Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Mamaku Yang Nikmat

Dengan perasaan lelah, letih dan lesu, Reno pun memutuskan pulang ke rumahnya. Berbagai masalah telah datang padanya tanpa ada jeda, termasuk dari kalangan mertua sampai ayah kandungnya. Sampai saat ini, dia masih belum mengerti mengapa mendapatkan jalan hidup yang sukar untuk di hadapi. Terlebih dia adalah anak yang penurut pada orang tua dan tak pernah melawan kehendak mereka.

Saat ujian telah datang, sepertinya tidak pandang bulu dan semua akan mengalami hal yang sama. Seraya ke luar dari ruang rapat, Reno pun berjalan menuju lift dan hendak ke mobilnya lagi. Meninggalkan perusahaan pusay milik Adiwijaya, yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Di sepanjang perjalanan dia hanya bisa mengembuskan napas panjang, menahan semua yang di katakan oleh sang ayah.

Setibanya di dalam mobil, pria yang biasa di sapa Eno itu menginjak gas sangat laju dan meninggalkan taman depan perusahaan. Ini adalah cara klasiknya agar tidak berdebat terlalu panjang pada sang ayah. Jangankan mencari menang, mendapatkan seri pun sangat sukar dia dapatkan. Earphone yang tersumpal di telinga, kemudian di lepas. Mungkin mendengarkan musik adalah cara paling baik.

Seketika keinginan untuk pergi ke suatu tempat pun terbayangkan. Ya, pantai adalah tempat di mana Reno sukai. Dia berbelok sebelah kanan dan langsung tancap gas untuk menenangkan diri sejenak. Mungkin membutuhkan waktu beberapa menit agar otaknya kembali segar. Tidak lupa, dia selalu menyediakan minuman bersoda dan kopi di dalam mobilnya.

Dia rasa cukup untuk membuatnya membangkitkan kembali isnpirasi yang sempat hilang itu, dan perasaan agar tenang pun akhirnya dia kembalikan dengan pijar senada dari sang senja. Setibanya di pantai, Reno pun langsung berhenti dan ke luar dari dalam kendaraannya. Tatapan tajam dia lempar sejurus ke depan, kemudian kopi dingin di dalam botol menemaninya.

Terbayang banyak masa-masa kecilnya dulu, yang tidak pernah tahu siapa ibu kandungnya. Di besarkan oleh seorang ayah yang keras kepala, bahkan tidak pernah yang namanya bermanja. Reno pun paham kalau katanya, dia di lahirkan tanpa ibu beberapa jam setelahnya. Almarhumah meninggal dunia di saat memperjuangkan Reno untuk hadir di dunia ini.

Tegukan kopi yang mantap mampu membuatnya sangat bersemangat, meskipun terkadang rasa letih tetap saja ada. Lalu, dia menatap arloji di tangan kanan. Ternyata sudah sangat sore dan terlalu lama meninggalkan rumah. Akan tetapi, dia tak mendapatkan panggilan dari istrinya—Julia. Kabarnya, sang mertua akan menginap di rumah miliknya, padahal sudah di belikan tempat tinggal sendiri di dekat kota.

Mertua yang seperti benalu itu selalu saja menghabiskan apa pun di rumah. Termasuk perhiasan yang di beli untuk Julia, bahkan barang-barang mewah milik Julia—istrinya. Memang, Julia adalah anak kandungnya. Akan tetapi, tidak seharusnya semua yang di miliki turut diambil. Hal demikian yang membuat Reno kesal, akan tetapi dia tak pernah meluapkan pada siapa pun.

Sikap humble dan sabar Reno ternyata di manfaatkan oleh sang mertua untuk menguras semua hartanya. Namun, Reno tidak segampang itu memberikan apa yang dia mau. Tak berapa lama, ponsel Reno berdering dan pria berkacamata itu menatap ponsel miliknya.

Pamggilan pun datang dari sang istri, menjelang beberapa menit di ucapkan dalam batinnya. Ternyata, Julia masih sangat khawatir pada Reno yang tak kunjung pulang.

[Hallo ... Mas, kamu masih di kantor? Jam segini belum pulang juga?] tanya Julia.

[Aku masih di jalan, Sayang. Emangnya kenapa, ada masalah apa di rumah?] Reno bertanya balik.

[Gak ada, Mas, kapan pulang, Mas. Aku rindu banget sama kamu. Ada yang mau aku katakan sama kamu, Mas.]

[Perihal apa, Sayang?!] tanya Reno lagi.

[Mama aku, Mas. Mama mau memperjelas perihal yang kemarin—]

[Kenapa, sih, mama kamu itu enggak sadar diri banget. Aku kurang apa lagi coba. Minta belikan rumah udah aku beli, minta mobil udah aku kasih mobil. Maunya apa sih mana kamu itu, aku gak paham sama keluarga kamu itu!] bentak Reno di telepon.

Tanpa ada jawaban, terdengar isak tangis dari Julia—istrinya. Reno yang kala itu sudah sangat emosi, tak bisa menahan rasa sabar yang terlewat batas. Kemudian Reno menatap ponselnya lagi, dan langsung mengatakan hal paling di nantikan.

[Oke, aku akan pulang sekarang. Kamu tunggu aja di rumah, nanti aku yang bicara sama mama kamu!]

Seketika ponsel pun dinon-aktifkan, dan Reno melemparnya ke dalam mobil. Dengan berlari, lelaki berjas hitam itu masuk ke dalam kendaraan dan menginjak gas sangat kencang. Membutuhkan waktu beberapa menit lagi agar sampai rumah, tak begitu lama karena jarak tempuh itu tak begitu jauh.

Di sepanjang jalan, Reno tidak dapat berpikit jernih dan hanya emosi saja. Ini adalah titik lemah seorang lelaki penyabar, dia bukan malaikat yang bisa sempurna. Ada masanya dia merasa jenuh dengan sikap mertuanya, terlebih tidak mau membuatnya lebih tenang. Tiga puluh menit telah berlalu, tibalah Reno di depan rumah.

Kemudian, Reno pun memasuki perkarangan dan melihat mobil mertua perempuan sudah ada di sana. Pasalnya, mobil itu adalah milik Julia, akan tetapi sekarang berpindah tangan demi memberikan sang mama kendaraan. Dengan menenteng tas dan melepas jas dari badan, Reno pun masuk ke dalam rumah.

Julia yang kala itu sudah berada di ambang pintu, menyambut suaminya yang baru saja tiba. "Mas, kamu sudah sampai. Gimana sama kerajaannya, apakah di kantor sudah netral masalah kita?"

"Gak netral atau pun netral, kamu gak pernah tahu apa yang aku lakukan di sana. Sudahlah, aku gak mau bahas apa pun, capek. Lebih baik kamu ambilkan aku kopi hangat," jawab Reno seraya membuang jasnya.

Dengan mendudukkan badan di atas dipan, Reno pun terdiam dan menatap sejurus ke arah cermin. Julia ke luar kamar seraya membuatkan kopi hangat. Setibanya di dalam dapur, Ratna pun datang dengan membawa tasnya.

"Sayang, suami kamu udah pulang?" tanya sang mama.

"Udah, Ma, baru saja sampai rumah," jawab Julia seraya mengaduk kopi hangat di dalam gelas.

"Kamu masih ingat, kan, apa yang mama bilang tadi. Kamu harus bisa bujuk suami kamu, karena mama belakangan ini banyak kebutuhan, mama perlu kartu kredit untuk membayar itu semua," ujarnya.

"Ma, Mas Reno lagi banyak masalah di kantor. Aku gak mau bertanya soal itu terus, nanti dia marah sama Julia. Mama sabar, dong, tunggu Mas Reno baik-baik saja baru di usahakan lagi," jawab Julia lembut.

Dengan menarik napas panjang, Ratna pun menjawab, "kamu jangan jadi perempuan yang b*doh Julia, punya suami kaya itu di manfaatkan, bukan di biarkan aja. Kalau kamu gak mau bujuk Reno, nanti mama yang bujuk."

"Mama mau bujuk suami aku buat apa, Ma?" tanya Julia lagi.

"Ya ... kali aja dia terpincut sama mama. Kan, kamu udah gak mau sama dia. Barangkali kalau mama yang ngomong, dia nurut." Ratna pun berkacak pinggang.

"Mas Reno itu suami aku, Ma. Kenapa mama mau menggoda suami aku, Mas?!" hentak Julia.

"Mama hanya mau hartanya, kalau kamu gak bisa bertindak cepat maka mama yang akan bertindak, paham!" ancam Ratna.

Dengan menarik napas panjang, Julia pun melihat sang mama yang pergi begitu saja meninggalkan dapur.

'Tuhan ... kenapa mama seperti itu, sih. Apa salah hamba sampai cobaan banyak sekali datang, termasuk dari mama kandung sendiri,' ungkap Julia dalam hati.

Bersambung ...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel