Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Lelaki Perkasa

Tok-tok-tok

Suara pintu terdengar dari arah luar, membuat ruangan menggema sampai ke penjuru sela koridor dan menembus tembok bangunan mewah. Lelaki berkumis tipis dengan brewok di bawah mulut sedang duduk di kursi putar, lalu dia menatap ke arah sejurus di ambang depan. Melihat dari gelagat putranya yang tampak melalui CCTV, Adiwijaya pun membuka pintu itu.

Tanpa menyentuh, lelaki berparas tampan berusia sudah separuh tua itu dengan santainya mempersilakan masuk anak semata wayangnya untuk duduk. Kali ini dengan senyuman yang sangat sinis, lalu Reno pun datang di kawal dua bodyguard milik perusahaan. Setibanya di dalam ruangan, pria berkumis tipis itu membuka kacamata.

"Selamat siang, Pah," ucap Reno dengan bahasa santun.

"Siang, silakan duduk Reno," jawab sang ayah, akan tetapi dia tidak menatap putranya itu.

"Apa yang bisa Reno bantu, Pa, sampai-sampai di jam kerja di suruh ke sini?"

"Ada hal penting yang ingin papa katakan sama kamu. Silakan duduk dulu, jangan buru-buru karena kamu tidak akan menghabiskan banyak waktu ketika berada di ruangan ini," pungkas Adiwijaya, sambil melihat tablet pc ukuran 11 inch.

Reno pun mendudukkan badan, lalu dia menatap ruangan yang sudah di perbaiki dari segi ornamen. Dindingnya di penuhi lukisan wanita cantik kelas dunia, bahkan tempat duduknya juga sangat bersih sampai tak ada debu yang menempel. Berbeda jauh dengan ruang kantor miliknya yang tampak sangat sederhana.

Masa kepemimpinan sang ayah dalam memberikan sebuah pemandangan indah dari segi terkecil sekali pun, tampak jelas bahwa di dalam kantor itu sangat tertata sangat rapi. Dengan membuka setatistik keuangan dari pc pribadi, Adiwijaya pun senyum sinis setelah tahu pengeluaran yang tak wajar terjadi di cabang.

"Sudah sampai mana karirmu dalam memimpin perusahaan anak muda?" tanya lelaki berkacamata itu, dia tetap tidak menatap putranya.

"Sejauh ini, kami sudah memiliki mitra yang banyak dari dalam sampai luar negeri. Banyak sekali keuntungan yang kami dapatkan, dalam hal ini banyak uang masuk dan omset dari berbagai mitra," jawab Reno sangat lantang, dia pun merasa ada yang aneh dalam pembahasan kali ini.

"Benarkah, apakah kalian akan memenangkan thender kali ini? Kalau saja kalian bisa menang, aku akan memberikan sumbangsih untuk sebagian pendapatan perusahaanku padamu. Tapi naas, kau pasti akan kalah!" Adiwijaya pun melirik sebentar anaknya.

Tanpa mampu berkata, Reno Adiwijaya pun terdiam. Bagaimana tidak, ayahnya dapat melihat dan meramal masa depan perusahaan seperti apa yang akan terjadi. Dari segi keuangan, bahkan dari segi karir. Katanya, kalau perusahaan yang di pimpin oleh Reno akan mengalami kemerosotan luar biasa, sampai mengancam semua aset yang ada.

Itu hanya sebatas prediksi saja, belum tentu terjadi pada perusahaan mereka. Namun, sebagai seorang anak yang sudah hidup lama pada ayahnya, Reno pun percaya kalau ucapan ayahnya sangat berpengaruh dalam hal apa pun. Sampai saat ini, dia tak berani menentang ucapan itu, bahkan melawan ayahnya untuk tidak percaya.

Dalam berbagai sudut pandang, Adiwijaya selalu di agungkan bagai seorang malaikat kala berkata. Ambisinya luar biasa, dan tak pernah gagal dalam membangun perusahaan. Sekarang dia punya sepuluh cabang, dan terbesar kedua ada di tangan Reno—putranya, dia pun sudah memberikan kebebasan anaknya itu dalam mengelola.

Akan tetapi, sepertinya ada hal ganjil yang terjadi belakangan ini. Membuat geger se-isi hati Adiwijaya melihat keuangan putranya yang selalu hilang tanpa alasan yang jelas. Dalam hal ini, Julia pun menjadi sasaran utama dari Adiwijaya. Walau pun hidup Julia—menantunya itu tak mewah, belakangan selalu mendapatkan ikut campur dari orangtuanya.

"Bagaimana dengan rumah tanggamu, Ren?" tanya Adiwijaya.

"Kalau rumah tanggaku selalu baik dan harmonis, Pah. Kenapa Papa bertanya rumah tangga, apa yang salah?" tanya Reno gantian.

"Kalau Julia tak bisa memberikan seorang anak, sebaiknya kau ganti dengan yang baru. Wanita desa tak berpendidikan kau nikahi, itu adalah petaka besar dalam keluarga kita," jelas Adiwijaya, lalu dia membangkitkan badan dan ke luar dari kursi putarnya.

Reno terdiam, dia tak bisa berkata apa pun selain diam. Tarikan napasnya mulai menjadi berat, ini adalah ucapan yang sering di dengar. Akibat Julia sudah keguguran satu kali, membuat Adiwijaya sangat tak paham kenapa bisa seperti itu. Keraguan dalam hal keturunan pun mulai membuat Adiwijaya sangat kesal, sampai saat ini dia tak punya pewaris dari siapa pun.

Adiwijaya adalah lelaki yang tidak suka dengan wanita tak produktif. Bahkan, dia selalu mengincar keturunan laki-laki yang kelak akan menggantikan posisinya dalam memimpin perusahaan Adiwijaya Group. Apalagi sekarang dia sedang naik daun, pastilah banyak sekali keinginan dari anak semata wayangnya.

"Papa, apakah kita tidak usah membahas rumah tangga, aku tidak mau masalah pekerjaan di bawa-bawa sampai ke rumah tangga," ucap Reno sangat lembut.

"Ya! Kali ini aku mengerti apa yang kau inginkan, tapi ingat Reno. Kau tak akan bertahan lama tanpa seorang anak, aku hanya ingin penerus dalam keluarga Adiwijaya. Hartaku yang banyak ini, tak mungkin akan terbagi pada orang lain, jika kau tak memiliki keturunan."

"Baik, Pah, Reno akan usahakan lagi. Semoga saja dapat rezeki dari Julia, agar kami memiliki anak yang akan menjadikan cucu pertama Papa," ujar Reno menyemangati.

"Apakah kau tidak bisa membuat Julian h4mil kembali, Ren? Kau masih perkasa, kan? Atau ... jangan-jangan, kau sudah tidak berminat pada seorang wanita?" ledek sang ayah sambil tersenyum licik.

Mendengar ucapan itu, Reno pun membangkitkan badan. "Jaga ucapan Papa! Jangan pernah memvonis aku pria yang lemah, aku masih mampu memiliki seorang anak."

Adiwijaya memutar badan, kemudian dia menatap wajah anak semata wayangnya yang ngegas dalam berkata. Lalu, lelaki berambut hampir cepak itu tepuk tangan sangat ringan di lihat para bodyguard. Senyum yang sangat khas dari CEO membuat Reno muak, ini adalah ucapan paling sakit yang pernah dia katakan.

"Kalau kau bisa, kenapa tidak segera. Aku hanya ingin kau menjadi lelaki yang normal, Reno. Jangan jadi lelaki hom* tidak bisa memiliki keturunan."

"Aku janji akan mengh4mili Julia dalam waktu beberapa bulan!" pekik Reno sangat emosi.

"Baiklah, kalau kau tidak bisa melakukan itu—" Sang ayah menjeda ucapan.

Kemudian, Adiwijaya pun berjalan menemui putranya dan berdiri di samping kanan. Dia berhenti berjalan sekaligus berhenti berkata. Sementara Reno hanya diam, dia pun menarik napas dan menahan emosi yang memuncak. Kali ini, ayahnya sudah sangat keterlaluan dalam berkata. Banyak sekali hinaan di utarakan, sampai membuat lelaki bermata hitam itu marah.

Sayupan angin masuk melalui lubang ventilasi, tawa bengis dari Adiwijaya memecah konsentrasi Reno dalam merangkai diksi terbaiknya. Dalam berhadapan pada putranya, pemilik perusahaan itu selalu saja menyerang personal karena dia adalah pria sempurna di kalangan keturunan Adiwijaya dalam beberapa dekate kelahiran.

"Reno ... kau harus kembali perk4s4, karena kalau loyo kamu gak akan menang melawan Julia," ucapnya menambah.

"Apa maksud Papa!" hardik Reno.

"Kalau kamu sudah gak mampu, antar Julia ke ranjang papa, Ren!" sergah sang ayah tanpa berpikir panjang.

Bersambung ...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel