Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3

HAPPY READING

***

Bibir Ben terangkat, ia menatap Clara dengan intens. Ia tidak menyangka kalau Clara memiliki pekerjaan sampingan yang tidak ia ketahui. Ia melihat tubuh Clara terutama yang menarik perhatiannya adalah bagian dada yang hampir saja menyembul keluar, menantang untuk disentuh. Terlebih kulitnya putih bersih, dan perutnya rata. Ia memang bisa dikatakan sexually active untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.

Sebenarnya banyak sekali wanita di luar sana yang bertebarkan menjajakan tubuhnya untuk, namun terlalu beresiko. Ia berpikir apakah ia membawa kondom? Sepertinya ia tidak memiliki kondom dan memang tidak prepare sejak awal, setelah deal ia akan membeli ke minimarket di bawah.

“Berapa?” Tanya Ben.

Alis Clara terangkat dan ia sama sekali tidak mengerti, “Berapa apa-nya ya pak?”

Syaraf otak Clara tertuju pada Bianca, sahabatnya itu pergi meninggalkan mereka. Dia pergi bersama pria bernama Felix. Ia menutup mulutnya dengan tangan, ia ingin sekali membenturkan kepalanya ke dinding. Ini semua tentang salah paham, Ben pasti menyangka dirinya seperti Bianca. Ini tidak seperti yang Ben bayangkan.

Clara mengangguk, ia memberanikan diri melihat iris mata tajam itu, “Akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud pak Ben.”

“Bisa ikut saya pak? Kita ke sebelah,” ucap Clara beranjak dari kursinya meninggalkan teman-temannya yang menatapnya.

Ben melihat Clara menjauh, ia juga beranjak dari duduknya dan meninggakan table. Ia mengikuti langkah Clara berada di dekat pohon palem. Jarak mereka cukup jauh dengan table, Ben melihat Tobias dia sedang berbincang-bincang dengan salah satu seorang wanita di sana, dan mereka tampak asyik ngobrol. Kini mereka saling berpandangan satu sama lain.

“Mungkin saya bapak salah paham dengan saya,” ucap Clara.

“Salah paham bagaimana?”

“Saya bukan seperti Bianca teman saya. Saya tidak seperti itu, percayalah. Saya tidak menjajakan tubuh saya ke siapapun walau dengan bapak sekalipun.”

Ben melihat tubuh Clara, siapa yang tidak tergoda melihat tubuh seorang wanita yang hampir 90 persen tanpa busana itu. Tubuhnya nyaris sempurna, bahkan tidak ada cela, ia yakin dalam hitungan beberapa detik ia bisa melepaskan bikini itu. Tangannya bergerak dan melipat dada. Ingin sekali meremas bokong dan dada Clara yang padat berisi. Pergerakan Clara seolah menggodanya.

“Saya yang salah paham,” ucap Ben berusaha rileks padahal ia memang sangat tergoda dengan Clara.

“Kalau bapak mau, saya bisa tawarkan dengan teman saya yang bernama Angel, dia sama seperti Bianca. Saya bisa ngobrol dengan Angel kalau bapak mau. Angel itu yang berbikini putih tidak kalah cantiknya seperti Bianca,” ucap Clara menawarkan sahabatnya.

Ben menghela nafas, ia melihat iris mata bening Bianca, “Saya tidak tertarik dengan dia,” gumam Ben.

“Yaudah kalau begitu, tunggu Bianca saja,” ucap Clara.

“Saya maunya kamu Clara.”

Clara seketika bergeming setelah Ben mengatakan kalau pria itu ingin dirinya. What! Pak Ben Ingin membeli dirinya? Ia tahu kalau sex itu kebutuhan, ibarat makan. Setelah makan ya kenyang, tapi nanti lapar lagi. Ya seperti itulah, makan seperti Bianca dan Angel yang penting kenyang. Mereka tidak bisa pilih lauk, Karena yang dibutuhkan adalah kenyang dan dibayarin.

Keuangan masih stabil hasil marketing, ia juga tidak kekurangan apapun. Ia hanya berhubungan intim dengan kekasihnya, atas dasar suka dengan suka. Ini sangat absurd, ia tahu kalau pak Ben itu sangat tampan. Dia pria ter-hot di perusahaanya, statusnya duda memiliki seorang laki-laki bernama Robert yang sering dia bawa ke kantor. Anaknya tidak kalah tampannya seperti pak Ben. Pak Ben selalu menjadi berita terhangat, karena memang se-hot itu. Dan sekarang pria itu meminta dirinya untuk melampiaskan hasrat kepadanya. Ini benar-benar tidak masuk akal dan gila.

“Saya sudah katakan kepada bapak, kalau saya tidak jualan. Serius loh saya,” ucap Clara meyakinkan pria itu lagi.

“Saya di sini karena saya mengadakan pesta ulang tahun saya dengan sahabat-sahabat saya. Bapak lihat sendiri di meja saya ada kue ulang tahun saya, yang baru saya tiup.”

“Tapi saya melihat kamu beberapa kali di club.”

Clara menghela nafas, “Itu karena teman saya seorang DJ namanya Iren, wajar kita-kita yang sahabatan udah lama, saling support kerjaan masing-masing.”

“Saya memang tidak jualan pak. Serius, sumpah!” Ucap Clara.

Ben mencoba berpikir beberapa detik, “Bagaimana kamu mencoba untuk saya.”

“Mencoba? Maksud bapak kita ehem ehem berdua? Lalu bapak bayar saya?” Tanya Clara.

Ben mengangguk, “Iya, khusus untuk saya. Saya tidak bisa melakukan hubungan consent dengan orang yang tidak saya kenal. Saya juga tidak pernah jajan sembarangan. So, jadi pelanggan kamu hanya saya.”

“HAH!”

“Kamu mau berapa?”

Bibir Clara terbuka, ia benar-benar shock luar biasa mendengar percakapan Ben, bahwa dia hanya ingin dirinya. Oh Tuhan, ternyata pak Ben itu sangat batu, sudah ia katakana berkali-kali kalau dia tidak menjajakan tubuhnya.

“Saya lapar dan makanan pembuka yang saya makan di bar, tadi tidak cukup,” ucap Ben menjelaskan.

Clara menatap Ben, kata-kata yang dia ucapkan dengan konteks lain. Ia melihat iris mata Ben pupil mata itu membesar seolah menginginkan darinya. Ia melihat penampilannya, ia tahu ini sangat tidak etis mengenakan bikini thong, membuat siapapun yang melihatnya dengan rasa lapar.

“Sepertinya saya perlu memakai kimono saya. Mungkin ini yang membuat bapak lapar,” timpal Clara, ia mencoba melangkah menjauh.

Ben tersenyum penuh arti, ia lalu menarik tubuh Clara kebelakang. Posisi mereka berada belakang pohon palem yang rimbun. Tubuh Clara sudah berada di dinding dan Ben mengurung tubuhnya. Ia melihat sekelilingnya, tidak ada siapa-siapa, hanya dirinya dan Ben. Ia berharap tidak ada ular ataupun binatang yang berbahaya yang menyentuh tubuhnya. Ah ya, yang paling bahaya itu adalah pak Ben, dari tatapan pria itu seakan ingin menerkamnya. Ia menelan ludah ketika hembusan pria itu berada di permukaan wajahnya seolah ingin menciumnya.

“Mau temani saya malam ini?” Bisik Ben.

“Saya sudah katakana saya tidak berjualan, pak.”

“Teman-teman kamu bisa, kenapa kamu tidak bisa?”

“Karena itu pilihan mereka,” ketus Clara.

“Cara kamu berbikini, menunjukan kalau kamu sama seperti mereka.”

“Saya menggunakan bikini ini, karena saya merasa kalau saya sexy, bukan menarik perhatian pria hidung belang seperti bapak.”

“Saya bukan pria hidung belang, saya lebih suka memangsa.”

“Jadi bapak mau memangsa saya?”

“Iya.”

Jantung Clara lalu berdegub kencang, nafasnya seketika sesak, ia menelan ludah. Saat ini ia tidak bisa bernafas dengan baik, karena ulahnya pak Ben yang memaksa dirinya untuk dimangsa.

Ia mencoba memberontak, namun justru pria itu menarik tubuhnya dan mendorong hingga punggungnya menghantam benda keras.

Ini tindakan tidak masuk akal, pikiran Clara terputus, ketika Ben mencondongkan tubuhnya lalu mencium bibirnya dengan mengebu-ngebu. Ciumannya basah, dalam dan menyeluruh. Lidahnya menelusup ke rongga mulutnya dengan panas ke celahnya.

Ben menarik kepala Clara, agar ia bisa mencium wanita itu lebih dalam. Ciuman itu seolah-olah besok akan kiamat. Tubuhnya merapat ke tubuh Ben hingga punggungnya melengkung. Ia bisa merasakan gerakan lidah seperti vibrator masuk ke mulutnya. Ia hampir gila merasakan ciuman panas ini, ia menyadari kalau pak Ben benar-benar pencium yang handal. Bibirnya menghisap, bermain lidah dengan sangat berani.

Ia menyadari kalau tindakan pak Ben itu benar-benar sangat tidak sopan menciumnya secara berutal seperti ini. Ia memang karyawannya, bukan berarti semena-mena seperti ini. Ia tahu dari lekukan celana pak Ben ada sesuatu yang mengeras, menandakan pria itu sudah terangsang butuh pelampiasan.

Clara berusaha keras melepaskan diri dari pelukan Ben, ia mendorong dengan sekuat tenaga, dan akhirnya tubuh mereka terpelapas. Ben dan Clara mengatur nafas akibat ciuman panas mmereka.

Clara merasakan bibirnya kebas, ia melihat iris mata tajam Ben, “Jangan lakukan itu kepada saya. Saya tidak bisa dibeli dengan uang bapak.”

“Kecuali bapak membeli saya dengan harga satu milyar!” Ucap Clara kesal luar biasa. Pak Ben benar-benar tidak sopan terhadap dirinya.

Ben melihat Clara pergi meninggalkannya, wanita itu berlari. Ia menatap Clara dari kejauhan, wanita itu mengambil kiomononya. Setelah itu pergi meninggalkan table, di susul dengan sahabat-sahabatnya. Acara party ulang tahun kini mendadak sepi, karena sang pemilik acara terlihat marah kepadanya.

Tobias yang tidak mengerti, lalu menatap Ben dari kejauhan. Ia tahu ini ada hubungannya dengan Ben, pria itu melangkah mendekatinya.

“Ada apa?” Tanya Tobias, karena tadi ia asyik berbicara dengan wanita bernama Lovita, dia terlihat sangat cerdas, dan wanita itu mengatakan kalau dia bekerja sebagai marketing manager di bank Central. Itu merupakan hal yang luar biasa, diumurnya yang sangat muda. Ternyata yang berada di sini bukan wanita-wanita seperti Bianca, mereka pure bersahabat dengan jalannya sendiri.

“Tadi gue kissing Clara,” ucap Ben.

“Jadi itu yang buat party mereka bubar?”

“Mungkin.”

“Sumpah ya lo. Parah sih! Pantasan Clara kelihatan kesal. Lo benar-benar nggak sopan! Nggak semua mereka yang di sini seperti Bianca, Ben. Tadi gue kenalan sama Lovita, dia kerja di bank Central. Mereka berteman sudah dari SMA. Apapun profesi yang mereka pilh, mereka tetap bersahabat.”

“Dan Clara pun begitu, dia nggak bisa dibeli.”

“Dia mau dibeli dengan harga satu milyar!” gumam Ben.

“What! Serius!”

“Besok gue akan panggil dia ke kantor,” ucap Ben.

“Buat lo beli satu milyar?” Tanya Tobias lagi.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel