Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Hubungan Tersembunyi

“Punya siapa ini …?” Ia memungut benda tersebut. Dua garis biru itu begitu nyata, membuat degup jantungnya memacu cepat.

“Erine! Eriiine!!” teriak Susana sembari melangkah cepat ke kamar si bungsu.

“Ada apa, Bu?” Gadis berwajah oval itu melepas earphone dari dua telinganya.

“Punya siapa ini?!”

“Apa itu?” Erine memerhatikan benda yang ibunya acungkan di depan mata. “Bukan punya Erine, Bu.”

“Benar? Yakin kamu?!”

“Iya, Bu. Suwer! Sumpah!” Gadis itu terpaksa angkat dua jari telunjuk dan tengah, membentuk V di atas kepalanya. Mata Susana yang nyaris keluar membuatnya ciut.

"Sumpah, Bu. Erine pacaran aja enggak, masa hamil?"

“Lalu kalau bukan kamu, siapa?!”

Nuri yang sedang menyuapi Ega makan sore di halaman samping masuk, dan mendekati keributan itu.

“Ini punya kamu, Mbak Nuri?”

Alis Nuri menaik memerhatikan benda kecil di tangan Susana, lalu lekas menggeleng. “Bukan, Nyonya. Saya tidak tau benda itu punya siapa.”

“Berani sumpah? Kalau bohong kamu langsung kupecat tanpa gaji!”

“Bukan punya saya, Nyonya. Benaran. Saya berani diperiksa, apa saya hamil atau tidak. Saya siap,” jelas Nuri sungguh-sungguh.

“Mungkin punya Mbak Clara, Bu?” Erine ingin mengurangi wajah ingin tahu ibunya.

“Mbakmu itu berangkat pagi, lebih dulu dari ibu tadi. Barang ini baru ada di keranjang sampah.”

“Mungkin punya Mbak Yayah? Atau Mbak Atun?” tebak Erine lagi.

Astaga naga …! Baru Susana ingat satu asisten rumahnya sakit tadi pagi.

Si Yayah wajahnya pucat dan mengeluhkan pusing, juga mual. Pekerja berusia 37 tahun itu bahkan sedang muntah-muntah saat ia gegas temui di ruang belakang.

“Kamu sakit mual-mual, Yah?”

Wajah wanita hitam manis terangkat melihat majikan masuk ke kamarnya. Tampaklah wajahnya berkeringat dan pucat.

“I-iya, Nya ....” Mengusap wajah dengan kain Yayah berusaha tersenyum, tetapi jelas amat kaku.

“Apa ini punyamu?” tembak Susana tanpa basa basi menunjuk testpack.

Mulut Yayah langsung terkatup beberapa detik, tapi tetap tenang.

Ia seorang janda beranak satu, sudah bekerja di rumah ini selama 4 tahun. Putranya tinggal bersama sang nenek di kampung halaman. Setahu Susana, Yayah belum menikah lagi setelah sang suami meninggal. Karena itu saat Yayah mengaku memiliki benda itu, ia pun menanyakan siapa lelaki yang menghamilinya.

Detik kemudian. Susana merasa langit runtuh meniban kepalanya. Pengakuan dan penjelasan Yayah sukses membuat ia hampir mati mendadak.

Tak sampai sepuluh menit wanita paruh baya ini menyelesaikan masalah dengan pembantunya itu. Lantas setelahnya ia dengan wajah tegang setengah lari ke kamar.

Masuk kamar mandi, dan menangis sejadinya di sana.

Susana sungguh malu, jika ada yang tahu ada masalah besar menimpa keluarganya. Karena itu, ia mengambil ponsel untuk menghubungi Clara.

Saat ini Susana butuh pendengar. Anak sulungnya itu pasti bisa menjaga rahasianya. Tidak ada yang boleh tahu termasuk Erine. Ia tak mau si bungsu itu turut sedih dan terluka.

☕☕

“Mana Ibu?” Clara terburu datang, tapi mendapati rumah sepi-sepi saja. Ia kira tadi penuh keributan.

“Nyonya di kamar,” ujar Atun yang tengah mengganti taplak meja tamu.

Clara langsung masuk kamar ukuran memanjang itu. Tidak ada orang, tapi ia bisa mendengar suara di kamar mandi.

“Bu, ini Clara!” Ia berdiri di depan kamar mandi.

Pintu terbuka, tampaklah wanita yang biasanya rapi kini dalam keadaan sangat menyedihkan. Rambut kusut, mata lebam dan basah.

“Claraa …!” Susana kembali menumpahkan tangis di pelukan si putri sulungnya. “Bapakmu, Ra … bapakmu …!”

“Bapak kenapa, Bu? Kenapa Ibu malah nangis di kamar mandi gini, sih?” Kamar mandi itu dua kali lipat ukuran kamar mandi lain, suaranya juga kedap.

Hampir semenit kemudian Susana bisa menenangkan diri. Ia lalu menarik tangan Clara ke dekat kloset duduk yang tertutup.

“Yayah … bunting anak bapakmu, Ra … dia punya bukti-bukti hubungan mereka ….”

“Apa?" Mulut Clara langsung menganga lebar.

Susana ungkapkanlah semua yang Yayah sampaikan, dan ia yakini memang benar.

Yayah punya bukti kuat foto, dan suara Bahran. Suaminya telah menikahi siri Yayah sejak dua tahun lalu, dan setiap tengah malam meminta jatah ke sana, tanpa siapa pun tahu.

Yayah awalnya menuruti karena di bawah ancaman, lalu merekam ucapan Bahran untuk bukti saat itu, dan masih menyimpannya.

Walaupun kemudian tumbuh suka, karena kepala keluarga rumah ini memenuhi tabungan pendidikan anak, juga memperbaiki rumah di kampung halaman. Pengakuan Yayah, ia sudah siap menerima resiko hubungan terlarang mereka dibuka, demi nasib anak di perutnya.

Clara merasakan kepala berdenyut, turut pusing dengan musibah besar ini. Ia bahkan tak bisa bicara apa-apa karena keadaan dirinya juga sama seperti Yayah. Hamil dalam hubungan terlarang.

“Ibu tidak mau membuat keluarga ini malu, Ra … ibu sudah usir Yayah tadi …” Air mata Susana masih mengalir deras.

“Nenek ... kakekmu bisa jantungan kalau tau ini, Ra … biarkan … biarkan cuma kita yang tau … ibu rela makan hati sampai mana batasnya …!”

“I-ibu kenapa gak minta cerai penjelasan Bapak?"

Susana menghapus sisa air matanya. "Buat apa? Sudah jadi bubur. Yayah sudah Ibu usir jauh-jauh! Dia itu cuma butuh uang. Bukan butuh bapakmu!”

“Hahh, dasar Bapak! Sudah tua masih aja jadi buaya!”

“Satu lagi yang mau ibu katakan sama kamu, Ra.”

“Apa, Bu?”

“Permintaan ibu yang suruh kamu minta cerai dari Agung tolong lupakan saja ....”

“Maksud Ibu?”

“Pertahankan rumah tanggamu. Ibu sadar, Adji bisa saja jadi buaya seperti bapakmu. Cuma bisa menyakiti kamu saja. Sementara Agung sudah terlihat ... dia tidak berubah dari awal. Rasanya berkali dikhianati begini sangat sakit, Ra … ibu tidak mau kamu ataupun Erine mengalaminya ....”

“Tapi, Bu … aku sudah telpon Mas Agung minta cerai tadi ....”

“Apa …?”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel