam! Aluna itu calon istriku, aku sudah melamar dia dan kita bakal menikah bulan depan," tutur Gevan tajam dan lugas, yang juga serta merta membuat Adam melongo.

Namun hanya beberapa detik kemudian, Adam tiba-tiba saja tertawa keras.

"Hahaa.... Kamu pasti becanda kan? Mana mungkin Aluna itu calon istri kamu! I know your type, Van! Modelan seperti Aluna sih sama sekali nggak masuk dalam kriteria idaman kamu."

Gevan mendengus dan hanya melemparkan lirikan tajam pada temannya itu. "Ya~ terserah kalau masih nggak percaya. Yang pasti kamu jangan pernah mendekati dia, karena Aluna itu sudah menjadi milikku."

Suara ketukan pintu pun membuat Adam membatalkan ucapannya, dan seketika wajahnya berbinar ketika melihat sosok cantik dan anggun yang masuk ke dalam ruangan Gevan.

Aluna.

"Permisi, Pak Adam. Kata Flora tadi Bapak cari saya, ya?" Aluna dengan suaranya yang lembut dan membuat Adam tersenyum lebar.

"Oh iya, Lun. Aku mau tanya soal berkas pengajuan anggaran marketing. Kata Gevan ada sama kamu, ya?"

"Loh, kan sudah saya kirim ke divisi Pak Adam kira-kira setengah jam yang lalu? Memangnya Bapak belum terima ya?"

Adam menggeleng sambil menatap Aluna lekat-lekat. "Nggak ada, Lun. Aku belum terima."

Aluna mengangguk samar sebelum kembali berujar."Oh. Kalau gitu saya coba crosscheck dulu ke bagian administrasi ya Pak. Biar di tracking dokumennya ada dimana."

Aluna bermaksud untuk kembali ke mejanya untuk mencoba menghubungi bagian marketing, tapi tiba-tiba saja Adam memegang tangannya, hingga membuat langkah gadis itu pun seketika terhenti.

"Nggak usah, Lun. Nanti biar saya saja yang tanya sendiri," tukas Adam tanpa melepaskan tangannya yang masih menggenggam pergelangan Aluna.

"Oh iya, Lun... nanti pulang kantor--"

BRAAAAKKKK!!!!!

Gevan tiba-tiba menggebrak meja kerjanya dengan keras, membuat Adam dan Aluna terlonjak kaget dan otomatis mengalihkan wajahnya ke arah CEO mereka itu.

"Sudah ngobrolnya?"

Aluna merinding mendengar nada dingin membeku dari suara Gevan, dan makin kaget melihat sorot tajam dari mata hazel yang terhunus kepada Adam dan dirinya.

Bosnya ini memang sudah sangat sering marah-marah, dan Aluna pun juga sudah kebal dengan emosinya yang kadang meledak-ledak itu.

Hanya saja kali ini ada yang berbeda.

Gevan Ahza Samudra yang ada di hadapannya sekarang terlihat... menakutkan.

Suasana yang mendadak mencekam membuat Aluna memutuskan untuk kabur saja secepat mungkin dari situ. Mending cari aman deh, biarin aja Pak Adam yang ngadepin Pak Gevan. Dia kan sahabatnya.

"Maaf, Pak. Uhm, kalau begitu saya permisi dulu..."

"Bukan kamu yang seharusnya pergi!" Hardik Gevan tiba-tiba, membuat Aluna menghentikan langkahnya yang berniat kabur dan menatap bingung ke arah bosnya itu.

"Tapi kamu. Adam." Tunjuknya lurus kepada Adam. "Keluar sekarang sebelum aku lempar wajah bulemu itu ke tangga darurat."

Sontak saja Adam terlihat tersinggung dengan pengusiran Gevan yang kasar. "Kamu ngusir aku, Van?" Tanya Adam tidak percaya.

Gevan tertawa sumbang mendengar pertanyaan Adam yang sebenarnya sudah jelas jawabannya.

"Sudah kubilang dia itu calon istriku! Dan aku juga nggak akan ragu untuk memecat kamu dari sini kalau masih juga berusaha untuk mendekati Aluna. Paham!"

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel