Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 || Hampir Diculik?

Sore ini, dua orang gadis terlihat sedang duduk di tribun lapangan basket. Mereka adalah Leta dan Nindi. Nongkrong di tribun lapangan basket sudah menjadi rutinitas mereka setiap hari.

Dimana Leta selalu setia menemani sahabatnya itu menunggu Riko berlatih basket dengan beberapa teman-teman cowok itu.

"Wohooo!!! Semangat Kak Riko!" heboh Nindi dari tribun sambil mengangkat papan yang bertulisan.

"SEMANGAT RIKO MAMA KAMU PASTI BANGGA!"

Nggak banget kan? Padahal ini hanya latihan saja tidak benar-benar bertanding namun Nindi hebohnya bukan main.

Sedari tadi Leta hanya bisa menutup kedua telinganya, takut jika gendang telinga cewek itu akan rusak karena suara cempreng Nindi yang benar-benar ngerusak telinga itu.

"Cewek lo noh heboh bener!" kata Kavin saat melihat kehebohan Nindi.

Riko menoleh kearah Kavin sambil mengangkat sebelah alisnya, lalu menoleh kearah Nindi dan memberikan nindi flying kiss yang membuat Nindi semakin heboh di tribun.

"Aaaa Riko Bagaskara! Maju nggak looo!" ujar Nindi dengan salah tingkah.

Leta hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu, "Lo ya Nin! Pacaran udah tiga tahun tapi masih aja saltingan!" kata Leta tak habis pikir.

Mendengar itu, Nindi langsung menoleh kearah Leta dan langsung menangkup kedua pipi Leta.

"Makanya cari pacar, biar lo ngerasain apa yang gue rasain!" ujar Nindi sambil tersenyum manis.

Leta memutar bola matanya malas, "Stop bilang itu ke gue! Udah sering banget gue nyari cowok, tapi ujung-ujungnya gue di sakitin! Muak banget gue,'' jawab Leta sambil menurunkan tangan Nindi.

Nindi manggut-manggut paham, "Hmmm, kalo gitu lo mau nggak gue kenalin ke Kak Kavin?"

"Nggak perlu! Orang kita juga udah kenal," jawab Leta sambil membuka tutup botol minuman bersoda.

"Tapi kan nggak deket, biasanya nih kalo ceweknya bestie-an dapet cowoknya bestie-an juga!"

"Uhuk, uhuk, uhuk!" Ucapan Nindi barusan berhasil membuat Leta tersedak minumannya. Dan jujur rasanya sakit sekali bahkan mata Leta mulai memerah, menahan tangis.

"Eh eh Leta!? Pelan pelan woi, aduhhh gimana nih??" kata Nindi panik dan langsung menepuk nepuk punggung Nindi.

"Uhuk, uhuk, uhuk," Leta masih saja terbatuk-batuk yang membuat anak cowok yang sedang bermain basket pun langsung menoleh kearah Leta dan Nindi.

"Eh kenapa tuh?" tanya Kavin sambil menunjuk kearah Leta dan Nindi.

"Nggak tau gue," ujar Tegar membalas ucapan Kavin barusan.

Sementara itu, Riko dan Givan langsung berlari kearah Leta dan Nindi.

"Ta, lo kenapa?" tanya Riko ikutan panik.

"Lagi tahan tawa dia! Udah tau dia batuk-batuk gini!" kesal Nindi masih setia menepuk-nepuk punggung Leta.

Leta benar-benar sudah tak perduli jika anak anak basket itu melihat dirinya menangis, yang Leta khawatirkan adalah dirinya itu mati konyol karena tersedak minuman soda.

"Paksa terus buat batuk, biar tenggorokan lo lega!" kata Kavin yang tiba-tiba datang dan ikutan menepuk-nepuk punggung Leta.

"Kenapa bisa kaya gini?" tanya Kavin pada Nindi.

Nindi menggeleng pelan, "Mana gue tau anjir, dia tiba-tiba batuk setelah gue ngomong, kalo ceweknya-- emm emmm,"

Belum sempat Nindi menyelesaikan ucapanya, Leta lebih dulu menutupi mulut Nindi rapat-rapat dengan keadaan dirinya masih terbatuk-batuk.

====

Setelah perjalanan yang panjang, akhirnya batuk Leta mulai reda, namun tenggorokan cewek itu masih terasa sedikit gatal.

"Nih minum," kata Kavin sambil menyodorkan sebotol air mineral untuk Leta.

Cewek itu menatap botol air mineral yang masih dipegang oleh Kavin, "Nggak udah Kak, gue udah gapapa kok," jawab Leta.

Bohong! Leta hanya berbohong pada Kavin. Karena kenyataannya cewek itu sesekali berdeham karena tenggorokannya yang terasa gatal itu.

Ciek

Suara tutup botol terbuka, "Mau minum sendiri apa gue paksa?" tanya Kavin sambil menatap Leta yang saat ini sedang menundukkan kepalanya.

Mendengar itu Leta langsung mengangkat kepalanya dan langsung mengambil botol air mineral tadi dan meminumnya.

"Lain kali kalo minum hati-hati, untung lo tadi kaga mati," kata Kavin enteng yang membuat Leta langsung mendelik horor saat mendengar ucapan Kavin barusan.

"Lo kayaknya kepengen banget ya gue mati?" tanya Leta sambil meletakkan botol tadi di sampingnya.

Kavin mengedikkan bahunya, "Gue sih nggak ngomong gitu ya," jawab Kavin enteng lalu memajukan tubuhnya kearah Leta.

Bahkan cowok itu juga sedikit membungkukkan badannya. Dan hal itu berhasil membuat Leta mematung di tempatnya.

Keduanya saling bertatapan, cukup lama mereka bertatapan hingga,,, "Ganteng ya? Sampe nggak kedip gitu liatnya," ujar Kavin.

Tangan kanan cowok itu bergerak untuk meraih sesuatu dari belakang tubuh Leta.

"Pede gila lo! Lagian lo sendiri ngapain kaya gitu hah? Mau mesum kan lo!" tuduh Leta sambil menunjuk wajah Kavin yang masih berada tepat di depannya.

"Aww!!" pekik Leta karena Kavin baru saja menoyor pelan jidat Leta.

"Gue mesum? Gue? Mesum? Yang bener aja lo!" kata Kavin tak terima.

"Terus lo ngapain kaya gitu?" tanya Leta ngotot.

"Mau ngambil tas gue, kenapa? Lo kira gue bakalan nyium lo?" tanya Kavin lalu kembali berdiri dengan tegap di depan Leta sambil memakai tas ransel di salah satu bahunya.

"Pardon? Jangan kepedean deh, gue juga ogah di cium sama lo," balas Leta lalu bangkit dari duduknya.

"Oh ya? Awas aja lo minta sampe minta dicium sama gue," ujar Kavin enteng yang memuat Leta menatap Kavin dengan ekspresi wajah kagetnya. Ia tak percaya jika cowok gila di depannya itu akan mengatakan hal seperti itu.

"Impossible!" jawab Leta pada akhirnya.

"Buset ya kalian berdua, baru aja di tinggal bentar udah tengkar aja kaga monyet liar," kata Nindi yang baru saja kembali ke lapangan basket bersama dengan Riko sambil membawa beberapa plastik berisi bento, yang entah dari mana mereka mendapatkan itu semua.

"Darimana sih lo berdua, lama banget," omel leta pada Nindi.

"Nih gue abis beli makanan buat anak-anak," kata Nindi sambil meletakkan bento tadi di bangku tribun.

"Anak-anak pada kemana?" tanya Riko pada Kavin.

"Masih pada di toilet buat mandi," jawab Kavin santai.

Riko manggut-manggut, "Terus lo mau kemana?" tanya Riko saat melihat Kavin sudah membawa tas ranselnya.

"Mandi,"

"Kayak sering mandi aja lo," gumam Leta yang masih bisa didengar dengan jelas oleh Kavin.

Kavin menatap kearah Leta sambil tersenyum sinis, "Etdahh marah marah mulu lo dari tadi," kata Kavin.

"Lo kenapa sih Leta?" tanya Nindi pada sahabatnya itu.

"Lo kesel gara-gara gue nggak nyium lo tadi?" tanya Kavin yang membuat Riko dan Nindi kompak memekik karena terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Kavin.

Leta yang mendengar itu pun langsung menendang tulang kering Kavin yang membuat cowok itu mengaduh kesakitan, "Jaga ya mulut lo, jangan sampe sepatu gue masuk ke mulut lo,"

"Ahhhh," desis Kavin sambil duduk di tribun.

"Ck, apaan sih Nin! Gue sama dia nggak ada apa-apa!" kesal Leta saat Nindi dan Riko menatap dirinya dengan raut wajah penuh tanya.

"Vin! Jadi mandi kaga lo? Ayo barengan ke toiletnya," kata Riko sambil menoleh kearah Kavin yang masih mengelus-elus tulang keringnya.

Kavin membawa pandangannya kearah Riko lalu mengangguk pelan, setelah itu Kavin bangkit dari duduknya.

"Aku mandi dulu ya? Kamu tunggu disini bentar," kata Riko pada Nindi.

Nindi mengangguk pelan, "Udah buruan kalo mau mandi," jawab Nindi.

Setelah itu, Riko dan Kavin pernah meninggalkan lapangan basket menuju ke toilet, sepanjang perjalanan kaki Kavin terlihat pincang yang membuat Leta merasa kasihan dengan Kavin. Hanya sedikit, mungkin sekitar 5%.

"Kalian berdua berantem ya?" tanya Nindi saat melihat Leta sedang mengamati Kavin yang sudah mulai menjauh dari pengelihatan mereka.

Leta menggeleng pelan lalu mengambil satu bento yang tadi dibawa oleh Nindi.

"Wih cantik banget bentonya, berapa Nin biar gue transfer duitnya," ujar Leta setelah membuka bento miliknya.

Nindi tersenyum, "Nggak usah, itu dibeliin sama Riko," jawab Nindi santai.

"Hah? Serius deh Nin, jangan bercanda sama gue. Biar langsung gue transfer duitnya," kata Leta memastikan.

Nindi menganggukkan kepalanya, "Gue serius, lagian buat apa sih gue bercanda? Dia abis di kirimin duit sama Omanya,"

"Omanya yang tinggal di Jepang?" tanya Leta yang dibalas anggukkan kepala oleh Nindi.

"Enak ya Nin punya cowok royal, jadi pengen deh gue punya cowok royal gitu," kata Leta lalu menyandarkan tubuhnya.

"Lo mau?"

Leta mengangguk, "Siapa sih Nin yang nggak mau punya cowok royal,"

"Kak Kavin tuh, dia juga royal anaknya. Minusnya emang tengil aja anaknya, tapi aslinya dia baik banget kok Ta," ujar Nindi menjelaskan.

Leta membuang nafasnya pelan lalu menoleh kearah sahabatnya itu, "Plis deh Nin jangan bawa-bawa nama dia terus. Sumpah deh gur enek banget dengernya tau nggak!" kata Leta dengan sungguh-sungguh.

"Oke-oke gue diem sekarang!"

====

"Gimana Ta, Kak Yuki udah bisa di hubungin?" tanya Nindi yang berdiri di depan gerbang sekolah bersama dengan Leta dan Riko.

"Belum bisa juga, kalian berdua balik dulu aja gih. Biar gue pesen ojol aja," kata Leta yang merasa tak enak karena sudah sekitar 15 menit Nindi dan Riko menemani dirinya di depan gerbang sekolah.

"Lo yakin? Udah sore banget gini, bentar lagi udah mau Magrib," ujar Nindi pada sahabatnya.

Leta mengangguk, "Yakin, udah gapapa kalian berdua balik duluan. Gue tau Kak Riko juga pasti capek. Gue beneran gapapa kok, lagian ada Pak Mamat tuh dipos satpam," jawab Leta meyakinkan sahabatnya itu jika dirinya akan baik-baik saja.

"Yaudah kalo gitu kita pulang duluan ya. Kalo ada apa-apa langsung kabarin kita berdua," bukan Nindi yang menjawab, melainkan Riko yang menjawab ucapan dari Leta barusan.

"Iyaaa, udah sana kalian balik," jawab Leta.

"Beneran nih? Atau lo mau ikut sama kita aja?" kata Nindi.

"Yang bener aja lo! Ya kali bakalan cengtri, ogah banget gue, mendingan gue naik ojol dah," tolak Leta yang membuat Riko dan Nindi tertawa.

Entah sekarang hari apesnya Leta atau memang cewek itu tak pernah kebagian sama yang namanya beruntung. Bagaimana tidak apes jika cewek itu sudah tiga kali di tolak ojol.

"Nggak heran sih kenapa cowok-cowok yang pernah deketin gue selalu nolak gue, orang ojol aja nolak gue. Gini amat idup," monolog Leta.

"Terus sekarang gimana nih gue? Pulang sama siapa nih gue? Harus banget jalan kaki nih?" tanya Leta pada dirinya sendiri.

Leta tak mungkin menunggu taksi melintas di depan sekolahnya, karena itu tak akan pernah terjadi. Karena jalan di sekolah Leta ini cukup unik, dimana jarang sekali kendaraan umum melintas di depan sekolahnya. Jika harus naik kendaraan umum, Leta harus berjalan menuju jalan utama paling tidak sekitar lima belas menit.

"Yaudah lah daripada gue nggak bisa pulang, mending gue jalan kaki sampe ke jalan utama," kata Leta lalu berjalan dengan perasaan dongkol nya.

Leta tak mungkin meminta orang tuanya untuk menjemput cewek itu, karena kedua orang tuanya sedang ada urusan bisnis di Bali dan akan pulang minggu depan. Sementara Leta sendiri belum bisa mengendarai mobil sendiri.

Saat Leta melewati warung kecil di dekat sekolahnya, tanpa Leta sadari seorang cowok terus mengawasi Leta yang berjalan seorang diri dengan mulut yang terus komat kamit entah membaca mantra atau sedang mengumpati kakak perempuannya itu.

Sekitar sepuluh menit berjalan kaki, dan kaki cewek itu sudah merasakan pegal-pegal. Suara deruman motor sport membuat cewek itu menoleh kearah samping.

"Naik," kata cowok itu namun Leta tak memperdulikan ucapan cowok itu. Ia terus berjalan meninggalkan cowok tadi.

"Ck!"

"Buruan naik, gue anterin pulang," ujar cowok itu berusaha membujuk Leta agar mau pulang dengannya.

"Ck! Lo ngapain sih kak? Gue nggak mau pulang bareng sama lo!" jawab Leta dengan tegas.

"Nggak usah sok jual mahal lo! Buruan naik apa gue seret lo sekarang juga?" ancam cowok itu namun Leta hanya menghembuskan nafasnya pelan dan kembali berjalan meninggalkan mantan pacarnya itu.

Sementara itu, dari kejauhan seorang cowok yang sedari tadi berada di dalam mobil langsung melajukan mobilnya menuju kearah Leta saat cowok itu melihat Leta ditarik-tarik oleh Afan.

"Gue bilang lepasin! Gue nggak mau pulang sama lo! Lo budek ya!" sentak Leta sambil berusaha melepaskan tangan Afan dari pergelangan tangannya, namun entah kenapa Leta merasa jika tenaga Afan benar-benar kuat.

"Ikut gue, Leta!!" Bentak Afan.

"Lepasin cewek gue!" kata seseorang yang baru saja turun dari mobil.

Mendengar itu, Leta dan Afan kompak menoleh kearah sumber suara.

"Kak Kavin?" ujar Leta dengan gerakan bibir.

"Lepasin cewek gue!" kata Kavin sambil mendorong tubuh Afan dengan kasar.

"Bangsat!" umpat Afan sambil melayangkan pukulan pada Kavin namun Kavin berhasil menghindari serangan dari Afan barusan, dan langsung menarik pergelangan tangan Leta agar cewek itu bersembunyi di belakang tubuhnya.

"Ikut gue Leta!'' bentak Afan sambil berusaha meraih tubuh Leta yang sedang bersembunyi dibalik badan Kavin.

Kavin berdecak sebal dan langsung mendorong Afan, lalu mencengkeram kerah seragam milik Afan.

"Budek apa bolot! Dia cewek gue bangsat!" bentak Kavin pada Afan.

"Dia bukan cewek lo!" balas Afan sambil tersenyum sinis.

"Bacot! Sekali lagi gue liat lo nganggu cewek gue, abis lo sama gue!" ancam Kavin lalu mendorong tubuh Afan sambil melepaskan cengkraman tangannya dari kerah seragam Afan.

Kavin berbalik badan, dan langsung menarik tangan Leta untuk membawanya masuk kedalam mobil.

Setelah itu, Kavin langsung melakukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu, selama di perjalanan Leta terus saja diam. Dari raut wajahnya ia masih terlihat sangat ketakutan.

"Are you okay?" tanya Kavin sambil menoleh sekilas kearah Leta yang sedari tadi masih saja diam.

Kavin menepikan mobilnya lalu menoleh kearah Leta, "Gimana ceritanya lo berurusan sama bajingan kaya dia, hah?" tanya Kavin yang membuat Leta menoleh kearah Kavin.

"Lo ngapain bantuin gue?" bukannya menjawab, Leta justru balik bertanya dengan cowok itu.

"Gue? Cuma sekedar kemanusiaan," jawab Kavin lalu mengalihkan pandangannya dari Leta.

Leta diam, cewek itu menatap Kavin selama beberapa detik lalu mengalihkan pandangannya keluar jendela yang ada di sebelahnya.

"Dia mantan gue," ujar Leta menjawab pertanyaan Kavin tadi.

"Ohh," jawab Kavin santai lalu kembali melakukan mobilnya.

"Turunin gue di depan situ, gue bisa balik sendiri," perintah Leta sambil menunjuk kearah halte.

Kavin menoleh kearah Leta, "Oke!" jawab Kavin lalu menepikan mobilnya setelah mereka tiba di depan halte.

Disana terlihat beberapa orang yang sedang menunggu buss, Leta memilih untuk menunggu kakaknya itu disana. Karena menurut Leta, itu tempat yang cukup aman untuk dirinya dimana disana manyak orang dan Leta yakin Afan tak akan berani macam-macam dengannya.

"Thank's udah bantuin gue," setelah mengatakan itu, Leta langsung keluar dari mobil Kavin dan langsung berjalan mendekati beberapa orang yang ada di halte tersebut.

Dari dalam mobil, Kavin hanya terseyum tipis lalu melakukan mobil miliknya menuju ke rumahnya.

===

"Lo kemana aja sih Kak? Jam segini baru jemput gue, lo nggak liat ini udah jam berapa?" omel Leta di dalam mobil.

"Sorry, handphone gue lowbat tadi, gue juga lupa nggak bawa charger. Salahin mereka noh, mereka dadakan banget ngajakin nya," kata Yuki membela diri.

"Sorry Ta, kita kira lo udah pulang duluan tadi gegara Yuki nggak bisa lo kabarin," kata Kana yang duduk di kursi belakang.

Leta menghembuskan nafasnya kasar lalu menoleh membuka sabuk pengaman nya dan mengubah posisi duduknya dan menghadap ke belakang.

"Sorry kak, tapi buat hari ini nggak ada sorry buat kak!!" kata Leta dengan menggebu-gebu.

Yuki yang mendengar ucapan dari adiknya itu terdiam selama beberapa detik untuk mencerna ucapan dari adiknya itu.

"Emang lo kenapa sih Ta, ada masalah?" tanya Vior yang duduk tepat di depan Yuki.

"Ck! Tadi sih monyet hutan itu nge gangguin gue lagi kalo kalian mau tau, dan asalkan kalian semua tau, dia maksa gue buat pulang bareng tu monyet! Mana segala pake narik-narik tangan gue lagi. Untuk ada orang yang bantuin gue, kalo nggak ada nggak tau lagi deh gue," curhat Leta pada sahabat dari kakaknya itu.

"HAH!" teriak Yuki, Vior, dan Kana secara bersamaan.

Leta menghembuskan nafasnya pelan, "Kurang kenceng teriaknya," sarkas Leta.

"Beneran kurang kenceng? Perasaan teriakan kita barusan kenceng deh," jawab Kana.

"Dia sarkas nggak sih ke kita?" tanya Vior yang di balas anggukkan oleh Yuki.

"Lah emang!" jawab Yuki.

"Trus sekarang dimana monyetnya? Biar gue hajar sekarang juga!" ujar Yuki dengan suara galaknya.

Leta menoleh kearah kakaknya, "Emang lo bisa berantem?" tanya Leta pada kakaknya.

Yuki menoleh kearah adiknya lalu meringis, menunjukkan gigi putih miliknya, "Enggak," jawab Yuki enteng yang membuat Leta mengumpat karena hal itu.

"Bener-bener nggak bisa di harapin," gumam Leta.

"Terus orang yang nolongin lo tadi siapa?" tanya Vior pada Leta.

"Hmm dia? Kakak kelas gue," kata Leta santai.

Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, akhirnya mereka tiba di rumah Yuki dan Leta. Sesampainya di rumah, Leta langsung berlari masuk kedalam rumah dan berbelok kearah dapur.

Tanpa menunggu lama cewek itu langsung membuka kulkas dan memakan cake yang ada di dalam sana.

"Lo laper apa doyan?" tanya Yuki sambil meletakkan kantong plastik yang isinya makanan untuk mereka berdua makan.

Leta tak perduli dengan pertanyaan bodoh dari kakaknya itu, cewek itu hanya melirik sekilas kearah Yuki dan kembali memakan cake rasa coklat kesukannya itu.

Selesai makan malam, Leta langsung naik ke lantai dua untuk pergi ke kamarnya. Cewek itu menjatuhkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya dan membaringkan tubuhnya disana.

"Kenapa harus dia sih yang bantuin gue," kata Leta sambil menatap-natap langit-langit kamarnya.

====

Besoknya, saat Leta baru saja akan masuk ke dalam kelas, tangan cewek itu langsung ditarik oleh Nindi untuk membawanya duduk di bangkunya.

"Bisa-bisanya lo nggak cerita ke gue soal masalah semalem! Gue khawatir banget tau nggak sama lo, kita ini sahabat! Lo tau nggak sih? S A H A B A T! Jadi kalo ada apa-apa sama lo tuh langsung cerita ke gue, bukannya malah gue tau dari orang lain!" omel Nindi panjang lebar, yang membuat Leta menutup kedua telinganya.

"Lo kemarin di gangguin lagi kan sama Afan?" tanya Nindi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Leta menghembuskan nafasnya pelan, "Emm!!" jawab Leta sambil mengangguk pelan.

"Emang anjing tu cowok! Gue hajar juga lo!" geram Nindi sambil menggulung lengan baju seragamnya dan bersiap-siap untuk mengambil langkah.

Namun Leta langsung menahan tangan sahabatnya itu, "Udah lah nggak usah diladenin, dia semakin di ladenin malah makin jadi,"

"Trus lo pikir gue bakalan diem aja gitu, setelah apa yang udah terjadi sama lo? Untung kemarin Kak Kavin nolongin lo, coba lo pikir kalo nggak ada Kak Kavin? Bisa-bisa lo udah di culik sama cowok problematik kek Afan!" cerocos Nindi.

"Iya-iya sorry," pada akhirnya cewek itu hanya bisa meminta maaf pada sahabatnya itu.

Nindi membuang nafasnya pelan lalu duduk di bangkunya, "Bentar deh Ta, bukannya Afan udah pindah sekolah ya? Terus ngapain coba dia sampe sini, mana sekolah barunya dia tuh lumayan jauh dari sini," ujar Nindi yang masih penasaran.

"Buat nyari pelampiasan, aku denger dia baru aja putus sama cewek barunya," bukan Leta yang menjawab Nindi, melainkan Riko yang berdiri di ambang pintu lalu berjalan masuk ke kelas tersebut sambil membawa satu kantong plastik berisi beberapa makanan dari kantin.

"Eh? Sejak kapan kamu disini?" tanya Nindi sambil bangkit dari duduknya.

"Sejak kamu ngomelin Leta," jawab Riko santai sambil meletakkan kantong plastik tadi diatas meja Nindi.

"Buat sementara waktu, kalian berdua nggak udah nontonin kita-kita latihan. Jaga-jaga siapa tau Afan balik lagi buat nemuin lo," ujar Riko lalu menoleh kearah Leta.

"Woi Rik! Gue cariin, ternyata disini lo," panggil Kavin dari ambang pintu.

Mendengar itu, Riko langsung menoleh jearah belakang, "Masuk lo," kata Riko.

Kavin mengedikkan bahunya pelan lalu masuk berjalan masuk, menyusul sahabatnya itu. Leta yang melihat itu hanya diam, dan mengalihkan pandangannya kearah lain. Walaupun Leta cukup dekat dengan Riko, namun cewek itu tidak dekat dengan Kavin. Entah kenapa Leta diantara teman-teman Riko yang lain, Leta paling berjarak dengan Kavin.

"Ngapain lo nyariin gue?" tanya Riko pada sahabatnya.

"Kagak, kata Arun lo lagi di kantin makanya gue kesana buat nyusulin lo, gue kira lo mau bolos di kantin," jawab Kavin enteng.

Mendengar itu, Riko langsung mengusap kasar wajahnya Kavin, "Hari ini gue kaga bakalan bolos! Lo lupa kelas kita ada pengambilan nilai mapel biologi?" tanya Riko yang membuat Kavin mendelik horor.

"Mampus! Gue belum belajar, balik ke kelas duluan gue," kata Kavin lalu berlari keluar kelas, bahkan cowok itu juga tak sengaja menabrak Dio yah baru saja akan masuk kedalam kelas.

"Sorry sorry," ujar Kavin sambil berlari.

Riko dan Nindi yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Lo nanti pulang bareng Nindi, hari ini dia bawa mobil sendiri," kata Riko pada Leta.

Leta mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Aku ke kelas dulu ya," pamit Riko pada Nindi.

"Iyaa, udah sana sana," balas Nindi sambil mendorong tubuh Riko agar menjauh darinya.

"Orang gila!" kata Nindi saat Riko memberikan flying kiss untuk Nindi.

Mendengar itu, Riko hanya bisa tertawa lalu keluar dari kelas tersebut dan berjalan menuju ke kelasnya yang berada di lantai dua.

"Nin? Tumben banget lo bawa mobil sendiri? Jangan bilang,,,,"

"Iya, emang rencana gue buat bawa mobil sendiri. Gue takut kalo sewaktu-waktu Afan balik lagi, lo tau sendiri kan mantan lo itu kayak gimana," jawab Nindi.

"Gue nggak mau ngerepotin lo, lagian gue bisa pulang sama Kak Yuki," kata Leta sambil membenarkan posisi duduknya.

"Ya, Kakak lo itu kuliah dan jam pulangnya nggak nentu. Udah deh lo jangan nggak enakan gitu sama gue. Toh juga gue nggak keberatan sama sekali kok," ujar Nindi meyakinkan sahabatnya itu.

Beberapa menit kemudian.

"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Nika sambil berjalan masuk kedalam kelas 11 IPS 2.

"Pagi Bu!" jawab murid kelas 11 IPS 2 dengan serentak.

Bu Nika meletakkan beberapa buku diatas meja guru lalu menatap muridnya satu persatu, "Masuk semua ya hari ini? Tumben nggak ada yang bolos," ujar Bu Nika.

"Hiro katanya tadi mau bolos Bu," kata Deva yang duduk di sebelah Hiro.

Mendengar itu, Hiro langsung mengampar kepala Deva, "Fitnah! Fitnah!"

"Hiro apa Deva nih yang mau bolos?" tanya Bu Nika yang membuat kelas IPS 2 tertawa.

"Minggu lalu saya ngasih kalian tugas kelompok, buat yang sudah siap silahkan maju untuk presentasi di depan kelas," kata Bu Nika sambil berdiri di tengah-tengah kelas.

"Mau maju sekarang nih?" tanya Sania sambil menoleh kearah Leta dan Nindi.

"Entaran aja deh," jawab Leta sambil membuka buku miliknya.

Dita mengangguk pelan, "Iya nanti aja, gue males banget kalo masalah presentasi kaya gini. Soalnya pas sesi tanya jawab pada nggak ngotak ngajuin pertanyannya,"

"Mana iya lagi anjir," kata Nindi menyahuti.

Bu Nika menatap murid-muridnya lalu berkata, "Ibu beneran nggak ada yang mau maju?" tanya Bu Nika.

"Kita Bu," jawab Hema sambil bangkit dari duduknya dan diikuti oleh ketiga temannya.

Bu Nika tersenyum, "Silahkan,"

"Eh eh eh? Kalian mau kemana?" tanya Bu Nika bingung karena Hema dan ketiga temannya justru keluar kelas.

"Presentasi, katanya disuruh presentasi di depan kelas," jawab Arga dengan polos.

"Goblok!!!" kata Leta saat melihat tingkah tolol dari teman sekelasnya itu.

"Bukan disana! Tapi disini!!!" ujar Bu Nika sambil menunjuk tempat yang seharusnya menjadi tempat presentasi mereka.

"Yah si tolol," celetuk Hendra yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Bu Nika.

Sementara Hendra yang di tatap seperti itu hanya bisa tersenyum lalu memberi Bu Nika finger heart yang membuat Bu Nika geleng-geleng kepala.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel