Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kecil tapi Kuat

Saroh menyeka meja makan setelah mengangkat peralatan makan yang tadi digunakan oleh majikannya ke dapur. Mayang kembali ke ruang makan untuk menanyakan beberapa hal ke Saroh.

"Ponakanmu itu sudah sampai mana?" Ditariknya kursi makan paling ujung untuk duduk.

"Harusnya sudah sampai bandara, Nya. Tapi Rohana belum telepon, mungkin masih menunggu bagasi atau baru turun." Saroh menjawab sambil terus tekun menyeka meja.

Mayang bersidekap. Tangannya yang menyilang di dada merupakan tanda bahwa ada hal penting yang ingin ia sampaikan, Saroh hapal betul gerakan itu. "Kalau ponakanmu sudah ngabarin, orderin grabcar, bawa ke sini. Sebelum dia kamu kirim ke apartemen Juan, saya mau memastikan semuanya oke."

"Baik, Nya," jawab Saroh kemudian menghela napas panjang.

Mayang meninggalkan ruang makan, kini ia duduk di teras sambil membaca koran. Telepon genggam Saroh berdering, panggilan masuk dari kontak yang diberi nama Rohana.

[Bulek, aku sudah keluar.]

"Yawes, Nduk. Bulek segera orderkan taksi online buat kamu, smske posisi kamu sekarang di mana, kamu pakai baju apa, terus nanti pas turun kamu ndak usah bayar yo. Bulek sudah bayar pakai non tunai."

[Enggeh, Bulek.]

Satu jam setelahnya, Saroh tampak sibuk menjemur pakaian. Suara Mayang melengking menyerukan namanya. "Roh, Sarooooooooooooooh. Ponakan kamu datang."

Mendengar itu Saroh segera berlari ke luar, lewat garasi samping. Benar saja, Rohana sudah di depan berbincang dengan Mayang. Entah apa yang mereka bicarakan.

"Ajak ponakanmu masuk dulu," saran Mayang yang langsung diiyakan oleh Saroh.

"Yuk, Nduk." Saroh membantu membawakan beberapa barang Hana.

Hana dengan sopan menyerahkan tas dari anyaman ke Mayang, isinya oleh-oleh dari kampungnya. Sambal pecel, bawang merah, keripik pare, sampai batik adem khas Nganjuk. Mata Mayang langsung berbinar, terlebih harga bawang di Jakarta sedang fluktuaktif, naik meroket bak harga emas. Lumayanlah, bawang dari Rohana bisa untuk persediaan sebulan.

"Nggak perlu repot-repot bawa beginian," basa-basi Mayang yang tak kuasa mengendalikan senyum semringahnya. "Ooo iya, barang bawaan kamu cuma satu tas ransel itu saja?"

"Enggeh, Bu," balas Hana.

"Panggil Nyonya." Saroh membisikkan ke keponakannya.

"Oh, maaf, maksud saya Nyonya." Hana mengoreksi, Mayang tersenyum maklum.

"Eeee, siapa nama kamu?" tanya Mayang sambil mengingat-ingat.

"Rohana, Nyonya."

"Ooo iya, Hana. Tolong buka tas kamu, ya. Saya ingin lihat barang apa saja yang kamu bawa."

Rohana menoleh ke Saroh, meminta pendapat lewat tatapan matanya. "Iya, Nyonya." Dibukalah resleting tas ransel hitam yang ia canglong tadi. Hanya ada beberapa potong baju sederhana, yang semua celananya panjang dan longgar. Lalu mukena, sajadah, charge ponsel, sikat gigi, dan pasta gigi.

Mayang puas melihat isi tas Hana yang tidak neko-neko, gadis itu bahkan tak memiliki satupun alat make up. Padahal wajahnya cukup cantik meski tanpa riasan, tapi ia tak centil sedikitpun. Lugu, polos, dan sopan. Mayang suka pribadi Hana, baru kali ini ia mendapat pembantu lajang yang tak banyak tingkah.

"Ya sudah, Saroh, ajak ponakanmu makan dulu sebelum mengantarnya ke tempat Juan." Mayang mempersilakan Hana ke dapur, mengikuti Saroh. Sementara Mayang sendiri pergi ke kamarnya untuk menyimpan oleh-oleh dari Hana.

Di dapur, Saroh memberikan banyak makanan untuk ponakannya. "Makan yang banyak, Nduk. Sebab pura-pura bertenaga itu butuh bahagia."

"Hahaha, kebalik, Bulek."

"Ooo sudah ganti ya? Yawes kamu makan dulu, Bulek lanjut jemur pakaian, habis itu kita ke apartemen Den Juan. Mumpung orangnya ada di rumah."

"Memang ndak kerja toh dia, Bulek?" Hana bertanya setelah menelan kunyahannya.

"Karena hari ini kamu datang, Den Juan nggak masuk kerja, Han." Saroh menjawab sambil memeras cuciannya di samping dapur. "Han habis makan bantu bulek cuci piring-piring kotor itu yo." Saroh memanfaatkan keberadaan Hana untuk memperingan pekerjaannya.

Saat Hana mencuci piring-piring kotor bekas keluarga Mayang sarapan, Mayang kebetulan masuk ke dapur untuk mengambil buah di kulkas. Ia takjub melihat betapa gesitnya Hana mencuci piring. Cepat, bersih, dan hemat air. Sangat cocok untuk dirinya yang sangat perhitungan dengan tagihan PDAM. "Mana Bulekmu, Han?" tanya Mayang yang tiba-tiba membuat Hana terkejut hingga tersedak.

"I-itu, Nya. Bulek lagi menjemur pakaian."

"Ooo, yaudah kalau kamu sudah selesai makan, buruan ke tempat Juan. Sudah ditunggu sama dia."

"Baik, Nyonya."

***

Juan menyunggar rambut dengan jari-jarinya untuk mereda serangan sakit kepala ringan yang tiba-tiba datang. Melihat sosok Rohana yang ternyata masih sangat muda, bertubuh kecil, ringkih, tangannya lembut, gerak-geriknya lemah. Apa mungkin anak modelan begitu bisa kerja? Juan menilai Hana adalah tipe-tipe anak manja yang tak pernah menyentuh pekerjaan rumah.

"Mbak Saroh yakin dia bisa kerja?" tanya Juan sekali lagi.

"Den Juan ini gimana toh, kalau Hana nggak bisa kerja mana mungkin saya rekomendasikan ke Aden."

"Ya sudah, Rohana, ruangan paling ujung itu adalah ruang kerja saya. Tolong pindahkan barang-barang di sana ke depan kamar saya, soalnya ruang itu nanti buat kamu. Bisa?"

"Bisa, Pak," lirih Hana tanpa berani menatap wajah Juan. Jujur saja, saat pertama melihat sosok Juan yang ketampananya mirip artis-artis yang sering ia saksikan di sinetron, jantung Hana tak berhenti berdetak kencang. Gadis itu gugup sekali. Belum pernah ia lihat pria serupawan Juan di kampungnya.

Juan berdiri mengambil dompet dan kunci mobilnya. "Saya antar Mbak Saroh pulang ke rumah Mama, sekalian saya mau beli kasur untuk Rohana."

"Wah, makasih, Den." Saroh senang tak harus jalan kaki untuk kembali ke keidaman Mayang yang jaraknya sekitar dua kilo meter dari apartemen Juan.

"Kamu tidak apa-apa kan di sini sendirian dulu?" Juan bertanya pada Hana.

"Iya, Pak. Saya baik-baik saja."

"Oke." Juan dan Saroh berlalu.

Sesuai interuksi Juan, Hana mulai mengeluarkan satu demi satu barang di ruang kerja Juan. Hanya ada rak buku, meja kerja, laptop, printer, dan router wireless. Tak butuh waktu lama Hana telah menata rapi semuanya di depan kamar Juan. Meski berasal dari kampung, cara Hana menata perabot sangatlah efisien. Kini Hana mengelap dan mengepel ruang kerja yang sebentar lagi akan disulap menjadi kamarnya. Ruangan itu sangat nyaman, lantai kayu yang hangat, dilengkapi pendingin ruangan yang membuat udara panas Jakarta terkalahkan. Ah, Hana merasa beruntung sekali dapat tinggal di sana gratis. Coba saja ia membayar sepetak kamar kos, mungkin tak akan semewah ini.

Membersihkan kamar telah selesai, untuk mengisi waktu luang, Hana membereskan segala hal yang berantakan. Mencuci piring kotor, menata ulang isi lemari es, dan menata ulang perabot dapur yang diletakkan seenaknya oleh Saroh.

Juan datang dengan sebuah box besar, ia terkejut apartemennya sudah kinclong. Itu semua seperti sihir. Ruang kerja sudah bersih, barang-barangnya juga telah ditata rapi di sudut kosong di depan kamarnya.

"Benarkah Rohana yang melakukan semuanya?" celetuk Juan lolos begitu saja dari mulutnya.

"Benar, saya yang mengerjakan, Pak." Hana tiba-tiba muncul mengagetkan Juan.

Dielusnya dada bidang berbalut kaus putih polos. "Kamu bikin saya kaget, Rohana."

"Maaf, Pak, Saya tidak bermaksud mengagetkan Bapak."

"Kenapa kamu keluarkan barang-barang itu sendirian, Rohana?" Juan heran, dia pergi kurang dari dua jam. Bagaimana bisa Rohana yang kerempeng itu mengangkat barang-barangnya sendirian dengan cepat?

"Kan tadi Pak Juan yang menyuruh saya mengeluarkan isinya?"

"Ya tapi kamu itu perempuan, bagaimana bisa kamu angkat-angkat benda berat seorang diri, Rohana?" Ada kekhawatiran di sorot mata Juan.

Hana tersenyum canggung. "Tenang saja, Pak, saya sudah terbiasa angkat-angkat."

"Oke, apapun itu, tolong lebih berhati-hati. Saya tidak ingin kamu terluka atau kelelahan. Kamu sudah makan, Rohana?"

"Eung, sudah tadi, Pak. Oh iya, bisa panggil saya Hana saja, Pak?"

"Bisa, tapi kamu juga harus panggil saya Mas, jangan Pak. Apa saya kelihatan setua bapak kamu?"

"Hehehe tidak setua bapak saya kok, Pak, eh, Mas."

***

Bersambung . . . . . . . . .

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel