4. Putri Cho Ryu
"Benturan keras di kepala membuat Tuan Putri kehilangan seluruh ingatannya, Yang Mulia."
Tujuh pangeran yang mendengarkan penjelasan tabib istana tampak terdiam. Sama-sama berpikir keras tentang suatu hal aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kehilangan ingatan? Benar-benar sesuatu hal yang baru mereka dengar.
"Apakah sangat berbahaya?" tanya pangeran Hoo yang terlihat paling khawatir di antara tujuh pangeran lainnya.
"Tidak, Yang Mulia," jawab sang tabib.
"Lalu, apa kau bisa memperkirakan kapan ingatan Tuan Putri kembali?" pertanyaan Pangeran Seo membuat Pangeran Yeon menatapnya.
Untuk apa mengharapkan ingatan Cho Ryu kembali, pikir Yeon. Lebih baik gadis itu terjebak dalam ingatan yang terhapus daripada mengingat masa lalu nya yang di penuhi oleh luka dan kebenciannya terhadap ia dan enam saudaranya yang lain. Sebab jika ingatannya kembali, mungkin Cho Ryu akan menjadi gadis sadis yang berharap bisa membunuh tujuh pangeran kekaisaran.
"Maaf, Yang Mulia. Saya tidak tahu. Mungkin saja jika ada suatu pemicu dari guncangan yang ia alami, pelan-pelan ingatannya akan kembali."
Sang tabib dipersilahkan keluar dari ruangan setelah penjelasannya cukup di terima oleh para pangeran kekaisaran. Setelah kepergiannya, para pengeran masih terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Cho Ryu?" tanya pangeran Tae. Tentu pangeran ke enam tidak tahu menahu perihal musibah tragis yang di alami Cho Ryu. Bahkan mungkin, hanya Pangeran Yeon dan pangeran Jae saja yang mengetahui detail kejadian yang menimpa Cho Ryu malam itu. Sebab hanya mereka berdua yang menghabisi para perampok bayaran yang menculiknya.
"Yang Mulia Permaisuri membayar perampok untuk membunuhnya," jawab pangeran Seo datar.
Pangeran Yeon melirik beberapa saudaranya yang menggulirkan tatapan mereka ke arahnya. Pria itu pun hanya mendengus malas. Semua pangeran tahu alasan mengapa permaisuri mencoba menyingkirkan putri Cho Ryu. Tapi mereka memilih diam dan tidak berkomentar apa pun.
"Sejujurnya aku mendukung keputusan Yang Mulia Permaisuri untuk membunuh gadis itu. Sebelum satu di antara kita mati di tangannya."
"Cho Ryu tidak akan membunuh kita," sambar pangeran Jae. "Dia hanya gadis yang terluka karena keserakahan kita."
"Tapi dia pernah hampir membunuhmu, Jae. Jangan pura-pura lupa," sentak pangeran Seo. "Jika tidak ada Yeon saat itu mungkin kau tidak ada di sini sekarang."
"Bukankah kita semua yang membuatnya berubah menjadi seperti itu?" sinis pangeran Jae. Pria itu membuang pandangannya dengan perasaan getir.
Siapa di antara mereka bertujuh yang paling mengenal Cho Ryu? Jawabannya tentu saja Pangeran Jae. Mereka berteman dekat sejak kecil. Sama hal nya dengan kedekatan Pangeran Yeon dengan Putri Seo Ran. Perlu di ketahui bahwa Putri Seo Ran adalah kakak perempuan Putri Cho Ryu yang menikah dengan Pangeran Yeon.
"Kau jelas tahu alasan terjadinya penyerangan itu," sergah pangeran Yeon. "Dan untuk siapa penyerangan itu dilakukan, bukankah kau yang paling tahu?"
Pangeran Jae mendengus kesal. Ia mengorbankan hubungan baiknya dengan Cho Ryu demi kekuasaan kekaisaran. Dampak yang paling nyata terjadi padanya. Sebab ia yang berhasil membunuh Raja Agung yang memimpin kerajaan Gojang—ayah dari putri Cho Ryu. Sehingga Cho Ryu menjadi amat sangat membencinya karena hal itu.
"Tapi Hyeong, apa kau tidak pernah berpikir bahwa mungkin saja Cho sedang berpura-pura kehilangan ingatannya?" sontak ucapan sang pangeran muda membuat enam saudaranya yang lain mengarahkan atensi mereka padanya.
"Mungkin saja dia sedang merencanakan sesuatu," lanjutnya.
"Aku sempat berpikir seperti itu," kata pangeran Nam. Pria itu menggosok dagunya, mempertimbangkan dugaan yang bisa saja terjadi. "Luka yang ia dapatkan di bagian kepalanya bisa dia manfaatkan untuk alasan seperti ini, kan? Tapi aku cukup terkesan dengan ide berpura-pura kehilangan ingatan."
"Tapi jika memang dia benar-benar berpura-pura dan kita mempercayainya bukankah itu sangat berbahaya?" Pangeran Hoo ikut berpendapat. Ia menatap saudara-saudaranya secara bergantian. "Bukankah artinya dia sedang menunggu kita lengah? Bagaimana menurutmu, hyeong?" tanyanya pada pangeran Seo yang juga tampak berpikir dengan kemungkinan dari gagasan adik-adiknya.
"Tapi bagaimana jika dia benar-benar kehilangan ingatannya?" tanya pangeran Tae.
Pangeran Yeon tampak menghela napas panjang sembari menyatukan jemarinya untuk ia gunakan sebagai tumpuan dagunya. Ia menatap kosong ke tengah-tengah ruangan dimana sang tabib duduk di sana sebelumnya.
Ada banyak kemungkinan terjadi, salah satunya gagasan Pangeran Koo mengenai Cho Ryu yang berpura-pura. Tapi mungkin saja gadis itu benar-benar kehilangan ingatannya, sebab pangeran Yeon melihat sorot mata Cho Ryu tampak berbeda saat siuman. Gadis itu terlihat kebingungan dan merasa asing berada di istananya.
Tapi tetap saja, menurutnya akan jauh lebih baik jika Cho Ryu benar-benar kehilangan ingatannya.
"Kita perlu mengawasinya, kan?" usul pangeran Koo. "Yeon hyeong bisa melakukannya untuk kita."
"Cho Ryu tahu kebiasaan pria bodoh ini setiap malam. Jangan percayakan dia padanya," pangeran Seo mendengus kesal sembari melirik ke arah pangeran Yeon yang tampak tidak tersinggung dengan ucapannya.
"Tapi Cho Ryu hanya tunduk pada Yeon hyeong, kau tahu itu," sergah pangeran Jae sinis.
"Justru jangan percayakan dia pada seseorang yang paling dia segani," kata pangeran Seo datar.
"Lagi pula Yeon hyeong bukan lagi suami dari kakak perempuannya. Dia bahkan menuduh hyeong yang membunuh Seo Ran. Mungkin saja dia berpura-pura lupa ingatan untuk membunuh hyeong."
Gagasan pangeran Nam cukup masuk akal. Tapi tetap saja, naluri pangeran Yeon sama sekali tidak menerima segala gagasan negatif tentang Cho Ryu terhadapnya. Entah perasaan seperti apa yang muncul dalam benaknya namun ia meyakini satu hal bahwa Cho Ryu yang tersadar dari pingsannya pagi tadi benar-benar tidak memiliki memori tentang masa lalunya.
"Biarkan Jae yang mengawasinya," kata pangeran Yeon setelah hening yang terjadi cukup lama. "Kita tahu bahwa yang paling dia benci adalah Jae. Lihat seberapa jauh gadis itu mencoba memanipulasi kita. Karena aku yakin, tidak mudah mengubur kebencian di hati Cho Ryu terhadap Jae."
Keputusan Yeon menjadi final mutlak yang di setujui oleh enam pangeran lainnya. Benar bahwa Cho Ryu amat sangat membenci pangeran Jae. Gadis itu akan kesulitan berpura-pura menerima Jae di sisinya. Pangeran Yeon ingin tahu reaksi Cho Ryu ketika gadis itu akan di tempatkan di paviliun pangeran ke lima. Jika benar Cho Ryu sedang berpura-pura, dia akan mencari alasan untuk menolaknya.
Apa alasan yang membuat Cho Ryu begitu membenci pangeran Jae? Alasan yang jelas adalah karena pangeran Jae telah membunuh ayahnya ketika peperangan antara kekaisaran Daejang dan kerajaan Gojang berlangsung.
Di depan matanya, pangeran Jae menghunuskan pedangnya di jantung sang ayah. Tak perduli seberapa dekat ia dengan pangeran Jae di masa lalu, kebencian itu muncul, menggerogoti hatinya hingga ia bertekad untuk membalas dendam atas kematian ayahandanya.
Berkali-kali ia berusaha membunuh pangeran Jae, mencari titik lengah sang pangeran ke lima. Namun tidak satu pun dari rencananya berhasil.
Status Cho Ryu sebagai tawanan, seharusnya mengantarkannya pada hukuman mati sebab mencoba membunuh salah satu pengeran kekaisaran Daejang. Tapi perlindungan dari pangeran Yeon sebagai kakak iparnya, membuat Cho Ryu selalu selamat dari hukumannya. Mungkin karena hal itu Cho Ryu tampak segan dengan pangeran Yeon.
Sebelum matahari terbenam, pangeran Seo dan pangeran Jae mendatangi kamar Cho Ryu. Gadis itu masih terlihat sama saja, kosong dan lebih banyak melamun. Tampilannya jauh lebih baik, seluruh lukanya mulai mengering. Kendati lebam di sekujur tubuhnya belum benar-benar hilang seluruhnya. Gadis itu masih merasakan ngilu di setiap luka yang ia dapatkan.
Kedatangan dua pangeran itu membuat Cho Ryu mengalihkan tatapannya dari jendela kamarnya. Melihat presensi pangeran Seo, membuat ia menundukkan wajahnya sebab tidak berani melawan tatapan tajam sang Putra Mahkota.
"Bagaimana keadaanmu?"
Terlihat jelas sentakan di bahu Cho Ryu ketika pangeran Seo melayangkan pertanyaannya. Suara beratnya membuat Cho Ryu kaget. Ia masih belum terbiasa mendengar tekanan suara pangeran Seo yang terdengar mengintimidasinya.
"B-baik," jawab Cho Ryu dengan suara yang sangat kecil. "Jauh lebih baik," lanjutnya.
"Baguslah kalau begitu. Kau akan di pindahkan di paviliun milik pangeran ke lima. Dayang pribadimu sudah mempersiapkan segala kebutuhanmu di sana."
Cho Ryu mengangguk tanpa mengangkat kepalanya sedikit pun. Hal itu membuat pangeran Seok dan pangeran Jae saling bertukar pandang. Sungguh reaksi Cho Ryu jauh dari dugaan mereka. Tidak ada penolakan sama sekali. Bahkan yang lebih mengejutkan, gadis itu menundukkan kepalanya di hadapan mereka berdua. Sesuatu yang mustahil terjadi.
"Bantu dia," perintah pangeran Seo pada pangeran Jae.
"Baik hyeong."
Pangeran Jae berjalan mendekati Cho Ryu. Pelan sekali ia duduk di bibir ranjang kemudian menatap lekat sang gadis yang masih menundukkan wajahnya. Ia menyentuh ujung dagu Cho Ryu kemudian mengangkat wajah sang gadis yang terlihat begitu lugu.
Mana kebengisan yang selalu tersirat di wajahnya? Dimana Cho Ryu yang selalu melemparkan tatapan sinis padanya? Mengapa kebencian di matanya musnah begitu saja? Apakah benar Cho Ryu kehilangan seluruh ingatannya?
Kedua pasang mata itu saling beradu. Pangeran Jae bahkan bisa melihat getaran pada manik cokelat madu milik Cho Ryu.
"Ayo, pulang ke istanaku," kata pangeran Jae bersama senyum manis nya yang membuat kedua matanya menyipit.
