Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 19 Pesona

Bab 19 Pesona

"Tidak semua yang terlihat benar selalu benar, dan tidak semua yang dianggap salah selalu salah. Karena itu, kita harus melihat dari sudut pandang lainnya."-Miracle in Cell No. 7

"Kamu yakin mau tinggal di sini lagi? Mama tidak akan keberatan kalau kamu tinggal di rumah," kata Adel masuk ke dalam kamar Kelana dan menghampiri perempuan itu.

"Aku lebih nyaman tinggal sendiri," sahut Kelana. "Kalau aku tinggal di rumah Mama, yang ada nanti 'mereka' akan nyalahin kalian. Aku cuma cari aman."

Adel hanya berdecak, sesaat menatap wajah Kelana lewat pantulan cermin. Dia tidak mengatakan apa pun, hanya menghela napas dan melakukan tugasnya.

"Lihat, kan?" gerutu Adel saat memoleskan make up ke pipi Kelana. "Coba kalau dari dulu kamu mau dandan dikit, aku jamin, Kenan akan langsung kelepek-kelepek sama kamu."

Kelana balas memandang Adel lewat cemin dengan datar, dia tidak bergerak sedikit pun karena Adel akan marah seperti harimau buas jika dia melakukannya. Maka dari itu dia hanya menghela napas panjang, membiarkan saja Adel mendandani wajahnya. Dia sudah lelah menolak. Salahkan saja bos sialannya yang menyebalkan minta ampun.

Tidak biasanya Kenan mau memulangkannya di jam kerja seperti karyawan lain. Awalnya Kelana bahagia, dia bisa bersantai dahulu sebelum nanti pergi menemani Kenan ke pesta pernikahan Karan dan Keanu. Namun sayangnya, ketika dia keluar, Azra sudah menunggunya dan membawanya ke apartemen. Lebih sialnya lagi, ketika Kelana masuk ke dalam apartemen sudah ada Adel dengan peralatan make up yang membuat Kelana ngeri melihatnya.

"Kalau dulu sih mending karena kamu belum jadi tunangannya Ken Arok. Tapi sekarang status kalian beda lagi. Kamu harus tampil cantik, apalagi aku dengar kalau keluarga Keanu itu sebelas duabelas seperti Ken Arok. Jangan bikin malu Ken Arok." Adalah hal yang dikatakan Adel saat Kelana protes didandani.

"Sejak kapan sih kamu jadi membela Ken Arok? Kamu malah ikut-ikutan seperti Bang Azra! Jangan bilang kalau kamu sudah memberi restu?"

Adel memutar bola mata. "Aku baru sadar sesuatu tentang Ken Arok."

Kelana kembali menatap Adel lewat cermin. "Hah? Apaan? Jangan bilang ternyata Ken Arok itu baik. Kamu belum tahu saja kelakuan aslinya."

Adel terkekeh, merapikan rambut Kelana yang sengaja digerai. "Aku tahu, kok. Kan, kamu sering cerita. Cuma ada sesuatu yang baru aku sadari tentang Ken Arok." Keningnya berkerut, tampak begitu serius. "Menurut pandangan aku, Ken Arok itu sebenernya romantis."

"Romantis kepalamu? Dia itu suka seenak jidat kalau nyuruh-nyuruh. menyebalkan, petakilan, pecicilan. Romantis dari mananya coba?!"

Andaikan rambut Kelana belum rapi, sudah Adel teloyor sahabatnya. Namun dia tidak ingin merusak tatanan rambutnya. "Maksud aku. Ken Arok itu, mungkin kamu tidak tahu kalau Ken Arok sayang sama kamu, tapi di mata orang-orang, mereka tahu kalau Ken Arok cinta mati sama kamu."

Kelana hanya melongo tidak mengerti maksud Adel.

"Bodoh kok dipelihara, elahhh." Adel benar-benar kesal pada keleletan sahabatnya. "Intinya, mungkin kamu tidak tahu kalau Ken Arok cinta sama kamu, tapi di mata orang-orang, mereka tahu dan sangat sadar kalau Ken Arok cinta sama kamu."

Kelana terdiam, benarkah perkataan Adel? Kenan menyukainya? "Kamu tahu dari mana kalau Ken Arok suka sama aku?"

Adel mendesah panjang. "Masa kamu tidak sadar juga? Astaga, tidak heran juga kalau Raga butuh waktu empat tahun supaya kamu sadar kalau dia suka. Jangan-jangan Ken Arok juga akan butuh waktu empat tahun supaya kamu sadar kalau dia cinta sama kamu."

Kelana terlihat lelah. "Kamu kenapa sih? Perasaan kemarin lusa kamu masih berpihak ke aku, kenapa sekarang jadi membela Ken Arok terus sampai-sampai bawa cinta."

"Karena aku tidak tahu kalau ternyata Ken Arok setulus itu sama kamu. Kamu pikir ada gitu orang sesibuk Ken Arok, orang yang jabatannya tinggi sekali, orang yang duitnya banyak sekali, orang yang tampannya ngalahin model, selalu ada ketika kamu butuh seseorang buat menopang kamu tetap berdiri. Aku saja yang sudah jadi sahabat kamu sejak SMP tidak pernah tahu tiap kali kamu merasa sedih. Tapi Ken Arok? Apa kamu tidak pernah sadar?"

Kelana merenung, setiap kali dia bertemu dengan keluarganya entah itu kapan pun di mana pun, Kenan selalu ada lalu memeluknya. Kenan satu-satunya orang yang tahu dan sadar saat Kelana merasa sedih.

"Ken Arok selalu berlari dan megang tangan kamu ketika kamu butuh seseorang buat nenopang kamu tanpa peduli kalau Ken Arok lagi kerja atau lagi apa. Dia selalu ngeutamain kamu." Adel mendesah panjang. "Makanya, peka dikit. Kamu juga harus tahu kalau Ken Arok benar-benar suka sama kamu."

Kelana hanya terdiam dengan pikiran bertanya-tanya. Kenan suka padanya? Laki-laki itu? Bagaimana bisa? Kenapa Kenan suka padanya? Apa yang disukai Kenan padanya? Wajahnya saja--setidaknya menurut Kelana sendiri--tidak terlalu cantik, tinggi juga pas-pasan.

"Nah, 'kan sudah selesai." Adel tersenyum sangat lebar. "Coba dari dulu kamu dandan seperti ini? Pasti kamu tidak akan berjodoh sama Ken Arok soalnya Raga akan lebih dulu nikahin kamu."

Kelana tidak memedulikan perkataan Adel, dia melihat gaun berwarna cream yang cukup terbuka di bagian bahu. Meski harus dia akui kalau rancangan Adel memang luar biasa bagusnya, hanya saja menurut Kelana ini terlalu berlebihan.

"Aku tidak nyaman." Kelana melihat lagi gaun tanpa lengannya dengan risi, beruntung dibagian dada sedikit tertutup.

"Padahal itu gaun paling sederhana tapi kamu masih saja ngomel. Sudah ah, sana pake wedgesnya. Kamu harus jadi putri malam ini."

"Dihh, harus aku ingetin. Yang nikah itu bukan aku tapi Karan."

"Serah kamu."

Tidak lama kemudian Kenan datang, laki-laki itu sudah rapi dengan pakaian serba hitam hingga Kelana berpikir Kenan akan datang ke pemakaman bukannya pernikahan kalau saja dasi yang dikenakan Kenan bukan berwarna cream seperti warna gaun Kelana.

"Bapak patah hati Karan nikah sama Keanu?" Kelana menanyakan pertanyaan yang sangat konyol setelah memperhatikan penampilan Kenan. Sama sekali tidak sadar kalau Kenan memandanginya tanpa berkedip.

Kenan mengerjap, sedikit kaget karena terlalu memperhatikan penampilan Kelana yang beda dari biasa. Laki-laki itu terpesona.

"Kita pergi sekarang? Sudah lapar, nih."

Karena masih terkejut, Kenan hanya menganggukan kepala saja. Mengikuti Kelana dari belakang setelah pamitan pada Adel yang menyuruh mereka untuk bersenang-senang.

Sesekali Kelana melirik Kenan yang sedari tadi menatap lurus ke arah jalanan. Sepanjang perjalanan Kenan tidak berkata apa pun, laki-laki itu bahkan tidak menyahut ketika Kelana mengatakan sesuatu.

"Jika bukan acara penting, jangan pakai make up," kata Kenan pelan, masih tidak memandang mata Kelana.

Kelana langsung menoleh pada Kenan. "Kenapa? Kata Adel, laki-laki sukanya sama perempuan yang pakai make up."

Kenan mendengus pelan. "Kamu juga tahu. Nanti, kalau ada laki-laki lihatin kamu bagaimana? Saya tidak suka apa yang menjadi milik saya dipandangi oleh orang lain."

"Apa?" Otak Kelana masih mencerna maksud Kenan barusan.

Kali ini Kenan menoleh pada Kelana, mengabaikan wajah bodoh tunangannya. "Jika diluar kantor biasakan panggil nama saya saja. Jangan ada embel-embel 'bapak'."

"Tidak , ah!" tolak Kelana langsung. "Bapak lebih tua dari saya. Masa saya bersikap tidak sopan. Apa kata Bu Rima sama Pak Erick nanti?"

Kenan tersenyum. "Ya sudah panggil 'Mas' juga boleh. Asal jangan 'Bapak', saya bukan bapak kamu soalnya."

Kelana memutar bola mata. "Lebih enak dipanggil Bapak. Kalau Mas lidah saya nanti keseleo."

Kenan tidak hanya tersenyum tapi terkekeh. "Lidah tidak bertulang, Kelana. Jadi tidak akan keseleo. Tolong biasain, ya? Jangan panggil saya 'Bapak' kalau lagi diluar kantor."

Kelana mengerjap, antara bingung dan terpesona melihat sikap lembut Kenan. Sepertinya dia harus terbiasa dengan hal ini. Perempuan itu mendengus pelan. "Akan saya usahain, tapi tidak bisa janji, ya?"

Kenan hanya berdecak pelan, lalu menghentikan mobil tepat di depan gedung hotel tempat resepsi pernikahan Karan dan Keanu diadakan. Dengan segera laki-laki itu berjalan memutar membuka pintu mobil Kelana.

"Katanya yang diundang tidak banyak, tapi ruangan resepsinya sebesar ini. Hebat. Mentang-mentang gedung milik sendiri." Kelana bergumam mengamati ballroom yang besar. Dengan sigap dia melingkarkan tangannya ke lengan Kenan, bagaimana pun juga semua orang tahu kalau dia adalah tunangannya Kenan. Untuk sekarang ini dia sedang tidak ingin cari ribut dengan siapa pun.

Kenan melirik Kelana. "Mau menemui Keanu dan Karan atau--"

"Kita makan dulu," potong Kelana cepat. "Adel melarang saya makan tadi sore, cacing-cacing di perut saya pada sekarat. Kalau mereka mati, nanti saya ikutan mati. Duhh, padahal saya masih pengen hidup."

Terbiasa dengan kekonyolan Kelana, Kenan hanya mendesah lantas mengikuti perempuan itu ke arah stand makanan. Sesekali mengangguk pada orang-orang yang dia kenal.

"Bapak tidak makan?" tanya Kelana saat menyuap daging steak yang sudah dipotong-potong ke dalam mulut.

Kenan langsung menatap tajam Kelana. "Saya bukan Bapak kamu."

Kelana mendengus. "Iya deh, Bapak 'kan tunangan saya. Daripada 'Mas' saya lebih suka manggil 'Sayang'. Gimana dong?"

"Itu lebih bagus."

Kelana hanya mendengus sebagai balasan. Dari kajauhan dia melihat Karan dan Keanu sedang bicara dengan rekan-rekan kerjanya mungkin. Tidak perlu dijelaskan lagi kalau mereka terlihat bahagia. Setahu Kelana, mereka menjalin hubungan tidak terlalu lama tapi bisa langsung menikah.

"Harusnya waktu itu aku cium Keanu saja," gumam Kelana teringat omongan orang-orang bahwa orang yang dicium Keanu akan dijadikan kekasih.

Kepala Kenan meneleng, terlihat jengkel saat mendengar gumaman Kelana. "Saya lebih baik daripada Keanu. Buat apa lihat-lihat Keanu?! Dia sudah menikah!"

"Saya tahu, astaga! Kamu ini kenapa, sih? Kan, saya cuma berandai-andai."

"Jangan berandai-andai juga!" seru Kenan semakin terlihat kesal. "Saya lebih baik dari siapa pun, dari Keanu atau daripada Raga. Saat kita menikah nanti, saya akan menyiapkan resepsi yang lebih megah daripada pernikahannya Keanu."

Kelana mengerjap, dia hanya terfokus pada perkataan Kenan yang menyebutkan kita akan menikah. Maksudnya kita itu dirinya dan Kenan atau Kenan dengan perempuan lain?

"Memangnya saya mau menikah sama kamu?!" Kelana mendengus.

"Tentu saja harus mau. Saya sudah menyiapkan segalanya. Tiga bulan lagi kita akan menikah."

Kelana tersedak seketika.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel