Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9. Nakal.

"Ellena!" Mira menghampiri Putrinya yang terisak di sudut Ranjang.

Mira terkejut melihat itu. Segera memeluk Ellena.

"Sayang, kenapa? Apa yang terjadi?" Mira menepuk halus punggung Putrinya dengan rasa penasaran yang menumpuk. Selama ini tidak pernah ia melihat putrinya menangis tersedu seperti ini.

"Ibu. Fic!"

Mira terbelalak, mengangkat wajah Putrinya.

"Apa Fic melakukan sesuatu padamu?" Mira seperti ingin menebak.

Ellena mengangguk. "Katakan Ellena, apa yang dilakukan Fic sehingga kau menangis seperti ini. Jangan takut, cerita pada Ibu."

Ellena mengusap air matanya. Masih dengan sesenggukan. "Fic menolak cinta Ellena."

Seperti disambar petir, Mira mengguncang bahu Ellena. "Kau bicara apa?" memandangi kedua mata Putrinya.

"Ellena mencintai Fic, Bu! Ellena tidak bisa kehilangan Fic. Ellena ingin Fic menikahi Ellena, Bu. Bantu Ellen, tolong Ellena!" Ellena kembali tersedu.

"Sayang... Tenanglah."

"Tidak Bu, Aku tidak bisa tenang. Fic tidak mau. Fic mungkin sudah mencintai wanita lain."

"Tidak seperti itu Ellena. Kau tidak paham." Mira menepuk nepuk bahu Ellena.

"Apa kau tau. Fic itu orang yang setia. Dia tidak mungkin mengkhianati Ayahmu dan Paman Ken. Meskipun Kalian saling mencintai, Fic akan berpikir seribu kali untuk itu. Fic tidak akan ceroboh!"

Ellena menatap Ibunya. "Tolong kami Bu, kebahagiaan Ellena jika bersama Fic. Itu saja."

"Ellena, kau tidak boleh Egois!"

"Bagaimana dengan Ibu!" Ellena menarik tubuhnya dan berdiri.

"Apa Ibu lupa? Aku tau bagaimana Ibu dan Ayah bertemu. Ibu bukan siapa siapa. Tapi kalian bisa menyatu dan bahagia. Bahkan Ibu sudah pernah menikah sebelumnya!"

"Dari mana kau tau itu!" wajah Mira sudah memerah, dia tidak pernah menyangka jika Putrinya bisa mengetahui masa lalunya.

"Siapa yang bercerita padamu Ellena?" Mira membentak.

"Mira!" tiba tiba Nathan sudah berdiri didepan mereka.

"Nath." Mira seketika menoleh.

"Ellena, Putri mu! Dia .. "

"Aku yang bercerita. Maafkan Aku. Tadinya Aku hanya ingin agar putrimu tau, jika perjuangan cinta kita dulu tidaklah mudah." Nathan mendekat.

"Maafkan aku Mira. Aku yang salah." Mira tidak bisa menyalahkan Nathan untuk hal ini, tapi mau tidak mau karena kecerobohan Nathan sendiri lah, sekarang Ellena menuntut.

"Biar aku berbicara pada Putriku." Nathan memberi isyarat agar Mira keluar.

Sementara di kamar Fic.

Pria itu masih meremas rambutnya sendiri. Dengan jantung yang terus berdebar tatkala mengingat setiap perlakuannya Ellena padanya.

"Apa yang harus aku lakukan?" sejenak ia memegang bibirnya. Masih begitu terasa, manis bibir Ellena. Seperti sangat kuat tertinggal.

"Kenapa Nona Ellena bisa jatuh cinta padaku?"

"Ini tidak bisa dibiarkan." baru saja Fic berdiri, pintu diketuk seseorang.

Fic membuka pintu.

"Nyonya!" Fic menunduk, gugup seketika menguasainya.

"Aku ingin berbicara denganmu Fic."

Fic mengangguk, mengikuti langkah Mira yang membawanya duduk di Ruang Tengah.

"Apa yang kau lakukan pada Ellena, sehingga dia menangis?" pertanyaan Mira kembali membuat Fic gugup.

"Maafkan saya Nyonya. Saya Salah."

"Kau menolaknya?"

Fic terkejut. Hanya menggeleng saja.

"Apa kau tidak menyukainya?"

"Nyonya. Saya tidak mungkin selancang itu." jawab Fic.

"Aku sudah bisa menebaknya. Tapi bagaimana dengan Perasaan Ellena. Apa kau tidak memikirkan itu?"

"Nona Ellena masih masa puber. Perubahan akan terjadi saat masa pubernya berlalu. Nyonya tidak perlu khawatir." jawab Fic.

Mira tersenyum simpul. "Ku harap begitu. Tapi bagaimana jika tidak?"

"Aku akan melakukan apapun demi kebaikannya, Nyonya. Percayalah padaku." Fic berusaha meyakinkan Mira.

"Aku tidak bisa untuk tidak percaya padamu Fic. Tapi aku ingin berpesan padamu." Fic kini menatap Mira.

"Jangan pernah menghancurkan perasaan Ellena. Aku ibunya, yang mengandung dan melahirkan dia. Aku bisa merasakan apa yang ia rasakan. Ku rasa, perasaannya padamu bukan karena masa puber Fic. Tapi itu tulus. Apa kau tidak menyadari itu?" ucapan Mira kali ini membuat Fic semakin resah dan tidak bisa menjawab pertanyaan Mira.

"Ah baiklah Fic. Aku percaya kau akan melakukannya yang terbaik untuk Ellena. Tapi perlu kau ketahui, kami sebagai orangtuanya akan mendukung apapun keputusannya Ellena." Mira akhirnya beranjak meninggalkan Fic.

Pria itu menatap langkah Mira. "Maafkan aku Nyonya. Mungkin aku juga sudah mencintai Putrimu. Tapi percayalah, aku akan siap berkorban apapun demi kebaikannya." Fic kembali ke kamarnya.

Merebahkan tubuhnya di ranjang. Dengan perasaan yang begitu resah.

"Ellena." Fic berkali kali menyebut nama Ellena.

Hingga malam semakin larut, Fic belum juga bisa tidur. Fic kembali beranjak dari tempat tidurnya memasuki kamar mandi. Membasuh wajahnya berkali kali. Baru saja ia keluar dari kamar mandi, pintunya di ketuk seseorang.

Fic melangkah untuk membuka.

"Nona!" Mata Fic terbelalak.

"Fic."

"Kenapa belum tidur? Ini sudah malam."

"Aku tidak bisa tidur." Ellena melangkah, Fic mau tidak mau mengikutinya.

Ellena duduk di ujung sofa.

"Ini sudah malam Nona. Kembali lah ke kamar mu."

"Kau mau mengantarku?" Ellena mendongak.

Fic mengangguk. "Mari."

Ellena pun berdiri kembali, mengikuti langkah Fic.

"Masuk lah dan tidur. Jangan pikirkan apapun lagi." Fic membuka pintu kamar Ellena.

"Aku tidak bisa tidur Fic! Temani aku dulu, jika aku sudah tidur kau boleh pergi." ucap Ellena sembari menarik tangan Fic.

"Nona. Ini sudah malam. Mana mungkin Fic menemanimu? Jika ada yang melihat Fic dikamar mu malam malam begini.."

Ellena membungkam mulut Fic dengan satu tangannya, satu tangan lain mengunci pintu.

"Jika kau tidak beringsik, maka tidak akan yang tau."

Fic hanya bisa mengikuti langkah Ellena yang menyeretnya ke Ranjang. Ellena segera merangkak ke atas kasur dan membanting tubuhnya. Sementara Fic hanya duduk di tepi ranjang.

Ellena menoleh pada Fic. "Naik." Rengek Ellena.

Fic menaikkan kedua kakinya dengan menyandarkan punggungnya di tepi Ranjang. Ellena cepat menempatkan kepalanya dipangkuan Fic.

"Aku memikirkan mu terus Fic." ucap Ellena.

Fic menarik nafas berat. Satu tangan membelai rambut Ellena dan satu tangan mengusap usap lembut punggung Ellena.

"Fic sudah disini, Tidurlah." ucap fic. Ellena menepis kasar tangan Fic.

"Jangan begitu. Aku bukan anak kecil lagi." Ellena sekarang duduk tepat dihadapan Fic.

"Lalu mau bagaimana? Aku tidak bisa menemani terlalu lama Nona!" Fic meremas tangan Ellena.

"Kau keberatan?" Ellena mendekatkan wajahnya.

Fic mulai gugup. "Bukan begitu, tapi. Kau tidak mengerti. Fic, pria dewasa dan Nona juga sudah gadis. Ini tidak baik." suara Fic terdengar berat.

"Kalau begitu, beri aku ucapan selamat malam. Aku akan segera tidur."

Fic tersenyum getir, "Selamat malam Tuan Putri Ellena yang paling cantik. Tidurlah." Fic mencium kening Ellena dengan kecupan yang panjang.

"Fic harus kembali ke kamar. Mimpi yang indah ya?" baru saja Fic berdiri, Ellena menarik tangan Fic hingga tubuh Fic terjatuh tepat diatas tubuh Ellena.

"Nona!" Beruntung Fic bisa menahan tubuhnya dengan kedua tangannya.

Namun wajah cantik Ellena yang tepat di bawah wajahnya itu sontak membuat jantung Fic berdebar hebat.

Ellena melingkarkan tangannya ke leher Fic.

"Aku mencintaimu Fic."

"Lepas Nona!"

"Temani aku sebentar lagi." Ellena mencium singkat bibir Fic.

Tangan Fic mulai gemetar dengan darah yang berdesir desir tak karuan. Fic ambruk di sisi Ellena dengan posisi tengkurap. Satu tangan mendekap Ellena. Fic masih terdiam cukup lama. Mencoba menahan sesuatu yang tiba tiba menggebu dalam dirinya.

"Fic." suara Ellena begitu terasa hangat di telinga Fic. Fic mengangkat wajahnya, menoleh. Wajah itu sudah tak berjarak lagi. Dekat dan sangat dekat. Tangan Fic bergerak, menyentuh bibir seksi yang merekah itu. Ellena pun melakukan hal yang sama.

Tidak ada suara lagi dari keduanya. Hanya deruan nafas mereka yang mulai tak beraturan. Mata keduanya terus beradu, menikmati getaran indah dalam diri mereka masing masing.

Wajah Fic bergerak. Bibirnya mulai mendarat ke bibir Ellena. Terdiam cukup lama. Lalu mulai bergerak melumatt. Ketika Ellena membalas, Fic tidak bisa lagi mengontrol diri. Mellumatt bibir Ellena tanpa jeda. Menekan tubuh Ellena untuk memperdalam ciuman mereka.

Tangan Fic mengangkat tubuh Ellena untuk duduk dipangkuan. Kembali menghujani wajah Ellena dengan ciuman. Hingga nafas keduanya mulai tersengal, dan kedua tangan mereka sudah saling meraba.

Tangan Fic sudah berada di dada Ellena meremas sesuatu dari balik baju. Desahann Ellena lolos, terdengar kencang membuat Fic tersadar dan cepat menarik tangannya.

"Ya Tuhan." Fic terperangah, menatap Baju Ellena yang sudah terbuka.

Fic cepat mengangkat tubuh Ellena dari pangkuannya. Lalu membenahi baju Ellena.

"Maafkan Fic. Maafkan Fic Nona!" Fic sungguh meratap.

"Tidak apa apa. Aku yang salah."

Setelah selesai membenahi baju Ellena, Fic cepat membaringkan tubuh Ellena dan menarik selimut. Kemudian mendekap Ellena dari belakang. Ellena bergerak, hendak membalikan badannya. Namun Fic menahan tubuh Ellena.

"Diam Lah. Pejamkan matamu." Fic meraup wajah Ellena agar matanya terpejam.

"Cepat tidur atau Fic akan keluar." bisik Fic.

"Aku belum bisa tidur." Ellena kembali merengek.

"Tidur Nona. Atau kita akan kacau!"

Ellena tergelak kecil. "Baiklah." merengkuh kuat lengan Fic.

Suasana kembali hening, hanya terdengar deru nafas mereka. Nafas Ellena yang mulai teratur, namun nafas Fic masih terdengar tak beraturan.

Fic mengangkat wajahnya yang memerah. Mengintip wajah Ellena.

"Kau nakal Ellena." Fic membelai wajah itu.

"Nona." Fic memanggil pelan. Ellena hanya menggeliat saja.

"Dia sudah tidur." Fic dengan pelan melepaskan tangan Ellena dari lengannya. Kemudian dengan hati hati menuruni ranjang.

Melangkah membuka pintu, mengintip dahulu keluar. Saat yakin jika tidak ada siapapun yang melihat, Fic cepat keluar dari kamar Ellena untuk kembali ke kamarnya.

"Astaga!" Fic membenturkan kepala berkali kali ke meja.

"Apa yang kulakukan?" Meremas kembali Rambutnya.

"Arg....!" Fic kembali mengingat dengan jelas, bagaimana dia mencumbu Ellena.

_____________

Jangan lewatkan part selanjutnya, keseruan Triple K.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel