Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Seenaknya

Bab 12 Seenaknya

Jalanan pagi itu cukup lengang. Berbeda dari jalan utama, jalan-jalan kecil seperti jalan dimana kafe Arunika berada termasuk jalan yang cukup lancar setiap harinya. Tidak banyak kendaraan besar yang lewat. Tidak ada bus, truk, maupun mobil besar lainnya kecuali mobil box untuk pengantaran barang dan keperluan dagangan untuk tempat-tempat usaha yang ada di sekitar kafe itu.

Pagi sekali kafe memang belum beroperasi. Kafe baru akan buka menjelang makan siang sekitar pukul sebelas dan tutup pada pukul sebelas malam setiap harinya. Seperti tempat makan dan tempat berkumpul anak muda pada umumnya, kafe Arunika menawarkan konsep yang berbeda dengan sentuhan vintage dan tambahan wara-warna pastel. Oranmen lampu-lampu berwarna kuning kecoklatan memberikan kesan hangat dan terasa seperti di rumah. Meskipun pada siang hari lampu-lampu tidak menyala, namun konsep kafe itu sendiri sudah sangat nyaman dan cocok dijadikan sebagai tempat untuk berfoto.

Pria berperawakan tinggi besar dengan lengan berotot yang lebih sering mengenakan kemeja polos dan celana kain warna gelap itu berdiri di gerbang masuk kafe. Sesekali ia memeriksa jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sambil berjalan mondar-mandir, ia melihat ke ujung jalan. Menanti seseorang yang biasanya tidak pernah absen untuk datang namun belakangan jadi sering datang terlambat. Pria yang dikenal dengan panggilan Mas Lingga itu nampak menghela nafas beberapa kali karena menunggu tanpa kepastian.

Sekitar dua puluh menit menunggu, Mas Lingga pun menyerah. Ia kembali ke dalam kafe dan menuju kantornya. Daripada menunggu Troy yang entah kapan tiba, lebih baik ia melanjutkan pekerjannya saja.

“Haris, sini sebentar,” panggil Troy pada salah satu karyawannya yang sedang membersihkan meja luar ruangan dengan lap basah.

Pemuda bernama Haris yang dipanggil oleh Mas Lingga itu pun meletakkan lap basahnya dan mendekat pada bosnya.

“Iya, Mas. Perlu bantuan apa?” tanya Haris dengan sopan.

Mas Lingga menggeleng, “Tidak. Saya hanya mau berpesan. Misal nanti Troy datang tolong katakan padanya bahwa saya perlu bantuannya di kantor. Pesan padanya untuk segera memeriksa persediaan kopi lampung di tempat penyimpanan. Kata barista kemarin kopi Lampung sudah menipis dan belum datang pasokan yang baru.”

“Mas Lingga ingin supaya Troy memeriksa itu cukup untuk berapa lama, begitu?” tanya Haris memastikan.

“Iya. Sebelumnya dia yang mendatangkan kopi itu. Oleh karenanya saya ingin dia bertanggungjawab dengan jumlah pasokan yang datang,” ujar Mas Lingga.

“Baik, Mas. Nanti saya sampaikan,” sahut Haris menyanggupi.

“Ya, sudah. Lanjutkan pekerjaan kamu. Saya tinggal ke dalam dulu.”

“Baik, Mas.”

Mas Lingga pun meninggalkan Haris dan pergi ke kantornya. Sementara Haris kembali melanjutkan pekerjaannya yang tadi belum selesai. Haris membersihkan meja dan sesekali menyemprotkan cairan pembersih di atas meja yang terbuat dari kaca itu.

“Troy.. Troy, suka seenaknya kalau bekerja,” keluh Haris. Ia sebenarnya sudah terbiasa dengan sikap sahabatnya itu. Namun, tetap saja sesekali rasa kesal itu terasa.

Selang beberapa menit setelah baik Mas Lingga maupun Haris melanjutkan pekerjaanya, sebuah motor matic yang tak asing tiba dan memasuki area kafe. Motor itu terparkir di tempatnya yang biasa kemudian si pengemudi turun usai melepas helm yang melindungi kepalanya.

Bersama wajahnya yang terlihat sumringah. Dengan senyum yang tak lepas bibirnya, Troy berjalan sambil memainkan kunci yang ada di jari tangannya. Ia mendekat pada Haris dan merangkul bahunya layaknya sahabat dekat pada umumnya.

“Hai, sahabatku,” sapa Troy. “Bagaimana kabarmu hari ini?” tanyanya.

Haris menegakkan dirinya. Menatap Troy dengan lirikan malas kemudian menurunkan tangan Troy yang tadi ada di bahunya.

“Sudahlah, Troy. Tidak perlu basa-basi. Kamu ini sudah terlambat datang malah santai sekali,” ucap Haris.

Troy tertawa saja. “Maklum. Aku ada keperluan lain kalau pagi hari.”

“Keperluan lain itu urusanmu tapi membantuku membersihkan kafe adalah kewajibanmu. Aku membersihkan seluruh kafe berdua saja dengan teman lainnya tadi. Sementara seharusnya kamu membantu. Sungguh sahabat yang tega,” ujar Haris sambil mengusap dadanya menunjukan bahwa dirinya cukup sabar memiliki sahabat seperti Troy.

“Aku tahu. Maafkan aku, sobat. Tapi aku memiliki keperluan lain yang lebih penting. Dan lagi, aku tidak sepenuhnya bertanggungjawab di sini,” balas Troy sambil melipat tangan di depan perut.

“Baiklah, baiklah. Terserah bagaimana kamu menyebutnya,” balas Haris yang enggan berdebat dengan pemuda itu.

Troy tertawa kecil. Senang karena dapat memenangkan perdebatan dengan Haris.

“Ya sudah. Aku ke sini bukan untuk berdebat denganmu. Aku harus menemui Mas Lingga. Di mana dia?” tanya Troy.

“Mas Lingga ada di ruangannya. Tadi dia berpesan supaya kamu memeriksa persediaan kopi Lampung di ruang persediaan. Katanya kopi Lampung sudah menipis jumlahnya dan belum ada kiriman lagi,” ucap Haris.

“Ah, benar. Aku lupa memberi kabar pada Mas Lingga bahwa pasokan akan datang terlambat. Mungkin dua hari dari sekarang baru akan tiba,” kata Troy menjelaskan.

Haris menggeleng. Tidak percaya bahwa sahabatnya seperti itu. Bagaimana bisa Troy lupa hal sepenting itu?

“Jangan jelaskan hal itu padaku. Bukan aku bosnya. Jelaskan saja pada Mas Lingga di dalam,” balas Haris kemudian mendengus kesal. “Harusnya kamu datang lebih pagi supaya bisa membantuku. Bukannya malah datang di jam seperti ini kemudian sibuk mengerjalan hal yang lain.”

Troy tersenyum. “Tenang saja. Aku tidak akan membiarkanmu mengerjalan semua sendiri. Tunggu sebentar setelah urusanku dengan Mas Lingga selesai, aku pastikan untuk membantumu.”

“Aku sangat menantikannya. Punggungku rasanya mau lepas karena menunduk sejak tadi,” balas Haris.

Troy kembali tertawa. Ia lantas berpamitan pada Haris dan masuk ke dalam kafe.

Lebih dahulu ia menemui Mas Lingga dan membahas beberapa hal dengannya termasuk menyampaikan mengenai pangiriman kopi Lampung yang terlambat. Merasa kecewa dengan hasil pekerjaan Troy, tentu saja Mas Lingga menegurnya dan menggerutu. Troy yang memang hari itu bertugas membantu Haris menyiapkan keperluan kafe sebelum buka, juga diharuskan memeriksa gudang penyimpanan bahan lebih dulu. Ia harus memeriksa persediaan kopi yang ada di sana. Mencatat jumlah yang tersisa dan segera membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan persetujuan Mas Lingga tentunya.

Selesai dengan semua urusannya dengan Mas Lingga, Troy memang berniat untuk membantu Haris mempersiapkan kafe. Namun sesuatu hal mengganggunya. Troy pun menepi. Duduk di sebuah kursi kosong dekat kasir lantas mengeluarkan ponselnya.

Troy mengaktifkan layarnya. Menekan sebuah nomor dan mengirimkan pesan pada nomor yang belakangan mulai taka sing lagi baginya. Troy menghubungi Flora melalui pesan singkat pada sebuah aplikasi. Mengabarkan padanya bahwa uang bayaran bunga tadi sudah ia bawa dan Flora tak perlu khawatir. Besok mereka akan bertemu dan Flora akan mendapatkan haknya. Tanpa menunggu balasan dari gadis itu, Troy menutup aplikasi berbagi pesan itu kemudian menonaktifkan layar ponselnya. Ia simpan benda berbentuk persegi panjang itu kembali di sakunya lantas berjalan ke depan ke tempat Haris berada.

Lelaki itu berjalan dengan santai dan hendak mengambil sebuah sapu yang ada di sudut ruangan. Ketika ia sudah memegang benda bergagang kayu itu, Troy seketika meletakkan benda itu kembali. Ia menepuk dahinya dan berdecak. Seketika ia berjalan cepat keluar dari kafe. Menemui Haris yang langsung mendapati ekspresi sebal dari sahabatnya itu.

“Kenapa lagi? Mana sapu? Mana kain lap meja? Kamu mau kemana? Kabur lagi?” ucap Haris langsung to the point.

“Maaf, Ris. Aku lupa. Aku harus buru-buru pulang. Ada keperluan mendadak. Sekali lagi aku minta maaf. Sampaikan izinku pada Mas Lingga. Aku yakin dia akan mengerti. Sampai jumpa nanti siang.”

Troy pun kabur begitu saja. Pergi dengan terburu-buru meninggalkan Haris yang bekerja sendirian. Haris pun hanya mampu menggelengkan kepala lalu menghela nafas dengan lembut.

“Sungguh, sahabat yang seenaknya,” dumel Haris lantas melanjutkan pekerjannya.

[]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel