Chapter 13 : One Day With Me
Walaupun ia belum pernah mendengar David mengatakan bahwa laki-laki itu mencintainya, tapi ia bisa merasakan bahwa David sangat takut kehilangannya dengan memeluk erat pinggangnya.
Hatinya juga sakit, sangat sakit sampai matanya memanas karena menahan agar air mata itu tidak jatuh di hadapan David.
Tiffany melepaskan pelukannya pelan, "it's just four years," ucapnya sambil tersenyum menatap David.
"Kan ada liburan, ada aplikasi video. Kakak emang bukan cinta pertama Fany, tapi kakak pacar pertama Fany. Fany gak akan ngekhianatin Kakak." Ia berdiri sambil mengangkat jari kelingkingnya di udara menghadap David yang masih duduk di atas ayunan.
David meringis membuat Tiffany menaikkan sebelah alisnya. Laki-laki itu menggenggam jari kelingking Tiffany.
"Huh? Bukan begitu!" Tiffany melepaskan tangan David dari jarinya, kemudian ia menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking David.
"Pasti gak pernah nonton film romantis deh," cetus perempuan itu yang membuat David menaikkan sebelah alisnya.
"Jadi, kapan berangkat kesana? Enak ya bisa ke New York, do'ain ya semoga aku bisa nyusul kesana," ucapnya sambil tersenyum.
David menatapnya sendu. Ia tahu Tiffany sedang berpura-pura baik-baik saja.
"Lusa."
Tiffany mengangguk mengerti. "Okay, aku ada satu permintaan sebelum Kakak pergi," katanya.
"Apa?"
"One day with me?"
David menaikkan sebelah alisnya, "one day with you?"
Tiffany menaik turunkan alisnya sambil tersenyum membuat David mengusap lengannya karena merinding.
***
"Hati-hati ya," ucap Evan sambil mengecup kening Tiffany.
"Iya, tenang aja kok disana kan ada penjaganya."
Tiffany menghampiri David yang sudah menunggunya di dalam mobil.
"Gue izinin jagain adek gue hari ini," teriak Evan.
"Hm?" Tiffany menatap bingung Evan.
David membulatkan matanya menatap Evan. Sedangkan Evan terkekeh sambil melambaikan tangannya ke arah David dan Tiffany yang sudah berada di dalam mobil.
David melajukan mobilnya.
"Aku baru tau Kak David bisa naik mobil, emangnya udah punya SIM?" tanya Tiffany.
David merogoh saku jaketnya dan memberikan sebuah dompet pada Tiffany.
Walaupun bingung perempuan itu tetap mengambil dompetnya.
"Buka?" tanyanya.
David mengangguk. Kemudian Tiffany membuka dompet laki-laki itu yang penuh dengan kartu. Dia memiliki SIM untuk motor dan mobil, kartu ATM nya juga ada banyak. Tiffany tertawa kecil, ini pertama kalinya ia membuka dompet seorang laki-laki selain Evan.
Ia mengusap puncak kepala David sampai laki-laki itu terkejut dan menatapnya.
"Kamu pasti karakter dalam novel atau komik ya Kak," tawanya.
David kembali menatap jalanan di depannya. Tangannya menggenggam erat tangan Tiffany, membuat jantung perempuan itu berdetak cepat.
Tiffany menatap spion mobil sambil tersipu malu. Ingat, hatinya masih bersedih karena ini adalah pertemuan terakhir mereka sebelum David pergi.
Mobil terus melaju sampai akhirnya sampai di tempat tujuan mereka, puncak.
Tiffany menghirup udara sejuk puncak sambil melebarkan tangannya. Sedangkan David merapihkan barang bawaan mereka ke dalam Villa yang sudah disambut oleh para penjaganya.
Tujuan pertamanya adalah membawa David ke sebuah air terjun. Setelah semua rapih Tiffany meminta David untuk mengikutinya. David hanya menurut tangannya di tarik oleh perempuan itu sambil berlari kecil menuruni anak tangga.
"Pelan-pelan," ucapnya.
Perempuan itu hanya menoleh sebentar sambil tersenyum.
"Kamu mau bawa aku kemana?" tanyanya.
"Sstt.." Tanpa menoleh ia terus membawa David menuruni banyaknya anak tangga.
Sampai pada akhirnya mereka sampai di sebuah air terjun yang sangat indah. Tiffany menatap wajah David yang tidak berekspresi sedikit pun, ia mengerutkan dahinya.
"Gak suka?" tanya Tiffany.
David menoleh menatap perempuan itu, "suka."
"Ih," Ia menunjuk air terjun itu. "Air disana." Lalu melebarkan tangannya, "udara disini." Dan menempelkan jari telunjuknya pada pipi David. "Kalah dinginnya sama Mr Ice," katanya yang membuat David mengerutkan dahi.
Tiffany menarik lengan laki-laki itu agar ikut turun mendekat ke arah air terjun.
"Kamu tau aku dipanggil Mr Ice?" tanya David sambil menahan lengan Tiffany yang hampir jatuh karena menginjak batu yang licin.
"Hm? Tau dong. Awalnya gak tau sih, tapi akhirnya aku tau kalau kakak emang sedingin itu sampe dipanggil Mr Ice." Ia memutar bola matanya malas.
"Tapi menurutku ya, dibanding Mr Ice kak David itu lebih cocok Mr Cool," ujarnya.
David menaikkan sebelah alisnya.
"My cool boy," katanya yang membuat David menggelengkan kepalanya karena itu sangat lucu.
Tiffany membuka aplikasi kamera di ponselnya dan mengangkatnya ke udara. Ia mengambil foto selfie berdua dengan David. Ekspresi datar David terpotret disana membuat Tiffany tertawa.
"Lol." Ia menarik kedua ujung bibir David, "smile, okay?"
Dengan senyum terpaksa Tiffany mengambil potret dirinya dan David lagi. Kesal, David berdiri di samping perempuan itu, ia mengalungkan satu lengannya pada leher Tiffany, dan satunya lagi mengambil alih ponsel milik perempuan itu, dan mengangkatnya ke udara.
Ia mengambil foto mereka berdua dengan senyuman di bibirnya. Namun kini Tiffany yang memasang tampang terkejut, ia menatap David dengan kerutan di dahinya.
David menatap perempuan itu dengan satu alis terangkat, "why?"
"Ah, no! Again, again!" katanya sambil menyuruh David agar melihat ke arah kamera lagi.
David melihat Tiffany tersenyum manis menatap kamera. Ia menekan layar kamera sambil mencium pipi perempuan itu. Tiffany yang terkejut langsung terpeleset dan jatuh ke air.
"Aaa!"
Laki-laki itu segera membantunya, tapi Tiffany menolak. Ia berusaha bangkit sendiri dan menepi.
"Are you okay?" tanya David dengan wajah cemas.
Tiffany menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia sangat malu saat ini, apa David menyadarinya? Kenapa David mencium pipinya??
Ia mengintip dari balik jari-jarinya. Wajah David benar-benar ketakutan.
"Maaf," ucap laki-laki itu dengan wajah bersalah.
Dengan cepat Tiffany menyingkirkan telapak tangan dari wajahnya. "Maaf buat apa?" tanyanya.
"Itu." David menggaruk lehernya.
Tiffany menyeringai dan tertawa, kemudian ia menadahkan tangannya.
"Apa?" tanya David bingung.
"Hp Kakak."
David langsung merogoh saku celana dan memberikan ponselnya kepada Tiffany.
Perempuan itu membuka aplikasi kamera dan memotret dirinya sendiri. Setelah itu ia berikan ponselnya kepada David.
"Nih, udah aku jadiin walpaper. Biar inget aku terus," kata perempuan itu sambil menyerahkan ponselnya.
David tersenyum meraih ponselnya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Ia mengajak David untuk pergi melihat matahari terbenam dari warung di atas awan, sambil memesan mie kuah dan americano.
Tiffany terus menatap wajah David tanpa berpaling sedikit pun. David menatapnya dingin. Beberapa kali ia mengalihkan tatapannya.
"Habis ini mau kemana?" tanya David yang sudah mulai lelah.
"Maunya?" Tiffany balik melontarkan pertanyaan.
David menopang dagunya, berbalik menatap Tiffany sampai perempuan itu salah tingkah dan melengos.
"Wah keren banget!" katanya sambil menunjuk gunung yang terlihat jelas.
