BAB 7: MAAF
Keesokan pagi setelah sarapan, para rombongan bersiap menuju Stadium Bukit Jalil untuk geladi resik konser nanti malam. Sepanjang perjalanan Samiya hanya terdiam memandangi indahnya tatanan kota Kuala Lumpur, sedangkan Kim Tae Ho terlihat sedang menghafal lagu-lagu yang akan dinyanyikannya nanti malam.
Pria itu sesekali melihat ke arah Samiya yang duduk di kursi seberang. Dia mencoba menerka-nerka, kenapa asistennya menjadi seperti itu? Semakin lama rasa penasaran di hati semakin dalam, meski begitu ia harus kembali fokus karena nanti malam adalah rangkaian konser terakhirnya tahun ini.
Sampai di stadium, rombongan langsung mempersiapkan segala kebutuhan untuk konser nanti. Samiya terlihat sedang menyusun baju-baju yang akan digunakan sang bintang malam ini. Dia tetap profesional walau sekarang seperti ada jarak antara dirinya dan Kim Tae Ho. Jarak yang telah dibuatnya sendiri, sejak pria itu mengatakan tentang pernikahan tadi malam. Entah hanya sebuah gurauan atau serius, tapi bagi wanita itu sama saja, ia merasa tidak nyaman.
Kim Tae Ho bersiap untuk melakukan geladi resik di atas panggung. Sebelum melangkah, ia melihat sekilas ke arah Samiya yang sedang mempersiapkan kebutuhannya untuk konser nanti malam. Dari berjumpa tadi pagi hingga sekarang, perempuan itu lebih banyak diam dan tidak banyak berbicara.
Para kru dan tim manajemen merasakan jarak di antara Samiya dan Kim Tae Ho. Tidak seperti biasanya, mereka hanya tegur sapa sekedarnya, tanpa banyak percakapan. Wanita itu juga terlihat berbeda dari sebelumnya, meski ia berusaha untuk profesional.
Saat Kim Tae Ho melakukan geladi resik di panggung, Samiya masih menyediakan minuman untuknya dan juga hal-hal lain yang dibutuhkan.
***
Waktu konser pun tiba, Kim Tae Ho melangkah ke atas panggung yang luas dengan sebuah layar berukuran besar di belakang. Beberapa foto dengan bermacam pose terlihat di layar itu. Teriakan histeris diiringi tepuk tangan terdengar dari arah kursi penonton.
“Oppa!”
“Kim Tae Ho-ssi”
“Saranghae, Oppa.”
Terdengar beragam kata dan kalimat terlontar dari penggemarnya. Kim Tae Ho berdiri di tengah panggung dan membungkukkan tubuh ke arah penonton, sebagai tanda hormat karena telah datang di acara konser tahunannya. Dia kemudian tersenyum melambaikan kedua tangan ke arah mereka. Penonton kembali histeris menyaksikan sang bintang.
“Welcome to Malaysia, Kim Tae Ho-ssi,” sapa pembawa acara, seorang pria menggunakan kacamata.
“Thank you. I am glad to be here, standing in front of Malaysian fans.”
Kim Tae Ho kembali melemparkan senyuman dan lambaian tangan ke arah kursi penonton.
“Bagaimana kesan Anda saat tiba di sini?” tanya pembawa acara.
“Sangat menyenangkan. Kuala Lumpur sangat indah. Saya berharap bisa datang ke sini lagi suatu saat nanti.” Kim Tae Ho menanggapi.
“Well, bagaimana persiapan Anda sebelum konser malam ini?”
“Persiapan seperti biasa. Menjaga kesehatan dan stamina. Kebutuhan lainnya telah dipersiapkan oleh asisten dan juga manajer saya.” Kim Tae Ho mengarahkan tangannya ke sisi kanan panggung.
Terlihat seorang wanita berparas melayu dengan kerudung menutupi kepala dan juga seorang pria bertubuh gempal di sana.
Pembawa acara melihat ke arah yang ditunjuk Kim Tae Ho. Dia bisa melihat dengan jelas seorang wanita cantik sedang berdiri di sana.
“Asisten Anda orang melayu?” Pembawa acara terlihat terkejut.
Saat geladi resik, ia mengira Samiya adalah salah satu panitia penyelenggara konser.
Kim Tae Ho menganggukkan kepala.
“Dia orang Indonesia.”
Mendengar jawaban dari sang bintang, suasana menjadi riuh. Beberapa penonton yang hadir, tidak mengetahui hal itu. Mereka segera melihat ke arah wanita yang berdiri di samping manajer Park.
“Wah, saya tidak menduga hal itu,” ujar pembawa acara, “bagaimana Anda bertemu dengannya?”
“Takdir,” ucap Kim Tae Ho tertawa, “jika saya ceritakan, acara ini akan semakin panjang nanti.”
Pembawa acara tertawa mendengarkan perkataan Kim Tae Ho. Dia kemudian mempersilakan sang bintang untuk memberikan hiburan kepada para penonton.
Kim Tae Ho kemudian membawakan lima lagu andalannya, diselingi dengan mini games. Para penggemar yang memenangkan games tersebut akan naik ke atas panggung dan berfoto dengannya.
Di akhir acara, Tae Ho meminta waktu untuk menambahkan sebuah lagu dengan bahasa Inggris, berjudul You Send Me, yang pernah dipopulerkan oleh Sam Cooke di tahun 1958. Lagu ini telah diaransemen ulang oleh Tae Ho.
Alunan gitar yang dimainkan Kim Tae Ho mulai terdengar.Dia pun mulai menyanyikan bait pertama.
Darling you send me
I know you send me
Darling you send me
Honest you do, honest you do
Honest you do
You thrill me
I know you, you, you thrill me
Darling you, you, you, you thrill me
Honest you do
At first I thought it was infatuation
But wooh, it’s lasted so long
Now I find myself wanting
To marry you and take you home
Di bagian akhir lagu, Kim Tae Ho melemparkan pandangan ke arah Samiya dan menambahkan sebuah kalimat:
Don’t changed, just stand by me and be my angel forever.
Lagu itu mendapat sambutan sangat meriah dari penonton yang hadir di konser tersebut. Penonton benar-benar terbius dengan lagu romantis yang terakhir dinyanyikannya.
Samiya yang mendengarkan lagu itu hanya terdiam dengan mata terpejam beberapa saat. Perasaannya berkecamuk, hati seperti perih ditusuk-tusuk duri kecil yang tak terlihat. Dia kembali meremas ujung dress berbahan katun yang dikenakannya.
Konser malam itu berjalan lancar dan sukses. Para kru merasa senang melihat antusias petonton. Penutup yang indah untuk serangkaian konser yang diadakan Kim Tae Ho tahun itu.
***
Keesokan harinya, Bandara Internasional Kuala Lumpur terlihat begitu ramai. Para penumpang dari berbagai negara telah memadati bandara internasional tersebut. Kim Tae Ho dan Samiya mengantarkan Manajer Park dan rombongan menuju terminal penerbangan Korean Air Lines. Setelah itu mereka pergi menuju KLIA2 untuk menunggu penerbangan ke Padang pukul 01:35 pm dengan menggunakan maskapai AirAsia, satu-satunya maskapai yang melayani rute Kuala Lumpur menuju Padang.
Hari itu Tae Ho sengaja tidak berpakaian mencolok. Dia lebih memilih menggunakan kaus oblong dipadu dengan celana jeans, topi, dan kaca mata hitam, sehingga tidak ada satu pun yang bisa mengenalinya.
Samiya hari itu terlihat mengenakan long dress bahan jeans berwarna biru dengan kerudung berwarna pink muda yang menutupi dada.
Tidak banyak percakapan di antara mereka selama berada di ruang tunggu. Kim Tae Ho hanya menyibukkan diri dengan mendengarkan musik, karena tidak ingin merusak mood Samiya.
Setelah berada di pesawat, Kim Tae Ho menoleh ke arah Samiya yang duduk di sisi pinggir jendela, tepat di sampingnya. Wanita itu terlihat menikmati pemandangan indah di ketinggian tiga puluh ribu kaki di atas permukaan laut. Dia berusaha untuk meminta maaf kepada Samiya atas kejadian di Kuala Lumpur.
“Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman. Mianhae (maaf),” sesalnya.
Samiya terdiam, tidak membalas ucapan Kim Tae Ho. Dia terus memandangi langit biru dengan awan-awan putih dibawahnya.
Pria itu kemudian menghela napas panjang.
“Tapi, ucapanku kemarin serius, Miya,” ujarnya dengan pandangan masih ke arah Samiya.
“Kamu tidak tahu apa-apa tentangku, Tae Ho. Mana boleh kamu berbicara seperti itu.” Akhirnya Samiya bersuara.
Samiya menolah ke arah Kim Tae Ho yang duduk di sampingnya.
“Terlalu banyak perbedaan di antara kita, sehingga tidak mungkin untuk kita bersatu.”
“Perbedaan itu akan terkikis dengan sendirinya, Miya. Aku mungkin tidak bisa menjadi suami yang baik untukmu, tapi aku akan berusaha melakukan hal yang terbaik untukmu.” Tae Ho menatap Samiya.
Samiya mengalihkan pandangannya ke arah jendela.
“Apakah kamu akan berbicara seperti ini setelah mengetahui satu kenyataan tentangku?” tanya Samiya.
Tae Ho lalu terdiam sejenak.
“Let’s see,” jawabnya tersenyum.
Bersambung....
