Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 4 : Cinta Pertama

"Makasih ya kak," ucap Tiffany ketika ia sampai di depan rumahnya.

David menganggukkan kepalanya. Kemudian Tiffany melangkah menuju gerbang rumah, namun gerakannya terhenti ketika David memanggil namanya.

"Fany," panggil David.

Tiffany yang terkejut langsung menoleh ke belakang, "iya?"

Bukannya menjawab, laki-laki itu justru memegang kepalanya. Melihat itu Tiffany bingung, "ya?" Ia ikut memegang kepala. Matanya langsung membulat ketika sadar, helm milik David masih terpasang di kepalanya.

"Astaga!" Ia melepas helmnya, "hehe lupa kak, maaf ya kak." Kemudian memberikan helm itu kepada sang pemilik.

David hanya tersenyum tipis, tipis sekali sampai tidak terlihat. Yang menyadari senyuman itu mungkin hanya laki-laki itu sendiri.

Setelah mengambil alih helmnya, David langsung melajukan motornya tanpa menunggu Tiffany masuk ke dalam rumah.

Perempuan itu mengerutuki dirinya sendiri. Betapa bodohnya dia. Dengan langkah gontai ia masuk ke dalam halaman rumah, mengetuk pintu dan terkejut. "Kak Evan? Kok disini?"

Evan menaikkan kedua bahunya, "kenapa?"

"Katanya Kakak latihan basket?"

Evan mengacak rambut Tiffany. "Gakjadi, tadi Kakak lupa ngabarin kamu, jadi Kakak pulang aja. Ternyata kamu udah pulang duluan kata Pak Bani." Satpam sekolah Tiffany.

Ia heran, Evan tidak bertanya dengan siapa ia pulang dan kenapa sampai rumah dengan lambat padahal Evan tahu kalau Tiffany pulang lebih dulu.

"Kakak gak tanya aku pulang sama siapa?" tanya Tiffany memancing.

"Siapa?"

"Kak DavidAndreas," kata perempuan itu dengan tatapan serius.

Semua di luar dugaan, Evan tidak mengubrisnya, ia justru menuju dapur dan meneguk sebotol air mineral. Itu membuat Tiffany jengkel. Ia ingin ditanya, ia ingin Evan penasaran kenapa ia bisa pulang dengan sahabatnya itu.

"Kakak gak tanya kenapa aku bisa pulang sama Kak David? Tumben? Ada hubungan apa aku sama Kak David?" desak perempuan itu. Dia ingin kakaknya penasaran dengan sikap David yang tiba-tiba menjadi seperti ini.

"Kenapa? Hubungan kamu sama Dave? Gak mungkin, kamu bukan tipenya Dave," ucap Evan yang membuat Tiffany terdiam.

Bukan tipenya David? Dirinya? Lalu, untuk apa David meminta ia untuk menjadi kekasihnya? Atau itu hanya candaan seorang David Andreas? Ia bergidik ngeri, ah mungkin itu hanya pikirannya saja. David mungkin hanya bercanda ketika itu, dan kejadian hari ini hanya kebetulan.

***

Siang ini seperti ada keajaiban, seorang Fahry mengisi waktu istirahatnya di kelas Tiffany. Bukan, laki-laki itu bukan datang untuk menemui perempuan itu, melainkan untuk bertemu adiknya yang kebetulan sekelas dengan Tiffany.

Melihat kehadiran Fahry, Chery sangat paham kalau Tiffany pasti tidak ingin pergi ke kantin. Perempuan itu pasti lebih memilih tinggal di kelas untuk menikmati pemandangan yang sangat langka.

"Kamu gak ke kantin?" tanya Chery ke-empat kalinya, yang hanya dijawab Tiffany dengan gelengan kepala.

Berpura-pura membaca buku sambil mencuri-curi pandang ke arah laki-laki yang sudah mencuri hatinya, membuat ia senang setengah mati, sampai mengabaikan waktu makan siangnya.

Kata orang, cinta pertama tidak harus selalu bersama. perempuan itu jadi ingat saat pertama kali bertemu dengan Fahry, dan pertemuan pertamanya itu adalah jatuh hati pertama dalam hidupnya. Ketika itu ia sedang kebingungan menuju ke gedung SMP, dengan memakai seragam putih merah dengan rambut dikuncir kuda ia berdiri di tengah gedung yang ia tidak tahu gedung apa itu.

Sejujurnya, ia sangat benci tersesat. Karena ia tidak tahu arah, Evan dengan alasan pergi ke toilet tapi tidak kunjung datang. Tidak ada ponsel, tidak ada peta. Lingkungan sekolahnya memang luas, TK, SD, SMP, SMA, dan SMK ada disana. Dan ini hari pertamanya menginjakkan kaki di lingkungan itu, ini hari pertamanya masa orentasi siswa.

Tak lama seorang laki-laki yang mengenakan seragam SMP datang menghampirinya dan bertanya, "tersesat ya?"

Tiffany yang terkejut dengan refleks memundurkan langkahnya. "Jangan takut, saya siswa disini dari Sekolah Dasar. Kalau kamu bingung, saya bisa antar," kata laki-laki itu sambil menatap serius wajah Tiffany.

Perempuan itu menatap wajah Fahry dengan takut. Matanya membulat menatap wajah tampan pria itu, dengan lesung pipi di sebelah kanan, hidung mancung, mata hitam pekat. Tiba-tiba jantungnya berdegup cepat, refleks tangannya menyentuh dada, ini kali pertama ia merasakan hal ini.

"Dek?"

Laki-laki itu menyentuh bahunya, membuatnya tersadar dari lamunan. "SMP Kak," kata Tiffany menjawab.

Setelah melihat ke arah jam tangannya, laki-laki itu menyapu pandangannya, kemudian berkata, "boleh aku gandeng?"

Mendengar pertanyaan itu Tiffany menautkan alisnya bingung, "ya?"

"Maaf ya, disini terlalu ramai. Kamu pasti buru-buru mau MOS," kata laki-laki itu kemudian langsung menarik lengan Tiffany sambil berjalan cepat.

Tiffany yang terkejut berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah Fahry yang terlalu besar. Senyum lebar mengembang di wajahnya.

"Dek? Kamu gak makan siang?"

Tiba-tiba suara seorang laki-laki membuyarkan lamunannya. Itu suara Fahry, seseorang yang ia rindukan akhir-akhir ini.

"Iya kak?" Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya.

Fahry tersenyum, "mau makan bareng? aku traktir deh." Sebuah ajakan singkat yang membuat moodnya naik 100%. Tanpa pikir panjang ia mengangguk pelan. Ia dan Fahry berjalan beriringan menuju kantin.

"Kakak gak les ya beberapa hari ini?" tanya Tiffany.

Laki-laki itu menggelengkan kepala pelan, "aku udah enggak les disitu lagi. Sekarang aku bimble di rumah," jawaban Fahry membuat aura wajah perempuan di sampingnya berubah sendu.

"Kakak emang mau lanjut kuliah dimana Kak?"

Seharusnya Tiffany tidak pernah menanyakan itu langsung kepada Fahry. Karena jawaban Fahry sangat membuat dadanya sesak.

"UK," ucap laki-laki itu sambil memandang ke depan dan tersenyum. Lorong kelas menjadi terasa sangat sempit ketika jawaban singkat itu terucap dari mulut Fahry.

***

Tahun terakhir, di saat semua sibuk menambah jam kelas dan fokus belajar, kenapa ia berbeda? Selain memikirkan ujian, ia juga memikirkan hal lain. Memikirkan seorang laki-laki yang hatinya tidak tahu berada dimana.

"Kak Evan?" Ia bertanya kepada seorang laki-laki yang berdiri di depannya.

"Kelas tambahan," jawaban yang sudah Tiffany tebak.

Raut wajah perempuan itu pasti sangat jelas, sangat jelas terlihat bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Setelah memasangkan helm di kepalanya, ia naik ke atas motor yang beberapa hari ini menjadi tumpangan pulang sekolahnya.

Entah apa yang ia rasakan, hari ini rasanya campur aduk, berita Fahry yang akan melanjutkan kuliah ke luar negri membuatnya sangat-sangat bersedih. Ingin rasanya menangis, namun untuk apa?

Tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras, terpaksa ia dan David berteduh di sebuah halte bus, karena David tidak membawa jas hujan. Sambil menatap hujan tanpa sadar Tiffany mengeluarkan air matanya. Untung saja wajahnya sudah basah dengan air hujan, jadi air mata yang menetes tidak terlihat dengan jelas, kecuali suara isakan tangis yang tidak bisa ditahannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel