Bab 5
Bab 5 DmD
“Apakah Tuan yakin akan mempekerjakan gadis itu?” Tanya pak Ahmad.
“Memangnya kenapa pak Ahmad?’’
“Kelihatannya dia gadis yang tidak terbiasa bekerja, mungkin pengalamannya juga belum ada,” ucap pak Ahmad mengungkapkan kekhawatirannya tentang gadis yang baru saja mereka kenal itu.
“Tidak perlu ragu dengan saya, saya bisa menangani semua ini.’’
Mendengar kata-kata majikannya itu pak Ahmad pun terdiam tanpa bisa berkata-kata lagi.
Di saat bersamaan ponselnya berdering. Sebuah kontak nama adikku terpampang di layar ponsel. Arya mengangkat telpon dari Amel.
“Mau ngapain dia nelpon tengah malam begini?’’
Duda tampan itu mendial ikon hijau di WhatsApp nya.
“Halo, ada apa kamu nelpon tengah malam begini?’’
“Halo bang, aku mau kabari maaf baru ngabarin abang sekarang soalnya tadi handphoneku lobet. Aku tidak di rumah, mama menelponku tadi untuk pulang ke rumah.”
“Terus Rara kamu tinggal sendiri?’’ Arya menjadi khawatir dengan putrinya.
“Habis mau gimana lagi Bang, mama desak aku pulang katanya rindu.”
Arya menarik nafas kasar lalu membuangnya. Arya dan mamanya saat ini memang sedang tidak akur karena suatu kesalah pahaman sebelum papanya meninggal dunia. Mama Arya mengklaimnya bahwa dia tidak sayang pada kedua orang tuanya.
“Terserah kalian sajalah, lain kali kalau mau pergi cepat kabari aku. Kasihan Rara kalau begini.”
“Kan ada mbok Siti Bang, Abang Carikan baby sitter aja buat jagain Rara kalau begitu.”
“Ya sudah, aku tutup telponnya. Hati-hati di jalan.”
“Kok lama yah?” Arya geram menunggu Hanum yang tak kunjung datang. Sementara hatinya sudah tidak tenang setelah dapat kabar dari Amel bahwa dia meninggalkan Rara dari tadi.
“Ini hampir jam 1, Rara pasti tidak bisa tidur nungguin saya kalau begini. Amel juga sih, pakai ninggalin Rara. Nggak bisa apa nunggu saya pulang dulu!’’
Arya semakin kesal, wajahnya tampak jengkel.
Di saat bersamaan Hanum datang dengan membawa koper di tangan kanannya. Arya menyuruh pak Ahmad untuk membantunya memasukkan koper ke dalam bagasi motor.
“Kok lama?” Tanya Arya datar.
“Maaf pak, tadi saya mesti ijin dulu sama Bu kost.”
“Oh begitu, ayo pak Ahmad jalan.”
Pak Ahmad menginjak pedal gas melajukan mobil ke komplek perumahan blok A. Hati gadis berparas cantik mirip India itu merasa deg-degan, gelisah, menatap wajah Arya yang tampak cuek. Dia takut jika kejadian tadi terulang padanya. Takutnya Arya malah mempekerjakan dirinya tidak halal.
Melihat kekhawatiran dan ketakutan di wajah Hanum Arya tersenyum miring.
“Kenapa? Takut? Tenang saja, aku tidak seperti yang kau pikirkan. Aku hanya membantumu untuk mendapatkan pekerjaan, bukankah itu yang kau butuhkan?’’
“I-iya pak…bapak tidak bohong pada saya kan? Bapak tidak akan memanfaatkan saya kan? Dari pengalaman tadi saya menjadi takut pak,” titah Hanum penuh khawatir.
Arya hanya diam saja tidak menggubris lagi pertanyaan Hanum karena sudah dari awal dia memberikan penjelasan nya. Sadar dengan dirinya sendiri yang banyak tanya, Hanum sekarang menutup mulutnya rapat-rapat. Dia berdoa dalam hati semoga semuanya baik-baik saja.
***
Mereka telah sampai di rumah mewah bak istana itu. Satpam yang masih berjaga 24 jam pergantian sip bergegas membukakan pintu pagar. Seketika Hanum terbelalak melihat rumah besar seperti rumah-rumah besar yang di film-film.
Wajahnya tampak terperangah melihat keindahan dan kemewahan penampakan nyata itu. Hanum bergegas turun dari mobil setelah Arya turun duluan. Dia masih berdiri sembari mendongak, melengak lengok bangunan megah dan besar itu.
“Kamu masih di sana?’’
Arya yang sudah jalan duluan berhenti sembari menoleh ke arah Hanum yang masih tampak takjub. Sementara pak Ahmad masih sibuk memarkirkan mobil ke dalam garasi.
“Eh, maaf Pak, boleh saya masuk rupanya?’’ tanya Hanum cengar-cengir sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Ck,ck,ck, ya sudah kamu tetap berdiri saja di sana jika kamu tidak mau masuk.” Arya melanjutkan langkahnya ke dalam rumah.
“Pak, pak, tunggu saya!’’ Hanum memanggil pria dewasa itu seraya setengah berlari. Namun, Arya tidak menghiraukannya dan terus berjalan masuk ke dalam rumah karena pintu tidak di kunci.
Selama umurnya, baru kali ini Hanum memasuki rumah sebesar ini. Rumah pak lurah yang paling besar di rumahnya saja tidak sampai setengah rumah milik pria duda itu.
Hanum pun ikut masuk ke dalam, dia berdiri di ruang tengah yang luas berhadapan dengan tangga panjang menuju ruang ke atas. Hanum juga melihat foto yang terpajang di dinding seorang pria tampan dengan putrinya yang cantik. Pria itu adalah Arya dan putrinya Rara.
“Ayo Non, bibi tunjukan kamarnya.”
Hanum dikagetkan suara wanita paruh baya yang menghampiri nya dan memanggilnya Non.
“Saya maksudnya Bi?’’ tanya Hanum menunjuk dirinya sendiri.
“Iya Non, Tuan menyuruh saya untuk mengantarkan nyonya pada kamar yang sudah disiapkan.”
“Hehehe, biasa aja panggilnya Bi, saya itu bukan nyonya, bahkan saya ke sini juga mau ditawarin kerja sama bapak itu,” jelas Hanum sembari terkekeh geli saat bi Siti memanggil nya nyonya.
“Iya, ayo Nak…” ajak Bi Siti. Arya dari tadi sudah tidak terlihat olehnya lagi. Hanum sibuk memasang mata liar mencari keberadaan pria yang ia panggil pak itu.
“Dia kemana Bi?’’ tanya Hanum yang tidak melihat Arya lagi.
“Dia siapa Nak? Maksudnya Tuan Arya?’’
“Oh, jadi namanya pak Arya yah…ia entah siapa lah namanya, kemana dia Bi? Mau ngasih kerjaan ke saya tapi sekarang malah dibiarin,” ucapnya kesal.
“Besok saja bicaranya Nak…Tuan pasti sudah capek banget, nggak biasanya tuan Arya pulang sampai larut malam begini,” terang Bi Siti.
Hanum merasa seketika bersalah karena dialah penyebab pria itu pulang selarut ini. Bi Siti membawakannya ke kamar tamu yang ada dekat kamar Rara sebelah kirinya sedangkan kamar Arya ada di sebelah kanan kamar Rara. Jadi bisa dikatakan kalau kamar mereka berdekatan.
Kleeet,,,
Lagi-lagi Hanum terkaget-kaget bukan main takjubnya melihat kamar yang begitu indah dan mewah meski hanya sebagai kamar tamu. Di rumahnya dia hanya memiliki kamar yang sederhana saja apalagi di kost-kostan.
“Mimpi apa aku yah bisa masuk ke rumah semegah ini. Apakah ini pertanda baik untuk memulai hidupku yang baru Tuhan?’’ bathin Hanum berbicara.
“Ya sudah, selamat beristirahat yah…bibi ke kamar dulu. Jika ada yang perlu jangan sungkan untuk bertanya pada bibi. Kamar bibi disebelah sana.”
Wanita paruh baya yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan Arya menunjuk kamarnya yang berada di bawah.
“Terima kasih banyak ya Bi…”
Hanum mengharukan senyum manis meski tadi dia sudah melewati setengah sakaratul mautnya. Sekarang dia merasa lega karena sudah berada di tempat yang aman.
Gadis itu meletakkan kopernya di sudut kanan kamar. Kemudian, langsung berhambur ke ranjang yang begitu empuk dan memiliki per.
“Wah, ternyata begini rasanya tidur di atas springbed, beda memang tidur di atas kasur kapuk. Orang kaya mah bebas, mau beli apa saja bisa,” cicitnya tertawa.
“Ngomong-ngomong pekerjaan apa yah yang mau diberikan oleh bapak-bapak itu padaku, aku jadi penasaran dibuatnya. Semoga saja pekerjaan nya halal dan berkah. Aamiin….”
Mata yang sudah mengantuk beratnya sudah seperti 1 kilo tidak bisa di tahan lagi. Badannya juga terasa pegal dan ngilu mungkin efek dari kejar-kejaran tadi. Hanum memejamkan kedua matanya di atas ranjang sembari merentangkan kedua tangannya agar lebih rileks.
Dia lupa mengunci kamarnya. Arya yang baru saja selesai mengganti pakaian tidur melintas di depan kamar Hanum yang tidak di kunci. Dia sekilas melirik gadis itu yang terlihat tidur bebas, tangan dan kakinya direntangkan luas. Arya hanya tersenyum melihat gaya tidur wanita yang amburadul itu.
“Semoga saja Rara menyukai dan gadis itu juga cocok dengan Rara. Aku bingung mau cari baby sitter dimana lagi dan menurutku gadis ini baik. Semoga saja dugaanku tidak meleset. Semoga dia dan Rara bisa cocok berteman.’’
Arya yang mengambil air minum di dapur meminumnya sampai tandas. Setelah itu dia kembali lagi ke kamar masih melintas di depan kamar Hanum. Dia mendengar gadis itu menangis sambil mengigau memanggil ibu dan ayahnya.
“Ibu…ayah….hiks, hiks.”
Suara tangisnya terdengar begitu jelas tapi matanya tampak terpejam dalam tidurnya. Arya pun bergegas memeriksa gadis itu dan mendapatinya bahwa dia sedang bermimpi. Dia pun kembali ke dalam kamarnya setelah menutup kembali pintu kamar gadis malang itu.
