2. Mama Tiri Baru
“Ayo, silakan masuk. Ajak dong anaknya, kenapa malah di tinggal di luar sih,” ucap wanita itu lagi sambil mengajak ayah masuk ke dalam rumah.
Perasaanku tidak enak, karena mereka berpegangan tangan. Padahal di janji awal kalau mereka hanya berteman, akan tetapi sekarang sepertinya terjawab semua kekhawatiran sejak pergi dan meninggalkan rumah lama. Tak berapa lama, wanita berambut pirang itu datang menghampiri aku dengan sangat semringah.
Ini adalah kali pertama aku melihat wanita dengan gaya yang sangat tidak wajar seperti ini. Sungguh, sebelumnya tidak pernah karena aku terbiasa dengan pergaulan yang baik baik saja di sekolah. Bahkan semua sahabat juga tahu kalau aku adalah anak laki-laki yang tertutup, bisa di bilang introvert. Apa pun itu, dia telah tiba di hadapan dan langsung menyentuh pundak sebelah kananku sambil menatap sangat mantap.
“Kamu pasti sandi kan? Anak nya mas Bram?” tanyanya sangat merasa sok akrab padaku sekarang.
“I iya, aku adalah sandi anaknya ayah Bram. Kamu siapa ya kalau boleh tahu?” tanyaku penasaran, dengan nada suara terbata-bata.
“Sudahlah entar kamu juga tahu, sekarang kita masuk dulu yuk. Aku udah buatkan kalian makan malam yang sangat enak dan menggugah selera, kamu suka sama rendang daging gak?” tanyanya lagi padaku.
“Hmm … suka sih, tapi gak terlalu. Emangnya kenapa ya Tan?” aku malah balik bertanya padanya.
“Daging itu baik loh buat kesehatan, kalau untuk laki laki bisa membuat ototnya menjadi tambah besar dan semakin gagah gitu.”
“Oh ….”
Di sepanjang perjalanan kamu membahas tentang banyak sekali hal, wanita itu sepertinya merasa akrab padaku walau pun begitu asing ya. Bagaimana tidak, untuk melihatnya saja aku gemetaran karena porsi dari badannya yang jauh berbeda dari bentuk badanku yang terbilang masih sangat standar. Walau pun banyak sahabat di sekolah mengatakan kalau aku adalah pria berbadan kekar dan sangat macho, sepertinya pernyataan itu salah.
Setelah sampai di dalam sebuah ruang makan, aku tidak melihat ayah sama sekali. Entah ke mana dia pergi, satu hal yang pasti kalau koper miliknya masih ada di ruang tamu. Sementara wanita tadi simpang siur mempersiapkan makan malam, aku merasa kalau dia adalah asisten ayah atau siapa lah gak penting juga.
Satu persatu makanan telah dia susun rapi di atas meja, dan dengan tatapan penuh kesukaan aku menelan ludah beberapa kali. Sungguh ini adalah makanan yang sangat enak, dari gayanya begitu mirip dengan masakan bi eem yang ada di kantin sekolah. Tetapi soal rasa aku tidak tahu juga, karena belum pernah makan masakan beliau.
Tak berapa lama, akhirnya ayah datang dan dia turun dari lantai dua. Ternyata ayah sedang mandi di sana, terlihat sekali kalau rambutnya basah seperti itu. Entah kenapa, sekarang dia lebih peduli pada ketampanan. Selalu memakai minyak rambut, bahkan parfum. Biasanya kalau di rumah, tidak pernah dan terlihat sangat jarang sekali.
“Sayang, kamu udah duluan aja nih?” tanya ayah, yang secara spontan datang dan langsung duduk di hadapanku.
“Iya yah, aku tadi langsung di ajak tante ke sini. Kalau ayah habis mandi pasti ya?” tanyaku padanya.
Dia mengangguk, dan meneguk air mineral di atas meja. “Gimana sama rumah baru kita, kamu suka enggak?” tanya ayahku sangat bersemangat.
Seketika aku menoleh kanan dan kiri ruangan ini. Memang terlihat sangat bagus, dan rapi seperti terurus dan bukan lagi seperti rumah kami yang lama. Karena penghuni nya adalah laki-laki jadi tidak ada yang membereskannya. Akan tetapi aku juga rajin ketika libur sekolah, sisanya aku serahkan pada keadaan saja.
“Gimana sandi, bagus enggak rumah kita?” tanya ayah lagi.
“Bagus kok yah, aku suka dengan model an rumah seperti ini. Apalagi bentuk pintunya, ada ukiran Bali gitu kan?” kataku memuji.
“Kamu tahu aja kalau pintu rumah ini ukiran Bali, karena tante adalah orang Bali. Dan semuanya di beli dari sana, makanya terlihat bagus.” Tiba tiba tante datang sambil berceletuk.
Dia pun duduk di atas kursi, dan kami menjadi bertiga kali ini. Melihat makanan di atas meja aku merasa tidak tahan, dan langsung mengambilnya satu persatu. Lauknya juga bayak, ada ikan dan daging. Bahkan makanan see food juga ada, sepertinya tante ini sangat suka masak.
“Makan yang banyak sandi, biar kamu cepat besar dan otot kamu gak kurus lagi tuh,” ucap si tante.
“Baik tante, kalau boleh tahu nama tante siapa sih?” tanyaku penasaran.
“Oh, nama tante adalah Lastri. Panggil aja Lastri, karena kamu akan menjadi bagian dari tante juga kan,” jawabnya lagi.
Kemudian tante Lastri mengambil nasi untuk ayahku, dia perhatian dan membuatkan semuanya demi kami berdua. Tidak pernah aku melihat gelagat wanita yang seperti ini, walau pun katanya dia hanya sekadar teman saja dengan ayah.
“Makan yang banyak mas, karena aku masak banyak sekali buat kamu dan sandi,” ucapnya sangat membuat aku mendelik.
“Makasi ya, ternyata kamu benar benar paham dengan apa yang di mau oleh lelaki, kalau begitu aku akan makan semua masakan kamu.” Dengan tersenyum semringah, ayah pun mengunyah makanan bersama dengan aku.
Tidak terlihat kalau dia lelah, padahal sebelum sampai ke sini wajahnya sangat terlihat lelah. Aku yang sudah kenyang beberapa menit kemudian, bermain ponsel seraya menatap chat para sahabat yang merasa kehilangan di luar sana. Dan kantuk pun menyergap, membuat aku merasa sangat ingin memejamkan kedua bola mata.
Saking beratnya kedua mataku, ingin sekali cepat berapa di atas dipan dan menunggu besok pagi. Pasalnya, ayah telah mendaftarkan aku di sekolah baru yaitu SMA Gemilang, letaknya tidak jauh karena aku di belikan motor yang lumayan mahal padanya. Ini adalah bagian dari suap, karena aku tidak mau pindah kalau tak di belikan sepeda motor keren masa kini.
“Sandi, kalau kamu ngantuk tidur duluan gih, daripada kamu di kursi terus entar ayah gak kuat angkat kalau kamu udah ketiduran,” ucap ayah padaku.
Dengan menarik napas panjang, aku pun menjawab, “Iya ayah, kalau begitu sandi mau tidur duluan ya. Tante, sandi naik duluan ya,” ucapku pada tante Lastri.
Dia mengangguk, dan menjawab, “tidur yang lelap ya sayang, jangan lupa cuci kaki biar nyaman tidurnya.”
Tanpa menjawab sama sekali, aku pun langsung naik ke lantai dua dan memasuki kamar. Ayah tadi sempat masuk ke dalam kamar sebelah, karena pintunya terbuka dan semua baju miliknya juga berserakan di atas lantai. Ayah adalah perwira TNI, yang harusnya sudah tinggal di rumah, akan tetapi masih ada tugas ke luar kota. Namun, untuk saat ini dia menemani aku spesial katanya.
Dengan melompat ke atas dipan, aku meletakkan jam tangan beserta dengan ponsel di atas meja dandan. Kemudian menutup pintu sangat rapat, hingga kedua bola mata berhasil tertutup semuanya. Akhirnya episode haru ini Happy ending, dan tidak begitu buruk juga berada di rumah ini.
Berselang tengah malam, aku merasa tidak bisa tidur karena terdengar suara aneh. Entah dari mana suara itu, satu hal yang pasti kalau suaranya sangat dekat. Namun, aku sangat tidak dapat berdamai dengan sang suara tersebut. Saking penasarannya, aku membuka selimut kemudian mendudukkan badan di atas dipan.
“Itu suara siapa sih, jam segini belum tidur juga,” kataku sendiri, dan suaranya berasal dari samping kamarku.
Memang sedikit berbisik, aku sangat dengar dan kenal kalau itu adalah suara ayah. Dengan menuruni dipan, kemudian aku berjalan ke ambang pintu. Menoleh kanan serta kiri, tidak ada siapa pun. Lalu aku menutup lagi pintu dan berharap kalau suara itu bukan siapa-siapa, hanya bisikan dari tikus saja.
Tak berapa lama, aku kembali lagi ke arah dipan dan duduk sambil menoleh tembok sebelah kiri, ternyata ada suara yang ke luar dari sana. Aku yang merasa penasaran, langsung berjalan kencang dan mendengarkan. Suaranya sangat samar, tetapi sedikit memberikan sebuah penasaran yang terbayar.
“Sayang, kenapa cepat banget sih, aku belum sampai ini,” ucap seorang wanita, dengan nada seperti tante Lastri.
‘Itu siapa ya yang berbicara, kenapa dia mengatakan belum sampai. Emangnya dia mau manjat tembok atau gimana, ya, sampai mengatakan hal itu?’ tanyaku dalam hati.
“Iya sayang, kalau lagi capek mas memang cepat banget, gak sampai beberapa jam. Tapi mas janji, besok mas akan beli obat biar lebih dan lebih dari malam ini, sekarang kita tidur ya,” ajak sang ayah.
“Gak Asik banget kamu mas, baru juga beberapa detik udah muntah. Kan aku gak bisa merasakan.”
“Shuttt … jangan keras-keras dong, aku janji akan sering latihan dan menambah stamina, kamu jangan khawatir ya, semua ini ada jalan keluarnya oke.”
“Hmm … awas aja kalau sama aja, aku gak sampai sampai soalnya mas,” kata tante Lastri lagi.
Bersambung …
