Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 || Dilabrak

Setelah turun dari motor bapak-bapak Grab, Leta langsung berlari menuju ke rumahnya. Cewek itu berjalan kearah Yuki dengan tergesa-gesa.

BRAKK

Leta menggebrak meja makan dengan keras, bahkan kakaknya yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya itu sampai terjingkat kaget.

"Lo kenapa sih Ta? PMS lo!" Tuduh Yuki sambil menatap adiknya yang memasang wajah galaknya.

"Gara-gara lo, gue jadi kena hukuman! Dan asal lo tau aja ya Kak, gue tadi pingsan gara-gara belum sarapan!" Omel Leta panjang lebar.

Mendengar itu, Yuki langsung mendelik horor, "Seriusan lo?" Tanya Yuki sedikit tak percaya.

"Ngapain gue bo'ong sama lo! Susah banget kalo nggak ada Mama, bisa-bisa besok gue telat lagi!" Dumel Leta lalu melenggang pergi dari sana dan berjalan menuju ke kamarnya.

"Mampus gue kalo sampe dia ngadu ke Mama," kata Yuki sambil bergidik ngeri, lalu kembali mengerjakan tugas kuliahnya.

Sementara itu, Leta yang masih kesal langsung menghubungi mamanya dan mengadukan apa yang terjadi dengannya.

Dan untungnya pekerjaan papanya selesai lebih awal dan mereka akan pulang besok pagi.

Saat Leta membuka kancing seragamnya, cewek itu mendengar suara mobil yang sepertinya berhenti di depan rumahnya.

Karena Leta memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi, cewek itu berjalan menuju jendela untuk mengintip siapa yang datang. Tak lama seseorang keluar dari mobil dan berjalan mendekati gerbang rumahnya.

"Tuh orang siapa dah?" Gumam Leta saat melihat seorang pria dengan memakai kemeja hitam yang lengannya di gulung sampai siku, dan memakai jeans gombrong.

Leta merasa sangat asing dengan pria tersebut, karena sebelumnya Leta belum pernah melihat pria itu datang ke rumahnya.

Tak lama dari itu, Leta melihat Yuki berlari ke arah pria tersebut dan langsung memeluk tubuh pria berbadan tegap tinggi dan gagah itu.

"Anjir! Jagan bilang dia cowoknya Kak Yuki, buset dah dapet cowok modelan gapura kabupaten gitu dari mana dah," gumam Leta sambil geleng-geleng kepala.

Cewek itu lanjut melepaskan kancing seragamnya lalu menggantikannya dengan kaos oversize miliknya. Setelah itu Leta keluar dari kamar dan kembali turun ke lantai satu untuk makan.

"Gue keluar bentar ya," ujar Yuki pada adiknya yang sedang merebus mie kesukaan cewek itu.

Leta menoleh kearah kakaknya lalu mengangguk pelan, "Eh, lo dapet cowok spek gapura kabupaten gitu dapet darimana?" Tanya Leta penasaran.

"Oh Samuel? Gue dulu magang di tempat kerjanya dia," balas Yuki santai.

"Yaudah pergi dulu gue, jangan lupa pintu depan di kunci kalo lo mau di atas," sambung Yuki lalu melenggang pergi.

Leta hanya menatap kakaknya sambil geleng-geleng kepala namun tangan cewek itu sibuk mengaduk-aduk mie yang sebentar lagi matang.

=====

Disisi lain. Seorang cewek cantik yang sedang duduk di depan ruang OSIS tiba-tiba didatangi oleh seorang cewek yang langsung menarik tangan Abel yang membuat cewek itu langsung melepaskan cekalan tangan itu dengan kasar.

"Santai dong, nggak usah pake narik-narik segala! Lo pikir lagi lomba tarik tambang?!" tanya Abel dengan sedikit ngegas.

"Berani lo sama gue?!" Tanya Laras sambil mendorong bahu Abel menggunakan jari telunjuknya.

Abel menyunggingkan senyum miringnya saat mendengar hal tersebut, "Lo bukan Tuhan jadi buat apa gue takut sama lo?" Jawab Abel lalu mengusap bahu kanannya yang tadi di dorong oleh Laras.

"Minimal lo ngehargain gue sebagai kakak kelas lo--"

"Minta dihargain berapa biar gue bayar sekarang juga!" kata Abel memotong ucapan dari Laras yang membuat cewek di depannya itu langsung melayangkan satu tamparan pada Abel yang tepat mengenai pipi kiri Abel.

"Jaga mulut lo!!" sentak Laras saat Abel memegangi pipi kirinya yang terasa panas itu.

"Wuhh, lumayan juga tamparan lo," ujar Abel sambil tersenyum.

Melihat Abel tersenyum meremehkan seperti itu membuat Laras semakin emosi dengan cewek di depannya ini.

"Langsung ke intinya, balikin Johan gue!" Perintah Laras sambil menatap tajam wajah Abel.

Abel terkekeh pelan mendengar ucapan Laras barusan, "Sorry, could you say that again?" Pinta Abel, tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh cewek gila itu.

"Balikin Johan gue, lo budeg ya!!" Pekik Laras tepat di depan wajah Abel yang langsung didorong oleh Abel.

"Mulut lo bau banget anjink," kata Abel sambil mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah cantiknya.

"Terserah lo, yang jelas balikin Johan sekarang juga!" Kata Laras tak mau tau, ia hanya ingin mantan pacarnya itu kembali lagi padanya.

"Yeah, but not this time. Barang yang udah lo buang nggak bisa lo ambil lagi!" Tolak Abel dengan menatap mata Laras dengan tatapan mengintimidasi.

"Lo bisa ambil Kak Johan lagi setelah gue buang Kak Johan, kayak apa yang udah lo lakuin ke dia," lanjut Abel lalu masuk kedalam ruang OSIS.

"Ngapain lo disini?" tanya Deona pada teman seangkatannya itu, dari kejauhan tadi ia melihat Laras sedang berdiri didepan pintu ruang OSIS sambil memasang wajah marah.

Laras menoleh kearah Deona lalu berkata, "Bukan urusan lo!" Ketus Laras lalu melenggang pergi dari sana.

Deona geleng-geleng kepala lalu masuk kedalam ruang OSIS.

Abel merupakan adik kandung dari Nindi, usia keduanya juga tidak berbeda jauh, hanya berbeda satu tahun saja. Dimana Nindi sekarang berumur 17 tahun sedangkan Abel berumur 16 tahun, dimana saat ini cewek itu sudah duduk di bangku SMA. Tepatnya di kelas 10.

"Laras habis nemuin lo ya?" tanya Deona pada adik kelasnya itu.

Abel yang sedang duduk di depan komputer itupun langsung menoleh kearah kakak kelasnya, "Iya kak," jawab Abel singkat.

"Besok-besok nggak udah di ladenin, buang-buang tenaga ngadepin cewek stres kek dia," kata Deona lalu duduk di kursi yang ada di sebelah Abel.

~oOo~

Sementara itu di lapangan basket SMA Abdi Taruna, segerombolan cowok-cowok sedang duduk tepi lapangan basket sambil ngobrol-ngobrol santai setelah selesai latihan basket untuk pertandingan terakhir mereka, yang akan berlangsung pada akhir bulan depan.

"Darimana ae lu met?" tanya Bastian pada Riko yang baru saja datang ke lapangan basket, padahal yang lain sudah selesai latihan.

"Mat met mat met, lo pikir gue kaga tau maksud lo apaan!" kata Riko sambil duduk di sebelah Kavin.

Mendengar itu, Bastian hanya tertawa menganggapi ucapan Riko.

"Gimana Leta?" tanya Riko sambil menoleh kearah Kavin.

"Kata Nindi tuh bocah ingusan tadi pingsan," lanjut Riko sambil menoleh sekilas kearah Kavin.

Kavin mengangguk pelan, "Tekanan darahnya turun, ditambah tuh bocah kaga sarapan," jawab santai sambil memainkan bola basket di depannya.

"Lo harus tau nyet, Kavin kayak pangeran lagi ngegendong tuan putri yang mati dimedan perang," kata Leo ikut menyahuti.

"Cukimay, tadi gue dikatain jamet, sekarang monyet! Dasar akhlak 0%," dumel Riko.

"Ah lo sih pake acara kaga masuk sekolah," ujar Jimmy ikut menyahuti.

"Tahu tuh sok sibuk banget kayak mesin pabrik!" Jawab Prem menimpali ucapan Jimmy.

"Gue beneran ada urusan sat!" Kata Riko lalu merebut bola dari tangan Kavin dan melemparkan bola tersebut ke arah Prem.

Namun karena reflek Prem cukup bagus cowok itu berhasil menangkap bola tersebut, "Maaf ya refleks saya terlalu bagus," ucap Prem meledek Riko yang membuat Riko mengumpati Prem.

"Nat pala lu berat set!" Kesal Tio saat Nata atau Nat yang baru saja balik dari kantin langsung tiduran diatas paha Tio.

"Diem nyet, pala gue using banget," kata Nat tanpa memperdulikan ocehan Tio.

"Dia mah tolol, orang abis panas-panasan malah minum yang dingin-dingin, pusing-pusing dah lu!" Ujar Hema yang berdiri dibelakang Leo lalu duduk di belakang sahabatnya itu.

"Sakit banget buset," kata Nat mulai lebay.

Tio berdecak sebal, "Minum nih, makanya lu jadi bocah jangan oon-oon kayak baru sehari olahraga aja lo," kata Tio sambil memberikan botol air mineral yang belum dibuka untuk Nat minum.

Nat membuka matanya, menatap Tio dari bawah, "Bukain," kata Nat yang membuat Tio langsung memukul jidat sahabatnya itu.

"Tuan putri lo nyuruh-nyuruh?" jawab Tio lalu menarik bahu Nat agar cowok itu kembali duduk.

Arun geleng-geleng kepala melihat itu, lalu membaringkan tubuhnya diatas lapangan upacara, "Kalo nggak salah denger bakalan ada siswi pindahan," celetuk Arun yang membuat anak-anak lain langsung menatap kearah Arun.

"Nyebar hoax mulu kerjaan lu," sahut Tegar.

"Nyebar hoax mata lo lima!" sembur Arun sambil menatap kearah Tegar.

"Kaya lo kaga aja Gar Gar! Sela Nat yang kembali tiduran diatas paha Tio, lalu memejamkan matanya.

Mendengar itu, Tegar langsung menoleh kearah Nat, "Gue tempeleng juga pala lu!" ujar Tegar."

"Kalo lo berani mah tempeleng aja Gar! Asal lo kaga takut aja sama pawangnya," ujar Kavin sambil melirik kearah Tio.

Tio yang dilirik seperti itu oleh Kavin hanya diam, malas menanggapi omong kosong dari mulut Kavin.

Nata dan Tio memang sangat dekat, karena pada dasarnya mereka sudah sahabatan dari kecil. Ditambah lagi mereka tetanggaan. Namun banyak yang salah mengartikan kedekatan mereka, ditambah lagi mereka ke mana-mana selalu bersama. Itulah yang membuat anak-anak lain mengira jika Nata dan Tio memiliki hubungan spesial, dan karena itulah banyak cewek yang mundur saat akan mendekati Nata ataupun Tio.

Memang berita hoax seperti ini sangat menganggu ekosistem kehidupan hahaha.

"Bukan gue ya yang bilang," kata Tegar sambil mengangkat kedua tangannya, karena tadi ia juga melihat saat Kavin melirik kearah Tio.

"Makanya lo cari cewek napa, biar kaga dikira pacaran sama Nata," sahut Riko sambil cekikikan.

"Lah si anjir, lo ngehina gue apa gimana? Kayak lo kaga tau ae setiap ada yang mau gue deketin anaknya langsung mundur, mana alesannya sama semua lagi," keluh Tio.

"Lagian lo berdua nempel terus kaya upil sama idung," ceplos Givan yang sedari tadi asik melihat video lucu disebuah aplikasi, mana sekarang jokes bapak-bapaknya makin kuat lagi.

"Kavin sama Riko juga noh," kata Bastian sambil menatap kearah Riko lalu menatap kearah Kavin.

"Gue dari tadi diem ya sat!" omel Riko pada sahabatnya itu.

Mereka lanjut berbincang-bincang hingga waktu menunjukkan pukul lima sore, dan merekapun memutuskan untuk kembali kerumah mereka masing-masing.

Sedangkan disisi lain, Leta yang bingung karena dirumah sendirian. Akhirnya cewek itu memutuskan untuk mencari makan menggunakan sepeda listrik miliknya.

Ia mengunci gerbang rumahnya lalu melajukan sepeda listrik tersebut menuju ke depan komplek perumahan, dimana tak jauh dari komplek perumahannya itu terdapat ruko-ruko berjejer yang menjual berbagai makanan, bahkan sampai tahu gejrot pun ada.

Leta memarkirkan sepeda listrik berwarna pink miliknya tepat didepan penjual bakso, yang sudah menjadi langganan cewek itu.

"Bang! Biasa ya satu, dibungkus," ujar Leta sambil memasuki ruko tersebut dan duduk di salah satu bangku kosong yang ada disana.

"Siap Neng," jawab Bang Sandi lalu menyiapkan pesanan milik Leta.

Cewek itu duduk menghadap kearah jalan raya, dimana di sebrang sana terdapat toko-toko yang cukup besar seperti toko baju, sepatu, dan tas dengan harga-harga yang cukup mahal. Bahkan disana juga ada beberapa kafe kekinian yang sering ramai di datangi oleh anak-anak muda.

Saat Leta menoleh kearah tuko sepatu, ia sedikit memicingkan matanya saat melihat seseorang yang sepertinya ia kenali baru saja tiba di toko tersebut.

"Kak Afan?" gumam Leta saat Afan melepas helm full facenya.

Namun yang membuat Leta sedikit heran disini adalah, Afan datang bersama seorang cewek yang mungkin umurnya sama dengan Leta.

"Yaelah dasarnya pemain mah emang beda, baru kemarin maksa-maksa gue buat balikan sekarang udah gandengan sama cewek lain," gumam Leta sambil menatap kearah Afan yang membantu melepaskan helm yang dipakai oleh cewek itu.

Setelah membayar bakso miliknya, cewek itu pergi ke ruko lain untuk membeli makanan lagi, seperti cilor, sosis bakar, kebab, minuman dan masih banyak lagi. Setelah menghabiskan uang kurang lebih duaratus ribu barulah Leta pulang kerumahnya dengan membawa berbagai macam makanan.

~oOo~

Tak lama setelah Leta kembali kerumah, setelah membeli makanan tadi. Pintu depan dibuka oleh seseorang dan ternyata yang datang adalah Yuki, cewek itu datang sambil membawa dua paperback dari salah satu brand yang cukup besar.

"Nih buat lo, dari Samuel!" Ujar Yuki sambil meletakkan paperback Prada yang isinya sebuah kacamata hitam yang ingin sekali Leta beli.

Cewek itu sudah memiliki rencana untuk membeli kacamata tersebut, namun uang tabungan untuk membeli kacamata tersebut masih kurang setengahnya.

Leta meraih paperback tadi dan menoleh kearah Yuki, "Nyogok nih ceritanya?" Tanya cewek itu lalu membuka paperback tadi.

"Suka nggak lo?" Kata Yuki balik bertanya, ia malas menanggapi pertanyaan adiknya itu.

"Suka lah, siapa juga yang nggak suka barang gratisan," jawab Leta santai.

"Gimana, cakep nggak gue pake kacamata ini?" Lanjut Leta yang hanya dibalas anggukkan kepala pelan oleh Yuki.

Yuki mengerutkan alisnya saat melihat banyak sekali makanan diatas meja makan, "Ini lo semua yang beli?" tanya Yuki sambil menunjuk makanan-makanan tersebut.

Leta mengangguk pelan, "Iya, mau? Kalo mau ambil aja, lagian gue nggak mungkin abis semua," kata Leta lalu kembali memakan sosis bakar miliknya.

"Nggak deh udah kenyang gue, lagian lo ngapain sih beli banyak-banyak! Habisin tuh semua, jangan sampe buang-buang makanan," ucap Yuki memperingatkan adiknya sebelum cewek itu naik ke lantai dua.

"Iya bawel!" jawab Leta sambil menatap kakaknya yang sedang menaiki tangga.

Saat malam tiba, Leta yang sedang menonton drakor di dalam kamarnya itupun merasa sedikit terganggu dengan suara berisik dari rumah yang ada di sebelahnya.

Padahal biasanya rumah tersebut sepi, karena memang sudah lama tidak tinggali, sekitar satu tahunan.

"Ck! Nggak ngenakin orang lagi nonton drakor!" dumel Leta sambil bangkit dari duduknya lalu mengintip keluar melalui jendela kamarnya.

"Ohh ada yang pindah," gumam Leta saat melihat beberapa orang sedang sibuk membawa barang-barang dari mobil menuju ke rumah.

Leta juga melihat ada seorang cewek yang sepertinya seumuran dengannya. Namun karena rumah sebelah sedikit gelap, Leta tak bisa melihat cewek tersebut dengan jelas.

Tin!

Tin!

Tin!

Suara klakson mobil membuat Leta langsung menoleh kearah gerbang rumahnya, melihat siapa yang datang Leta langsung bergegas keluar dari kamarnya untuk menyambut kedua orang tuanya.

"Mamaaa," pekik Leta saat Saskira baru saja keluar dari mobil dan langsung memeluk tubuh mamanya itu.

"Kangen ya sama Mama?" Tanya Saskira sambil terkekeh pelan.

Leta mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Sama Papa nggak kangen nih?" Tanya Ardana setelah keluar dari mobil.

"Nggak! Papa nggak beliin aku oleh-oleh," ujar Leta sambil menatap sinis kearah Ardana.

"Kata siapa? Itu Papa beliin banyak oleh-oleh buat kamu," jawab Ardana sambil menunjuk kearah bagasi mobil.

"Katanya nggak mau beli oleh-oleh, kata Papa ribet!"

Saskira menggeleng pelan sambil tersenyum, "Papa cuma bercanda, nggak mungkin Papa nggak beliin oleh-oleh buat anak cantik ini," ujar Saskira sambil menangkup wajah cantik Leta.

Setelah mengambil barang-barang dari mobil mereka pun masuk kedalam rumah untuk istirahat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel