06. Menjadi Panglima
Setelah dua hari beristirahat, Hanggara mulai menjalankan tugasnya lagi. Berpatroli di wilayah udara Kerajaan Adegdaha. Dia sekarang berniat mengunjungi kampung halamannya sambil berpatroli.
Pasukan Elit Rajawali Emas dan Pasukan Pemanah Beracun, yang dipimpin oleh Jenderal Hanggara, sudah berkumpul di lapangan bersama dua burung rajawali raksasanya.
Pasukan Patroli Udara dibagi dua grup. Grup pertama dipimpin Panglima Kerajaan, grup dua dipimpin oleh Hanggara. Tugas berpatroli bergiliran dua hari sekali.
Setiap grup memiliki empat regu. Setiap regunya dua belas orang satu komandan. Dua regu pasukan pemanah, dan dua regu lagi pasukan tempur. Sedangkan Komandan Telik Sandi Adiwiyata, diangkat menjadi Komandan Jenderal Pasukan Khusus Grup Dua, yang bertanggung jawab langsung kepada Jenderal Hanggara, yang kini telah diangkat menjadi Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, Pangkopkamtib.
Hanggara sendiri ada rencana ingin menambah kekuatan pasukan burung rajawalinya, untuk memperkuat pasukan tempur udaranya. Maka dari itu, dia berniat mengunjungi gurunya di hutan larangan, sekalian mampir ketempat kelahirannya.
Seluruh keamanan di wilayah kerajaan, hingga kerajaan bawahan, dikendalikan oleh Panglima Hanggara, sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban.
Tak ayal lagi, kesibukan Hanggara pun terus bertambah. Terutama dengan masalah gangguan keamanan dari gerombolan bandit. Dalam setiap perjalanan berpatroli, gangguan keamanan kerap kali ditemukan. Hanggara dan pasukannya tak segan-segan membantainya.
Seperti dalam perjalanan saat ini, semua kekuatan pasukan dikerahkan untuk menumpas ribuan gerombolan bandit, dari aliran hitam dikawasan Utara.
Duar.... Duar..... Bom.....
Tiba-tiba ledakan keras terdengar. Para prajurit yang berada di atas burung rajawali terkejut.
Hanggara segera mengarahkan burung rajawalinya menuju ketempat ledakan tersebut. Tampak ratusan orang sedang bertarung. Hanggara mengamati pertarungan dari punggung rajawalinya.
"Tangkap mereka semuanya!" Perintah Hanggara kepada pasukannya, setelah memastikan yang bertarung itu adalah gerombolan bandit.
Segera pasukan pemanah menarik busurnya. Panah-panah beracun pun melesat terbang, seperti hujan kearah gerombolan itu.
Duar.... Bom.... Bom.....
Kekacauan benar-benar mengaduk-aduk tempat itu, sehingga pertempuran semakin seru.
Ledakan demi ledakan terus bersahut-sahutan, bergema kesegala arah. Prajurit khusus kerajaan terus menyerang lawan dengan semangat.
Hanggara bertarung dengan hebatnya. Pukulan dan terjangannya, menyebabkan ledakan keras. Duar.... Duar.... Melemparkan para bandit beberapa ratus meter, hingga menabrak beberapa pohon besar.
Sudah beberapa jurus berlalu, Hanggara masih belum mengeluarkan jurus intinya. Dia masih memakai jurus-jurus tingkat menengah. Hanya sesekali menyerang, selebihnya masih bertahan.
Para prajurit melihat pertarungan Hanggara, dibuat geregetan. Bagaimana tidak, Hanggara masih bermain-main, belum sepenuhnya serius. Dia belum mengeluarkan jurus-jurusnya yang mematikan. Hanya sesekali saja menyerang.
Walaupun hanya sekali menyerang, tapi mampu menghancurkan tubuh lawan-lawannya hingga musnah menjadi abu.
Dan jurus pertahanannya sangat kuat sekali. Tidak mudah untuk diterobos oleh musuh-musuhnya, walau dikeroyok oleh ratusan orang, dia belum merasakan terdesak, atau lelah. Dia masih kuat untuk bertahan.
Puluhan jurus terlewati, kini Hanggara ingin mempergunakan jurus Dewa Rajawali Mengunci Lawan. Karena sudah saatnya dia menggunakan jurus-jurus inti dari Rajawali Sakti.
"Sudah cukup bermainnya. Sekarang bersiaplah kalian!" Seru Hanggara, sambil mengeluarkan teknik jurus Dewa Rajawali Mengunci Lawan, untuk mengunci mereka semuanya.
Dalam hitungan detik, mereka semua tidak bergerak. Seolah sudah menjadi patung. Tidak berdaya sama sekali, tidak dapat berbicara, tidak bisa melihat, hanya bisa mendengar.
Benar-benar sudah terkunci sama sekali. Walaupun ranah mereka tinggi, namun menghadapi teknik jurus Dewa Rajawali Mengunci Lawan, benar-benar satu pun tidak ada yang lolos.
Serangan Hanggara ini sudah melemahkan mental mereka. Setidaknya hal itu merupakan cambuk bagi mereka, agar mereka tidak berbuat jahat lagi di wilayah Kerajaan Adegdaha.
Komandan Jenderal Pasukan Khusus Grup Dua, Jenderal Adiwiyata tersenyum sambil menyemangati pasukannya, untuk mencegah sisa-sisa kelompok bandit yang hendak melarikan diri.
"Mau pada lari kemana kalian," teriak komandan Prajurit sambil menerjangnya.
Pertarungan pun berlangsung seru, antara para prajurit dengan kelompok bandit.
Melihat hal itu, pemimpin gerombolan bandit menjadi geram. Namun Hanggara segera mengunci pemimpin bandit, dengan teknik jurus Dewa Rajawali Mengunci Lawan.
"Argh...., Bajingan kau!" Teriak batinnya marah.
Walaupun dia marah, namun pemimpin bandit itu tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya ngedumel didalam hatinya.
"Hahaha..... Ini sangat menyenangkan sekali," ucap Hanggara tersenyum sambil menatap pemimpin bandit dan anggotanya, yang sudah menjadi patung.
"Sungguh kekuatan yang luar biasa!" Para prajurit memujinya.
"Argh... Mundur!" Teriak wakil pemimpin bandit kepada anggotanya yang masih hidup.
Dari enam ratus anggota bandit, kini hanya tersisa empat puluh orang, setelah terkunci oleh jurus Dewa Rajawali Mengunci Lawan.
"Serang terus, jangan biarkan lolos!" Teriak Hanggara memberi perintah kepada pasukannya.
Para prajurit pasukan Hanggara, terus mengejar musuh-musuhnya yang hendak kabur. Sambil mengejar, pasukannya terus membantai mereka, satu orang pun tidak ada yang selamat dari kejarannya.
Setelah cukup jauh mengejar gerombolan bandit, pasukannya kembali ketempat semula.
"Baiklah, kalian urus mereka yang sudah menjadi patung hidup itu, berikan kesempatan satu kali, jika mereka kedapatan masih melakukan kejahatannya, jangan kasih ampunan lagi," ucap Hanggara memberi toleransi pada mereka.
"Baik Panglima," sahut prajurit bersamaan.
"Jenderal Adiwiyata, kita istirahat dulu sejenak. Baru nanti setelah memberikan hukuman pada bandit-bandit itu, kita melanjutkan perjalanan lagi," ucap Hanggara.
"Hukuman apa sekiranya yang cocok pada mereka?" Tanya Adiwiyata penasaran.
"Turunkan ranah kultivasinya tiga tahap, agar mereka jera. Tapi kalau kedapatan berbuat jahat lagi, hancurkan kultivasinya," jawab Hanggara.
Setelah menurunkan kultivasi para bandit tiga tahap, menjadi Pendekar Raja, baru dia membebaskannya.
Para bandit pun berlarian meninggalkan tempat itu, mereka takut berlama-lama dihadapan Hanggara, kalau-kalau dia berubah pikiran. Akhirnya mereka pun mengambil langkah jurus seribu.
Sedangkan para prajurit memulihkan kekuatannya. Setelah beberapa menit kemudian, kekuatannya kembali pulih.
"Ayo, kita lanjutkan perjalanan kearah hutan larangan," ucap Hanggara mengajak pasukannya.
Mereka tiba disebuah gubuk tua, didalam hutan larangan. Lalu Hanggara dan pasukannya melesat turun dari punggung rajawali menuju ke gubuk tua.
"Salam Kakek Guru," hormat Hanggara berlutut dihadapan gurunya.
Lalu keduanya masuk kedalam gubuk. Hanya Hanggara seorang yang diperbolehkan masuk kedalam gubuk. Sedangkan yang lainnya menunggu diluar.
Enam jam berlalu, tampak Hanggara keluar dari dalam gubuk bersama gurunya.
"Nak Angga, coba lihat ke atas," tunjuk gurunya kearah langit.
"i.... itu!" Hanggara gugup melihat rombongan lima belas burung rajawali raksasa melayang di atasnya.
"Hahaha.... Iya.... Iya, ke lima belas rajawali itu untuk membantu tugasmu," ucap gurunya tertawa.
"Terimakasih Kakek Guru," Hanggara berlutut mengucapkan terimakasih pada gurunya karena senang.
Burung rajawali raksasa yang semula ada dua, kini bertambah menjadi tujuh belas. Semua rajawali itu menjalin hubungan kontrak darah dengan Hanggara sampai pemiliknya meninggal, baru kembali lagi ke tuan asalnya, Guru Brahmana.
Hanggara dengan mudah mengendalikan burung rajawali itu, setelah adanya kontrak darah, sehingga sangat mendukung sekali dalam membantu menjaga keamanan dan ketertiban kerajaan.
Hanggara dengan pasukannya berpamitan kepada Gurunya, untuk melanjutkan perjalanannya kearah sebuah perkampungan tempat dibesarkannya.
Mereka berloncatan ke atas punggung Rajawali Emas Raksasa, yang sudah menunggunya di lahan yang luas. Panji memerintahkan kepada semua burung Rajawali Emas Raksasa untuk mengikuti keinginannya.
Ketujuh belas Rajawali Raksasa terbang menuju kearah perkampungan yang tidak jauh dari tempat gurunya, Panji mengendalikan Rajawali Raksasanya paling depan, diikuti oleh pasukannya yang menunggangi enam belas burung Rajawali Raksasa.
Tak terasa didalam perjalanan, pasukan tujuh belas burung rajawali raksasa tiba disebuah perkampungan. Tidak jauh dari hutan larangan.
Kedatangan pasukan rajawali yang dipimpin Panglima Hanggara, membuat seluruh penduduk kampung terkejut. Apalagi Hanggara mengenakan seragam Panglima Kerajaan, mereka semua sudah tidak mengenalinya lagi.
Dihalaman sebuah rumah besar tetua kampung, pasukan rajawali mendarat. Lalu Hanggara dan sejumlah pasukannya turun dari punggung rajawali, menuju sebuah rumah besar milik tetua kampung.
Hanggara beserta pasukannya, disambut oleh tetua kampung dan warganya, yang sudah tidak mengenalinya lagi.
"Salam Panglima, kami tidak menyangka akan kedatangan pembesar kerajaan," sambut tetua kampung berlutut dihadapan Hanggara, diikuti oleh warganya.
"Berdiri tetua, salam tetua aku terima," ucap Hanggara tersenyum.
"Ayo masuk Panglima!" Ajak tetua kampung pada Panglima dan pasukannya, menuju aula di rumah besar.
Bersambung......
