9
Sepanjang perjalanan ke kantor kepala Lexi dipenuhi tanda tanya, ada cerita apa di masa lalu antara orang tuanya dan orang tua Bianca.
Lexi melihat gurat kesedihan, kekecewaan, dan dendam di mata mamanya, tetesan air mata mamanya, saat memeluk papanya tadi membuat dada Lexi serasa di pukul dengan palu yang amat kuat.
Mamanya adalah orang yang sangat dicintai dan dihormati oleh Lexi, ia merasa telah menyakiti mamanya berkali-kali, namun sekali lagi ia ingin tahu apa yang terjadi.
"Lexi kita hampir sampai, ingat wajahmu harus diusahakan sewajar mungkin, jangan gugup, aku yakin akan banyak wartawan nanti, hadapi saja, jika kamu menghindar, maka kamu akan semakin di kejar, aku ada di sisimu," ujat Sofia mengusap bahu Lexi, berusaha menguatkan dan menenangkan Lexi.
Terdengar napas berat Lexi.
"Aku masih kepikiran mama, Sofi, ada apa antara orang tuaku dan orang tua Bianca, sampai mamaku menangis dengan suara seperti itu, aku semakin merasa bersalah pada mama," ujar Lexi mulai mengurangi kecepatan mobilnya saat ia memasuki area perusahaan papanya, ia melihat beberapa petugas keamanan di kantornya telah sigap menunggunya, ia melihat beberapa wartawan yang telah menunggunya, ah ternyata benar perkiraan Sofia.
Sofia mengangguk, mengusap tangan Lexi, menatap matanya dan mengajaknya keluar dari mobil. Saat Lexi dan Sofia ke luar dari mobil beberapa wartawan merangsek mendekatinya meski telah dihalang-halangi oleh petugas keamanan.
Beberapa wartawan sempat bertanya padanya, Berusah mengklarifikasi apa yang terjadi, Lexi menoleh pada wartawan itu dan menarik Sofia mendekatinya.
"Perlu saya tegaskan dan saya luruskan kabar yang simpang siur, para wartawan melewatkan wanita di dekat saya ini, saat kejadian, saya tidak sedang memperebutkan wanita yang tidak saya kenal itu, tapi saya melindungi wanita di samping saya ini yang akan diganggu oleh seseorang, jika saat kejadian ada wanita yang selama dua hari ini dikaitkan dengan saya itu salah besar, saya tidak mengenalnya, saya tidak pernah bersamanya, jika kalian bertanya siapa pasangan saya saat ini,ini ada di samping saya, saya akan segera bertunangan dengannya, sekian terima kasih," Lexi memeluk pinggang Sofia dan melangkah terburu-buru ke dalam gedung besar itu, dan para wartawan tidak dapat melanjutkan pengejarannya pada Lexi, karena petugas keamanan segera menutup akses masuk.
Sesampainya di dalam gedung Sofia melangkah sambil menatap Lexi yang berjalan dengan wajah tenang.
"Lex, kamu sadar tadi apa yang kamu katakan, berita ini akan menyebar, orang tuaku akan mendengar, apa yang akan aku katakan, kamu...kamu bilang kita akan bertunangan?" tanya Sofia sambil meneruskan langkahnya. Lexi diam saja. Memasuki lift, menarik tangan Sofia dan memandang wajahnya.
"Aku akan menghadap papa mama, akan mempertanggung jawabkan semuanya, dan setelah itu aku akan menemui orang tuamu, kita akan bertunangan Sofia," ujar Lexi menatap Sofia dari jarak dekat.
Sofia menggeleng pelan, ia akan membantah namun pintu lift terbuka, dan mereka keluar menuju tempat masing-masing. Sofia melihat punggung Lexi menjauh, memasuki ruangannya.
Tak lama, sekretaris papa Lexi mendatangi Sofia.
"Kamu dipanggil Pak Roi, segera di ruangannya."
Sofia bergegas melangkah ke ruangan papa Lexi, membukanya perlahan dan nampak papa Lexi sedang duduk menangkupkan kedua jarinya di depan dagunya.
"Duduklah Sofia, om ada perlu," suara berat Roi membuat Sofia agak takut, ia duduk di depan Roi dan menatap takut-takut, mengerjabkan matanya dengan cepat.
"Mulai hari ini dan seterusnya ruanganmu pindah dekat ruangan Lexi, kamu akan jadi sekretaris Lexi, dampingi dia, om percaya padamu, dia akan aman bersamamu, tadi om sudah menelpon papamu, sejak awal memang sekretarisku tetap Caroll sebenarnya, kamu hanya om latih agar terbiasa menangani perusahaan besar, dan kamu bisa beradaptasi dengan cepat, jadi setelah ini bawa semua barangmu, tempati posisimu dekat ruangan Lexi, terima kasih, silakan kembali bekerja Sofia," Roi tersenyum meski matanya terlihat lelah.
"Terima kasih Pak, saya .... saya akan bekerja dengam baik," Sofia berdiri dan melangkah ke luar ruangan Roi saat Roi memanggilnya lagi, Sofia menoleh.
"Iya pak?" ujarnya penuh tanda tanya. "Aku percaya padamu, ia akan bahagia dan aman bersamamu," ujar Roi menatap penuh harap pada Sofia. Sofia hanya mengangguk dan ke luar ruangan.
***
Sofia menempati tempat barunya tak jauh dari ruangan Lexi. Ia mulai mencatat hal apa saja yang akan dilakukan oleh Lexi beberapa hari ke depan, sesuai arahan seniornya, Caroll.
Saat ia sedang asik mengetik, ia mendengar ponselnya berbunyi. Sofia mengambil ponselnya dan terlihat nama Luois di sana...
Halooo Lou ....
Sofiiii
Ada apa, mengapa suaramu lemah,kamu sakit?
Aku kecelakaan tadi, aku ada di rumah sakit
Hah, kok bisaaa, trus kamu gimana, kamu nggak kenapa-napa kan? Di rumah sakit mana kamu? Ok ok aku kesana
Sofia kaget karena tangannya yang memegang ponsel digenggam oleh Lexi dan setengah ditarik.
"Ada apa, kamu mau ke mana, kamu tidak boleh ke mana-mana tanpa izin dariku," Lexi memandang Sofia dengan tajam.
"Lexiii mengertilah, Louis kecelakaan, dia sudah seperti kakak bagiku, aku akan ke rumah sakit sebentar, aku akan segera kembali," Sofia memohon dan Lexi menggeleng.
"Jika kau mau ke sana, harus bersamaku, kita akan bertunangan, aku sudah mengumumkannya tadi, jika kamu terlihat bersama laki-laki lain, media akan ramai lagi, jika hari ini aku tidak ada acara apapun, aku temani kamu menjenguk Louis," ujar Lexi tanpa senyum, dan Sofia mendesah dengan tak sabar. Melihat agendanya dan menatap Lexi sekilas, lalu melihat agendanya lagi.
"Nanti setelah jam makan siang ada meeting, kamu harus ikut kata Pak Roi," ujar Sofia.
"Ya udah kita ke rumah sakit, bentar aja, lalu balik ke sini, pake mobil kantor aja, sekalian sama sopirnya," jawab Lexi sambil berlalu menuju ruangannya. Sofia terlihat menelpon dan Lexi terlihat ke luar dari ruangannya menuju Sofia.
"Yuk Lex, mobil dah siap," ujar Sofia sambil meraih tasnya dan meraih lengan Lexi untuk segera berangkat.
"Napsu banget sih segera nemuin Louis, aku pamit papa dulu, takut tiba-tiba nyariin," Lexi berjalan menuju ruangan papanya. Ia menemui sekretaris papanya dan membuka pintu perlahan. Terlihat papanya sedang konsentrasi pada dokumen-dokumen, dan mengangkat wajahnya melihat pada Lexi.
"Aku ke luar bentar sama Sofia pa, ke rumah sakit nengok temannya, ntar balik lagi," Lexi terlihat bersikap formal pada papanya. Roi mengangguk.
"Nanti pulangnya bareng Lex, Sofi ajak juga, papa ada perlu pada kalian berdua, ada yang akan papa bicarakan," ujar Roi menatap Lexi tanpa senyum. Lexi mengangguk dan segera ke luar.
"Yuk Sof," Lexi dan Sofia melangkah beriringan menuju mobil yang telah siap di depan.
***
Sofia melangkah cepat menuju ruangan Louis, sesampainya mereka di rumah sakit. Lexi menarik lengan Sofia perlahan.
"Pelan ajaaa, kita pasti nyampe juga," wajah Lexi terlihat mulai jengkel. Saat sampai di ruangan Louis, Sofia memekik tertahan. Terlihat lengan dan kaki kiri Louis yang bermasalah. Sofia mendekat ke sisi tempat tidur Louis dan melihatnya dengan tatapan kawatir. Louis melihat Sofia yang datang dengan Lexi. Wajah Lexi terlihat dingin.
"Louis, kamu kenapa, kok bisa gini?" tanya Sofia dengan wajah kawatir.
"Orang mabuk nabrak mobilku tiba-tiba, mobilku ringsek, semua ngira aku dah meninggal Sof, aku sempat pingsan sih, bangun ya sudah di sini, lengan patah, kaki patah," ujar Louis menjelaskan pada Sofia dan terlihat tak nyaman karena ada Lexi diantara mereka.
"Duduklah, maaf jika saya membuat kekasih anda kawatir," ujar Louis pada Lexi. Lexi hanya mengangguk.
"Saya mengikuti acara di televisi, benarkah anda punya hubungan dengan seseorang yang yah seperti itulah sementara anda punya kekasih sebaik ini?" pertanyaan Louis mengagetkan Sofia dan Lexi. Ada rasa marah dalam dada Lexi, gerahamnya mengatup dengan keras. Ia merasa dilecehkan oleh Louis di depan Sofia.
"Saya tidak mengira orang berpendidikan seperti anda mengikuti acara murahan, gosip yang tidak jelas, saya akan memberitahu anda, bahwa kami akan bertunangan dan sebagai teman kecil Sofia, anda pasti akan kami undang," Lexi tersenyum sinis pada Louis. Terdengar tawa Louis dan membuat Lexi semakin meradang.
"Saya lupa jika anda berasal dari keluarga terhormat dan terpandang, pasti akan banyak berita murahan yang selalu mengelilingi anda, hanya luka-luka di wajah anda yang sempat saya rawat, semakin meyakinkan saya jika anda sedang berjuang memperebutkan wanita itu, jika anda berkenan berikan Sofia pada saya, saya tidak akan pernah membuatnya meneteskan air mata," Louis tertawa sumbang. Lexi berjalan pelan mendekati Louis. Sofia berdiri mendekati Lexi kawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Jika dengan melecehkan saya saat ini di depan Sofia akan membuat Sofia menoleh pada anda, anda salah besar, ia akan tetap memberikan cinta terbesarnya pada saya, apapun yang anda katakan dan apapun yang media perbuat pada saya, itu kelebihan saya yang tidak akan pernah anda miliki," Lexi menarik Sofia ke luar dari ruangan Luois.
Sofia menepis tangan Lexi setelah mereka berada di luar kamar Louis dan menuju tempat parkir.
"Apa-apan kamu Lexi?" tanya Sofia meringis kesakitan karena lengannya dicengkeram kuat oleh Lexi. Napas Lexi masih belum teratur, terlihat jika dia menahan emosi.
"Kamu tidak mendengar apa yang dia katakan, dia berusaha merebutmu dariku dengan cara murahan, menjatuhkanku didepanmu, sebagai laki-laki sejati harusnya dia tidak menggunakan mulutnya, tapi pakai akalnya," Lexi berjalan dengan langkah lebar menuju mobilnya.......
