Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Pelantikan Raja Lunar

Bab 2 Pelantikan Raja Lunar

Kandee dan Luna mengawal Aro menuruni batu datar. Batu datar menjadi tempat favorit Aro semenjak menginjak kaki di Lunar.

Dia menyukai tempat ini sejak pertama kali melihatnya. Tempat tertinggi yang bisa memindai

seluruh kawasan hutan di kaki bukit yang memanjang sepanjang Lunar.

Kata Kandee, bukit itu membatasi Lunar dengan peradaban manusia. Di baliknya, ada pedalaman hutan Kalimantan yang tak pernah tersentuh oleh manusia.

Di puncak bukit memanjang itu, Kandee membuat portal yang bisa menuju ke wilayah manapun di muka bumi, dengan kekuatan sihirnya.

Aro menoleh ke arah Luna. Gadis itu tersenyum padanya. Aro menghulurkan tangan, hendak menyejajarkan Luna dengan langkahnya.

"Lunaro, tegakkan kepalamu. Kau di depan, Luna bersamaku."

Suara berat Kandee membuat Aro kesal dan menghempaskan tangannya ke udara. Kandee terlalu banyak mengaturnya semenjak dia menjadi tangan kanannya. Dia, werewolf yang tidak tahu cara bersenang-senang, selalu serius. Aro yakin, tak ada satupun werewolf betina yang mau melahirkan keturunannya.

Sebagai mokam, Ketua Keamanan Lunar.

Setiap Raja Lunar memiliki mokam yang bertugas mengamankan wilayah kekuasaan sekaligus pelindung Raja. Raja-raja di Lunar memiliki klan-klan tersendiri.

Semua klan telah disatukan di bawah kekuasaan Raja Tertinggi Lunar.

Malam ini adalah pelantikan Lunaro sebagai Raja Tertinggi Lunar.

Kandee sudah memastikan bahwa semua klan mengakui Lunaro sebagai Raja Tertinggi. Karena dia adalah keturunan tunggal Biluros, Raja Tertinggi sebelumnya.

Tiba-tiba Lunaro membalikkan badan dan berjalan mundur, membuat Kandee mengeram kesal. Raja barunya terlalu sulit diatur. Luna membekap mulutnya hendak menahan tawa.

"Luna, setelah ini, aku menunggumu di sebuah tempat istimewa. Aku kasih clue, dan sebagai tikus kecil, aku yakin kamu bisa menemukanku dengan cepat. Oke?"

"Lunaro."

"Kandee, please. Kau bilang, setelah pelantikan, aku tidak boleh bertemu siapapun. Termasuk dia? Kamu sungguh kejam."

Luna mengangkat telapak tangan dan memutarnya di udara. Badan Aro sontak berputar menghadap lagi ke depan. Sembari tertawa senang, Aro pun melangkah menyibak rerumputan di depannya.

Mereka sudah tiba di pusat Lunar, tempat pelantikan akan dilaksanakan.

Puluhan werewolf berada di sana, menanti Aro. Mereka mengeram bersahut-sahutan bahkan ada yang melolong dan menhentak kaki saat menyambut Aro.

Luna menghentikan langkah. Kandee mengikutinya, berdiri tegak di sebelah Luna. "Kamu takut?" tanya Kandee.

Luna menggeleng.

"Kenapa berhenti. Lihat, Rajamu sudah di tengah-tengah rakyatnya. Mereka menyambutnya dengan luar biasa. Dia, adalah yang dinanti-nanti."

Luna menunduk sejenak, lalu mengangkat dagunya perlahan.

"Kandee, apa dia akan baik-baik saja?" tanya Luna pelan. Sepasang matanya mengikuti langkah Aro yang kini diarak menuju panggung pelantikan. Sebuah batu datar setinggi para werewolf, dengan pagar-pagar kayu di sekelilingnya, diikat dengan jalinan kulit kayu.

"Kau tampak khawatir? Apa yang kau lihat di masa depan?"

Luna menyatukan kembali rumput yang tersibak dengan gerakan tangannya. Rumput setinggi badannya itu kembali seperti semula seolah tak pernah disibak. Kandee melihatnya, dan kembali mengakui bahwa Luna memang penyihir yang melampaui dirinya.

"Tidak ada. Aku tidak bisa melihat masa depan, dan itu meresahkan. Aro terbiasa hidup dengan manusia. Aku khawatir, dia tidak akan mendapatkan dukungan."

Kandee mengerang pelan. Sampai sekarang, Luna masih belum bisa membedakan setiap geraman atau erangan para werewolf itu menyatakan apa.

"Semua klan mendukungnya, kecuali satu. Dan klan itu tidak aku hadirkan saat ini. Aku ingin Raja Lunaro yang kelak menaklukkannya sendiri. Untuk membuktikan bahwa dia benar-benar layak sebagai Raja Tertinggi."

Luna menyibak rerumputan dan tatapannya tertuju di singgasana Aro di kejauhan. "Kandee, apa kau yakin aku bisa bersama Aro selamanya?"

Kandee diam.

"Aku merasa, bila bersamanya, waktuku tidak akan lama."

Kandee meletakkan tangan berbulunya di pundak Luna. Gadis itu sedikit gemetar. Dia dipenuhi kekhawatiran, was-was dan ketakutan. Namun juga harapan yang diliputi cinta.

Manusia memang lemah, karena mereka punya perasaan antara hewan dan tumbuhan. "Lunaro menunggu kita. Ayo."

Kandee mendorong bahu Luna perlahan. Dengan sentuhannya, dia merasakan perasaan Luna, menyelusup ke dalam dadanya. Tak jauh berbeda dengan Aro.

***

Upacara pelantikan Lunara menjadi Raja Tertinggi Lunar sudah dimulai. Lima klan serigala di Lunar--tanpa Klan Waikake--menghadirkan raja dan beberapa pengikutnya untuk menghadiri pelantikan. Sebagai bentuk pengakuan mereka pada Lunaro sebagai Raja Tertinggi Lunar.

Amber berdiri di bawah panggung, melipat tangan. Dia tampak tidak merasa nyaman berada di antara para betina werewolf yang mengendusnya sesekali.

Luna tersenyum melihatnya, lalu menghampiri Amber. Amber menyambutnya dengan senyum sekilas.

Luna tahu, Amber masih belum bisa menerima dirinya sebagai teman baik. Mereka bisa saling melempar secuil senyum, hanya karena Aro yang mengikat mereka berdua. Luna, kekasih Aro dan sudah dinyatakan terang-terangan oleh Aro di depan rakyatnya. Dan Amber adalah kerabat Aro yang diakui oleh rakyat Lunar sebagai sahabat baik Aro.

Kedua wanita ini, dijamin keselamatannya selama di Lunar. Tak ada yang berani mengusiknya, jika mengendus tidak dikategorikan mengusik.

“Mereka menyukai aromamu, Amber,” ucap Luna setelah berdiri di sebelah Amber. Mereka berdua mengamati proses pelantikan yang menurut mereka cukup aneh. Setiap raja dari klan di bawah kekuasaan Lunaro, melukai bagian tubuhnya dan meneteskan darahnya ke tangan berbulu Aro.

Lalu Aro menjilat darah mereka, dan menyerahkan telapak tangannya pada Kandee. Kandee melakukan hal yang sama. Maka penghormatan mereka pun diterima bila Kandee mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara. Dan utusan rakyat dari klan yang sudah diakui pun melolong bersahut-sahutan.

“Apa mereka tidak mengendusmu?” tanya Amber, sedikit sinis.

“Mereka akan terpental atau kuhantamkan ke pohon.”

Amber mendengus. Ucapan Luna adalah sebuah pernyataan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh mengendusnya selain Aro. Amber masih merasakan perih dadanya ketika Aro mengumumkan bahwa Luna adalah gadisnya. Dia merasa dilupakan. Aro sama sekali tidak mengingatnya bila Luna bersamanya.

“Dasar penyihir,” desis Amber, berharap Luna mendengar.

Luna menoleh dan tersenyum. Aro sudah mengumumkan bahwa Luna adalah miliknya, membuatnya tak lagi harus menghindari Amber--seperti dulu. Amber beranjak dari tempatnya, menyibak kerumunan.

“Kau mau ke mana?”

Amber menoleh sekilas. “Ke paman dan bibi. Bukankah kami harus pulang? Lunar bukan tempat kami.”

Luna terdiam. Dia tak ingin menyakiti hati Amber, tapi bersama Aro adalah harapannya. Dan

Aro sudah memilihnya, bukan Amber. Dipandanginya punggung Amber yang berkelit di antara para werewolf yang hiruk pikuk dengan geraman dan lolongan sesekali.

Saatnya pesta.

Daging-daging diedarkan dan semua mengambil tanpa berebut. Luna masih saja

terheran-heran, bagaimana mungkin binatang seperti mereka bisa mematuhi aturan yang dibuat oleh Kandee. Mungkin karena separuh diri mereka adalah manusia. Masih ada sisi manusia yang Luna berharap Aro bisa membuat mereka lebih baik.

Seperti Aro bila menjadi manusia. Manis dan santun.

Punggung Amber sudah menghilang. Luna mengalihkan pandangan ke arah panggung. Aro melambai ke arahnya. Luna segera naik ke atas panggung dengan mengangkat dirinya sendiri, lalu melayang ke arah Aro yang sedang berdiri di sebelah Kandee.

“Selamat kamu sudah jadi Raja Lunar, Aro. Hormatku untukmu,” ucap Luna sembari membungkuk hormat. Aro malah menjitak kepalanya.

Di ujung kerumunan, tiba-tiba terdengar keributan. Pekikan dan geraman. “Ada apa di sana, Kandee?” tanya Lunaro.

“Mereka masih saja berebut makanan,” sahut Kandee, “Padahal sudah disampaikan aturan sejak awal. Yang berebut akan mendapat hukuman.”

Namun ketiganya tertegun sesaat kemudian, ketika beberapa sosok werewolf terpental ke udara dengan lengkingan menyayat hati. Di ujung sana benar-benar ribut.

Kandee langsung menggamit lengan Aro dan Luna. Dia meneriakkan sesuatu yang tidak

dimengerti oleh Luna. Dan dalam satu detik, tentara-tentara Kandee yang berjaga di depan panggung, menyerbu ke ujung kerumunan.

Mereka telah diserang!

“Siapa itu, Kandee?” tanya Aro panik. “Klan Waikake,” ucap Kandee geram.

Tiba-tiba Aro teringat sesuatu. “Kandee, mereka datang dari arah batu datar.”

“Ya, pasukanku sudah tahu. Mereka barusan sudah kuperintah untuk ke batu datar.” “Ayah dan ibuku masih di sana, Kandee!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel