Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Tak Midah Disentuh

Du Shen duduk tenang di bangkunya, hanya sesekali meneguk gelas minuman yang tersaji di depannya.

Matanya tidak menunjukkan emosi apapun saat ia melirik ke arah Murong Chen. Sikapnya yang santai itu justru mempertegas aura dingin yang mengelilinginya.

"Aku di sini hanya untuk makan," ujarnya singkat. Suaranya tenang, hampir tak beremosi, namun setiap kata mengandung ketegasan. "Aku tak punya urusan dengan kalian."

Hao Yexin yang duduk di depannya segera menangkap nada netral itu. Dia mendengus, mencoba mengalihkan perhatian Murong Chen. "Apa kalian dengar itu, Murong Chen? Kami tidak ada urusan dengan kalian. Jadi lebih baik kau pergi saja!" katanya, suaranya sedikit bergetar meski ia mencoba terdengar percaya diri.

Murong Chen tertawa pelan, tawa yang penuh ejekan. Matanya menyipit, memandang Hao Yexin dan Du Shen seperti dua semut kecil di hadapannya. "Kalian dengar itu?" tanyanya kepada anak buahnya, suaranya meninggi. "Dua orang rendahan ini berani mengusirku, Tuan Muda Murong Chen? Bahkan jika ayah gadis itu seorang pedagang kaya, dia tak akan sanggup melindungi mereka dari keluargaku!"

Hao Yexin berdiri, menatap Murong Chen dengan marah. "Jaga mulutmu, Murong Chen!" teriaknya. "Jika bukan karena keluargaku bekerja sama dengan keluargamu, aku tak akan pernah sudi memandang wajah menjijikkanmu!"

Ucapan itu seperti bara yang dilemparkan ke dalam api. Murong Chen melangkah maju dengan mata membara. Ia mengangkat tangannya, bersiap menampar Hao Yexin. Tapi gerakan itu terhenti seketika.

Tangan Murong Chen tertahan di udara. Sebuah tangan kokoh menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Itu adalah tangan Du Shen. Wajah pemuda berpakaian lusuh itu tetap datar, tetapi matanya memancarkan ketajaman seperti pedang yang siap menebas kapan saja.

"Jangan ganggu orang lain, apalagi berani memukul wanita," kata Du Shen, suaranya rendah namun tegas.

Murong Chen menarik tangannya, mencoba melepaskan diri, tetapi genggaman Du Shen terasa seperti jerat baja yang tak bisa digoyahkan. "Apa kau tahu siapa aku?" gertak Murong Chen. "Berani menyentuhku, kau pasti ingin mati!"

Du Shen mendekatkan wajahnya, tatapannya dingin menusuk. "Yang aku tahu, kau terlalu banyak bicara," balasnya. "Orang-orang mungkin akan lari terbirit-birit, bukan karena takut padamu, tapi karena tak tahan melihat wajah jelekmu."

Ucapan itu membuat seluruh toko hening. Para pengunjung memandang dengan tak percaya. Tak ada yang pernah berani menghina Murong Chen seperti itu, apalagi seorang pemuda lusuh yang tampaknya berasal dari kalangan rendah.

Hao Yexin menatap Du Shen dengan campuran rasa kaget dan kekaguman. Ia tak pernah menduga seseorang yang baru ditemuinya akan berani menantang Murong Chen secara terang-terangan.

Murong Chen menggeram. Wajahnya memerah karena amarah. "Kau benar-benar mencari mati!" bentaknya. Ia melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada tiga anak buahnya.

"Tangkap dia! Buat dia menyesal karena telah menghinaku, Tuan Muda dari Keluarga Murong!"

Ketiga pria bertubuh kekar yang membawa pedang di pinggangnya segera maju. Salah satu dari mereka, pria berbadan paling besar, mendekati Du Shen dengan tinju terangkat.

"Hmp, beraninya kau menghina Tuan Muda kami! Kau akan menyesal telah dilahikan ke dunia ini!" katanya.

Tinju itu melesat cepat, membidik wajah Du Shen. Tapi Du Shen bergerak lebih cepat. Dengan satu langkah ringan ke samping, ia menghindari serangan itu. Sebelum pria itu sempat bereaksi, Du Shen mengayunkan tangannya, menghantam wajah pria itu dengan keras.

Benturan itu cukup kuat untuk membuat pria besar itu terjungkal ke belakang, menghantam deretan meja berderet rapi di belakangnya hingga menjadi berantakan.

Dua anak buah Murong Chen lainnya maju bersamaan, wajah mereka dipenuhi amarah. Salah satu dari mereka mencabut pedangnya, mengayunkannya ke arah Du Shen.

Namun, Du Shen seperti bayangan yang tak bisa disentuh. Setiap serangan mereka meleset, bahkan sebelum pedang itu mendekat, Du Shen sudah berada di posisi lain. Gerakannya begitu cepat dan gesit, membuat dua pria itu terlihat seperti badut yang sedang berusaha mengejar bayangan.

Dalam beberapa detik, salah satu pria itu terpukul mundur dengan satu serangan ke dada, membuatnya terhempas ke lantai. Pria terakhir mencoba menusuk Du Shen dengan pedangnya, tetapi Du Shen hanya menangkap bilah pedang itu dengan dua jarinya.

Mata pria itu membelalak. "Mus...mustahil!" serunya.

Du Shen tersenyum tipis. Dengan satu gerakan, ia memutar pedang itu, membuat pria itu terlempar ke belakang, menabrak meja hingga pingsan.

Du Shen masih berdiri dengan tenang, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Tiga anak buah Murong Chen yang sebelumnya tampak penuh percaya diri kini terkapar di lantai, mengerang kesakitan.

Hao Yexin menatap pemandangan itu dengan mata membulat, sulit percaya bahwa pria yang tampak seperti pengembara lusuh mampu melumpuhkan tiga orang bertubuh kekar hanya dalam hitungan detik. "Kau..." gumamnya pelan, tetapi ia tidak melanjutkan kata-katanya.

Sementara itu, Murong Chen berdiri terpaku di tempatnya. Matanya melebar, tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi di depan matanya.

"Apa-apaan ini?! Kalian bahkan tidak bisa mengalahkan satu pengemis sialan?!" bentaknya dengan suara penuh kemarahan. Ia menendang salah satu anak buahnya yang terkapar, melampiaskan rasa frustrasinya.

Du Shen mendesah pelan, tampak bosan dengan situasi ini. Ia menatap Murong Chen dengan dingin, matanya seperti belati yang menusuk langsung ke jantung lawan. "Kalau kau punya nyali, hadapi aku sendiri. Jangan hanya berkoar dan menyuruh orang lain berkelahi untukmu."

Perkataan itu menusuk harga diri Murong Chen. Rahangnya mengeras, dan wajahnya memerah karena marah. "Kau berani meremehkanku?! Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan, bocah!"

Murong Chen menghunus pedangnya, sebuah senjata bermata dua yang tampak berkilau di bawah cahaya redup. Ia melangkah maju dengan senyum licik, tetapi senyum itu tidak mampu menyembunyikan ketidakpastian yang mulai menggerogoti hatinya.

Du Shen tidak bergerak, hanya berdiri di tempatnya dengan tangan tetap tergulung di depan dada. Tatapannya tetap tenang, tetapi ada aura dingin yang menyelimuti tubuhnya, membuat suasana di dalam toko semakin mencekam.

Murong Chen menyerang dengan gerakan cepat, mengayunkan pedangnya ke arah kepala Du Shen. "Rasakan ini, dasar pengemis tak tahu diri!"

Namun, sebelum pedang itu sempat mendekati Du Shen, gerakan Murong Chen terhenti tiba-tiba. Sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya dengan kekuatan luar biasa, menghentikan serangan itu di udara.

Du Shen tidak hanya menahan pedang itu, tetapi juga memelintir lengan Murong Chen dengan gerakan cepat. Pedang di tangan Murong Chen terlepas, jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring.

"Aaaargh! Lepaskan aku, kau bajingan!" Murong Chen berteriak kesakitan, tetapi tidak mampu melawan kekuatan Du Shen.

Du Shen menatapnya dengan tatapan penuh penghinaan. "Kau terlalu lemah untuk bermain-main dengan senjata. Pergilah sebelum kupatahkan kedua kakimu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel