Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Saat Manusia Tengah Dimabuk Cinta

Bab 3 Saat Manusia Tengah Dimabuk Cinta

Susan sedang jatuh cinta. Dan menurutnya, jatuh cinta itu sebuah anugerah yang diberikan Tuhan untuk manusia. Tak peduli membakar ataupun menghangatkan hubungannya nanti, yang dia tahu, cinta itu hanya perlu diterima.

Setidaknya itulah pemahaman seputar cinta yang dia pahami saat ini.

Lengkungan kecil yang terselip di antara sudut-sudut bibirnya tak mau pudar, tatkala sang pujaan hati bermanja-manja padanya. Seharian ini, mereka tidak keluar. Memilih menghabiskan waktunya di dalam rumah sambil menonton film di televisi.

Chen tidur di pangkuannya yang terbungkus oleh selimut. Makanan yang tadi dipesannya melalui aplikasi, ada di atas meja dapur. Hanya perlu dihangatkan jika mereka ingin makan nanti. Tangannya Chen tangkap dan kecup beberapa kali, menyalurkan perasaannya lewat hal itu.

Pipinya yang putih bersih merona mendapatkan perlakuan seperti itu. "Ko, lebih baik fokus ke televisi," bisiknya pelan, mencoba untuk tak peduli dengan hal tersebut.

Ini pertama kalinya Chen mengecup tangannya seperti itu, setelah sekian kali bertemu. Jadi maklum saja jika perlakuan seperti itu membuat hatinya bergetar, walaupun itu bukan hal yang spesial.

Tangannya yang bebas terulur mengusap surai kekasihnya. Hatinya kembali kelojotan saat merasa tangan melingkar di pinggangnya juga permukaan wajah yang ditenggelamkan ke arah perutnya.

Susan tidak mengerti dengan apa yang kekasihnya itu perbuat. Tapi dia tetap diam dan menikmatinya.

"Aku ingin tidur, tidur bersama denganmu. Tidak sabar menunggu hari itu."

Gumaman yang menghantarkan rasa hangat di perut itu, sampai di telinganya. Membuat Susan merona juga merasa diinginkan.

"Bu, lihatlah! Laki-laki ini benar-benar menginginkanku," batinnya, kesenangan.

"Sabar, Ko. Hanya perlu menunggu beberapa hari lagi. Tiga bulan saja bisa, masa tinggal hitungan jari saja tidak bisa," balas Susan masih dengan mengusap surai kekasihnya itu.

"Aku juga tidak tahu kenapa, Yang. Rasanya ingin cepat-cepat memilikimu untukku."

"Jangan gombal, Ko. Itu tidak mempan untukku," gumam Susan.

"Oh? Benarkah?" laki-laki itu bangkit dari posisinya, kini mereka duduk berdampingan. "Bagaimana jika seperti ini?" tanyanya dan langsung menyatukan bibir keduanya.

Mendambakan sentuhan lembut yang lebih baik, bukan sekedar berciuman. Dari tiga bulan mengikat status, baru kali ini kekasihnya itu berani bertindak seperti sekarang. Susan mengikuti permainannya. Hatinya merasa didamba oleh sang kekasih.

"Ko...," lenguhnya, saat kegiatan mereka terasa lebih intim. "Jangan sampai ke sana. Sabar, ya?" lanjutnya sambil terengah menahan hasrat yang memuncak.

Chen langsung bisa mengontrol dirinya. Laki-laki itu sama terengah sepertinya, tapi masih mau mencoba menahan hasratnya yang memuncak. Dia tertawa sambil mengusap rambut Susan. "Sepertinya aku butuh ke kamar mandi sebentar. Yang, hangatkan makanan kita, ya? Aku harus menuntaskan apa yang tertunda dulu."

Susan mengangguk paham. Dia ikut tertawa mendengarnya, sebelum calonnya itu benar-benar hilang di balik pintu, dia sempat-sempatnya memberikan godaan pada Chen dengan berteriak. "Sabar, ya! Tinggal beberapa hari lagi!"

Di dalam hati Susan, perempuan itu tak henti memuji-muji kekasihnya itu. "Bu, sepertinya aku akan tetap bahagia walaupun menikah tanpa restumu."

Selesai dari pikirannya sendiri, Susan langsung menyingkirkan selimut dan bangkit melakukan apa yang kekasihnya itu minta tadi.

Susan senang dengan perhatian-perhatian kecil yang Chen berikan padanya. Dia merasa tidak salah mengambil keputusannya ini. Dia yakin, jika sekarang saja Chen sudah memperlakukannya dengan begitu baik, bagaimana nanti saat mereka menikah?

Dia ingin membuktikan kepada ibunya, jika Chen memang pantas mendapatkan dirinya. Begitupun sebaliknya.

Kekasihnya itu sudah kembali dari kamar mandi. Dan membantu menata makanan yang sudah Susan hangatkan. Mereka siap menyantap itu semua.

"Ko, kamu tidak bosan melihat aku setiap hari?"

"Aku tidak akan pernah bosan, Yang. Harusnya kamu antisipasi dirimu sendiri, agar ke depannya tidak bosan melihat aku setiap hari."

Susan mengangguk menganggap hal itu sebuah candaan semata. "Bagaimana dengan surat-surat yang diminta oleh pihak KUA, Ko?"

"Sudah. Semuanya sudah beres. Kamu tenang saja, dan bersiap-siap saja untuk perubahan status mu nanti."

"Aku juga tidak sabar, Ko."

***

Hari menuju ijab kabul semakin dekat. Oleh karenanya, Susan semakin rajin merawat dirinya sendiri di kamar Chen.

Berolahraga, melulur badannya, hingga menjaga kesehatan kulit wajahnya. Walaupun pernikahan mereka sangat sederhana, Susan tetap ingin memberikan yang terbaik untuk Chen.

Menjadi istri yang cantik di hari perubahan statusnya. Mengingat itu, ada sedikit perasaan sedih saat pernikahannya nanti tidak akan disaksikan sanak saudaranya. Susan harus menerima, karena ini sudah menjadi jalan keputusannya.

Tangannya terus melakukan gerakan-gerakan yang dia lihat di layar ponselnya. Mengikuti aba-aba untuk mengencangkan lengannya. Sebuah pesan masuk membuat Susan menghentikan kegiatannya, itu pesan dari Chen yang sedang keluar rumah.

Koko Chen :

Yang, kamu suka yang mana?

Seperti itulah isinya, diikuti sebuah gambar dress brokat modern dengan bentuk yang berbeda-beda.

Matanya langsung melihat-lihat gambar yang Chen kirimkan. Ada banyak model, tapi matanya langsung tertuju pada sebuah dress brokat berwarna dustypink di bawah lutut yang memiliki blazer sebatas sikut untuk menutupi bagian atasnya.

Tanpa menunggu lama, Susan langsung memberikan jawabannya. Tentang dress mana yang dia inginkan.

Susan kira saat laki-laki yang akan segera menjadi suaminya itu keluar rumah, dipikirkannya hanya tercetus tentang menemui keluarganya atau temannya yang lain. Tapi siapa sangka dia keluar untuk membelikan sebuah dress untuk Susan.

Kekasihnya itu langsung menghubungi Susan setelah dua centang abu berubah menjadi biru.

"Kenapa Ko?"

"Kamu yakin mau pakai itu untuk akad nanti? Apa tidak terlalu terbuka? Mungkin, nanti bukan aku saja yang bisa melihatmu. Ada penghulu juga para saksi. Belum lagi saat kita pergi ke tempat lainnya. Pasti akan banyak yang melihat kamu, Yang."

"Lho? Lalu masalahnya apa, Ko? Mereka kan memiliki mata dan aku juga manusia, wajar saja jika wujudku terlihat oleh mereka."

Terdengar suara gusar di seberang sana. "Tapi aku tidak suka, Susan."

"Ko, kenapa begitu? Bukannya saat mereka melihat nanti, aku sudah sah menjadi milikmu? Apalagi yang membuatmu tidak suka?"

"Ya sudah. Aku belikan yang ini. Yang, kamu tetap di rumah, ya. Jangan memasak. Aku akan belikan makanan sebelum pulang."

"Memangnya aku mau kemana, Ko? Selama di sini kan aku memang selalu berdiam diri di rumah. Mengerjakan yang bisa dikerjakan sesuai keinginan kamu," sahutnya.

Chen tertawa mendengarnya. Mendengar suara sang kekasih yang terdengar sedikit kesal atas permintaannya itu. "Aku bisa mempercayaimu, Yang. Ya sudah, tunggu aku di rumah, ya."

"Jangan lama-lama, ya Ko. Aku kesepian jika sendiri seperti sekarang."

"Iya, Yang. Aku langsung pulang setelah ini."

Sambungan mereka terputus dan Susan kembali melanjutkan apa yang sempat tertunda tadi. Dadanya terus naik turun, mengatur jalur pernapasannya. Seperti inilah rutinitas sehari-harinya selama tinggal di rumah Chen.

Hatinya selalu tak sabar jika mengingat waktu yang berjalan terasa lambat. Seolah ingin menguji kesabarannya untuk menunggu hari-H.

Memimpikan kebebasan untuk melakukan hal-hal yang dinantikan keduanya. Berkhayal tentang memiliki makhluk-makhluk kecil yang akan meramaikan keluarganya nanti, entah dengan tangisan, kecerewetan ataupun kelucuan dari makhluk mungil itu sendiri.

Hati Susan kembali berdebar semangat saat membayangkan momen-momen indah itu akan segera diraihnya. Dia siap menyambut itu semua. Tidak sabar menanti apa yang dikhayalkannya akan terwujud satu-persatu.

Rasanya Susan memang pantas menerima itu semua jika mengingat apa saja yang menimpanya belakang ini. Bibirnya terus tersenyum lebar saat berolahraga.

Pakaian Susan sudah banjir keringat, karena olahraga yang dilakukannya. Setelah semua latihan selesai, dia langsung melakukan pendinginan sebelum kemudian menggulung kembali matrasnya.

Dia langsung bergegas membersihkan dirinya untuk menyambut Chen, sang kekasih yang akan segera menjadi suaminya. Saat tengah membersihkan dirinya, Susan mendengar suara Chen yang memanggilnya.

"Apa, Ko?! Aku masih mandi! Tunggu sebentar!" teriaknya sambil mempercepat proses mandinya.

"Yang?! Kamu masih lama di sana?!"

"Sebentar Ko! Sebentar lagi!" balasnya, sambil berteriak nyaring.

Susan langsung mengenakan handuknya dan menggulung rambutnya. Setelah dirasa aman, dia langsung melangkah keluar dari sana.

"Kenapa, Ko? Membuatku terburu-buru saja," protesnya setelah keluar dari kamar mandi.

Mata Chen langsung bergerak liar saat melihat itu. Menelusuri punggung calonnya, sampai tak menghiraukan omelan yang keluar dari mulut Susan.

"Ko!"

"Oh, itu. Aku kira kamu tidak ada di rumah, jadi aku mencarimu," Chen berdeham. "Cepat pakai pakaianmu dan kita makan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel