Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 1

Anjeli Sharma berjalan cepat bersama dua orang perawat Rumah Sakit. Mereka sedang sibuk mendorong brangkar besi yang di atasnya berisi tubuh kesakitan Rajesh Kapoor, suaminya.

“Raj, aku mohon! Sadarlah. Apa jadinya aku dan anak-anak bila kau pergi meninggalkan kami? Rajjj... Bangunnn... Rajjj...!” isak Anjeli tak dapat berhenti sejak turun dari bajaj.

Wajah kusut dengan rambut yang acak-acakan serta saree lusuh yang ia kenakan, benar-benar sangat menggambarkan bagaimana kehidupan wanita itu di kota Mumbai bersama suami dan kedua anaknya.

Air mata seolah tidak cukup membuat hidup di bawah garis kemiskinannya berubah sejak ia belum menikah, bahkan sekarang harus ditambah penyakit yang menggerogoti Rajesh. Sungguh takdir sang Dewa sangat menguji batas kesabarannya.

Kesetiaannya sebagai seorang istri juga selalu menjadi sasaran sang raja durjana, ketika nyatanya bukan hanya seorang Manoj Pratab Singh yang ingin mempersunting dirinya menjadi istri secara terang-terangan. Tetapi juga gangguan dari para preman mana kala ia pulang larut saat perkerjaan mencuci di rumah Nyonya Yadavs Rai terlalu banyak. Untung saja nasib baik masih berada di pihaknya, sehingga sampai saat ini ia masih bisa terhindar dari semua itu.

Sudah jatuh dan tertimpa tangga, Anjeli tak ubahnya demikian. Kesulitan dan himpitan hidup membuatnya lelah, tetapi tidak untuk menyerah mana kala ia mengingat tentang kedua buah hatinya yang harus terus diperjuangkan.

“Maaf, Bu. Anda tidak diperbolehkan masuk sampai ke dalam ruang Insentive Care Unit. Anda hanya boleh menunggu di sini saja,” ujar  seorang perawat bertubuh gempal dan menghilangkan seluruh ingatan Anjeli tentang hidupnya yang sulit.

Saat menangis dalam keadaan mendorong brangkar besi Anjeli memang sempat melamun, sehingga ia tak tahu jika kini mereka sudah sampai di ruangan Intensive Care Unit.

“Iya, Suster. Saya akan tunggu di luar,” sahut Anjeli dan sang perawat langsung menutup pintu berdaun ganda tersebut.

Angeli pun akhirnya menunggu di luar dan bersandar pada tembok Rumah Sakit yang terasa sangat dingin, sebelum akhirnya ia jatuh ke lantai. Anjeli menangis sesenggukan guna menumpahkan segala hal yang ia rasakan, bahkan tubuh lemah itu sampai bergetar, hingga membuat tangannya harus menumpu di lantai.

“Rajjj... Kapan kau akan sembuh dari penyakitmu ini? Tolong berjuanglah demi aku dan anak-anak kita, Raj. Jangan biarkan anak-anak semakin menderita,” lirihnya tak tertahankan lagi.

Hilir mudik orang yang berlalu lalang di sekitar ruangan Intensive Care Unit, tak ia pedulikan. Juga sangat tak mampu membuat Anjeli berhenti mengingat penderitaan apa yang selama sepuluh tahun ia lalui. Sampai pada saat wajah Madu dan Shaf tiba-tiba terlintas di pikirannya, maka ia pun pergi keluar dari Rumah Sakit tersebut.

Angeli berlari tanpa peduli siapa dan apa yang ada di depan matanya. Sampai-sampai telapak kaki yang sempat terkena kerikil tajam saat mengambil Rajesh dari rumah Manoj Pratab Singh dan kini kembali berdenyut, sudah tak lagi ia pedulikan.

Tujuan wanita itu hanya satu kali ini, yaitu segera menghampiri dan memeluk kedua buah hati yang memang sejak tadi pagi belum ia beri makan selain sisa susu sapi. Itu pun ia dapatkan saat kemarin siang ikut membantu tetangga di sebelah rumah memerah sapi-sapi peliharaan mereka.

Kedua telapak kaki yang sejak tadi tak beralas, bahkan tidak menyurutkan tekad Anjeli untuk segera sampai ke rumah, mendapati Madu dan Shaf, lalu membagikan kisah pilu itu dengan keduanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel