
Ringkasan
Dunia masa depan, cyber-punk bercampur fantasi dan pemotongan anggaran. Malaikat berbagi kantor dengan mayat hidup, penyihir menguasai perusahaan, tentara bayaran legendaris yang berubah menjadi mesin pembunuh berkeliaran di jalan. Kematian bukan lagi sesuatu yang istimewa, dan perjalanan ke bulan membutuhkan waktu dan upaya yang lebih sedikit daripada mengadakan pemakaman yang layak. Seorang pahlawan baru muncul. Sseorang gadis tanpa nama yang amnesia tanpa masa lalu dengan refleks yang tajam dan penerawangan yang samar-samar tetapi seratus persen menakutkan. Perusahaan besar yang jahat dan pasukan agen korporat mengejarnya. Dia berutang ke rumah sakit untuk perawatan yang tidak pernah dia terima dan tidak punya asuransi kesehatan, atau tabungan. Sementara setiap hari harus mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan Kota X. Baik itu risiko pandemi global, menenangkan hamster ninja liar dan kadal jago karate, atau mengurangi tingkat bunuh diri yang meningkat di antara geng remaja cyber. Dia dan timnya ada di sana untuk membereskannya. Karena bekerja untuk Kementerian Kematian tidak akan mendapatkan liburan akhir pekan atau cuti sakit. Bahkan meski direktur mereka mengatakan sebaliknya.
1. Hari Senin
Kelebihan kematian yang paling jelas adalah kamu tidak bisa merasakan sakit, dan kamu tidak peduli.
Yah, aku bisa. Itu berarti aku belum selesai. Setidaknya belum benar-benar mati.
Ketika kamu bangun di ranjang rumah sakit tanpa memori dan mabuk berat, kamu yakin bahwa pesta berjalan dengan baik. Hanya saja aku tidak ingat pernah berpesta. Dan aku tidak mabuk. Yang pasti , aku memang kehilangan ingatan.
Waktu aku membuka mata, aku dikelilingi oleh petugas medis. Masing-masing menatapku dengan rasa ingin tahu yang sangat tulus. Fakta bahwa aku membuka mata membuat mereka gembira. Tanpa basa-basi lagi, mereka mengajukan banyak pertanyaan seperti, ‘Apakah Anda tahu nama Anda?’ Atau, ‘Apakah Anda ingat apa yang terjadi sebelum Anda koma?’
Dan aku menjawab, seperti, ‘Tidak? Koma?’
Pada dasarnya, saat itulah mereka mengerti bahwa aku benar-benar hilang ingatan. Yang mengejutkan, ketika mereka mengonfirmasi hal itu, mereka sudah tidak tertarik lagi padaku, memberikan obat pereda nyeri untuk sakit kepala, salinan ringkasan kondisi, dan berjanji bahwa mesin pekerja sosial pribadi akan dikirim untuk membantuku di masa-masa sulit. Setelah itu, aku dibiarkan sendiri dengan sebuah laporan dan janji yang belum jelas akan bantuan sosial.
Begitu pulih dari kaget aku memutuskan untuk membaca laporan itu. Setidaknya aku bisa membaca dan memahami apa yang tertulis di sana.
Aku menyimpulkan bahwa laporan tersebut tidak terlalu banyak informasinya. Yang dikatakannya hanyalah bahwa tidak seorang pun tahu namaku, umurku, asal usulku, atau kerabat dekatku. Yang mereka tahu adalah bahwa aku telah dipastikan menderita amnesia traumatis, dan aku telah ditemukan di pinggir kota.
Aku mencoba memahami apa arti dari kasus amnesia traumatis yang dikonfirmasi, mesin pekerja sosialku muncul. Mesin pekerja sosial adalah teknologi robotik yang agak mengerikan. Tampak seperti TV tua di atas roda, terbuat dari krom dan plastik. Dan mesin itu tidak bisa diam. Dia berbicara dengan suara robot yang memekakkan telinga tanpa jeda atau intonasi apa pun. Suara ini sendiri sama sekali tidak membantu mengembalikan kepala.
“Dengan senang hati kami informasikan kepada Anda, Pasien Tanpa Nama #19650725, bahwa Anda memenuhi syarat untuk mendapatkan akomodasi gratis dan pekerjaan pemerintah hingga tagihan medis Anda tidak ditanggung lagi. Menurut basis data kami, Anda tergolong wanita muda yang sehat. Perawan. Mampu bereproduksi dan menjalani pekerjaan dengan risiko dan stres hidup yang tinggi. Tekanan darah Anda dalam batas normal, dan amnesia traumatis Anda tidak mengganggu Anda untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna. Hore.”
Bagian terburuknya, aku tidak dapat memahami sebagian besar hal yang dikatakan benda ini. Maksudku, aku mendapatkan gambaran umum, tetapi mengalami kesulitan tertentu dalam memahami pilihan katanya.
Mungkin aku akan lebih mengerti kalau TV di atas roda sialan ini diam sebentar dan membiarkan aku berpikir.
Aku keluar dari rumah sakit tiga puluh menit berikutnya. Meskipun hampir tidak bisa berdiri, mesin bantuan sosialku sampai pada kesimpulan yang mencengangkan bahwa aku dalam kondisi fisik yang sempurna, yang berarti aku harus pergi bekerja.
Ya, bukan untuk bekerja, tetapi untuk mendapatkan akomodasi terlebih dahulu.
Bagaimanapun juga, aku merasa seperti sampah dan harus pindah ke suatu tempat yang bukan merupakan kemauanku sementara si cerewet di atas roda ini tidak mau diam.
Jalan menuju tempat akomodasiku benar-benar seperti mimpi buruk. Aku tidak hanya harus berjalan keluar dari rumah sakit sendirian, tetapi juga harus menggunakan transportasi umum untuk sampai ke tempat tujuan. Semua itu aku lakukan sambil mengenakan seragam pasien yang terbuka di bagian belakang. Perlu kamu ketahui bahwa aku pergi dari rumah sakit ke tempat akomodasi hanya pingsan tiga kali, sementara teman robotku masih menemukan topik-topik menarik untuk diceritakan kepadaku. Selain itu, aku mendapat pujian untuk bokongku bagus dari setidaknya dari dua wanita tua, seorang pria menyeramkan berjaket kulit, dan seorang pria yang tampaknya tidak boleh berada di dekat sekolah atau taman bermain.
Luar biasa, Anda tetap hebat, Pasien Tanpa Nama, Berapa pun Nomor Anda.
Aku melihat bangunan kaca berbentuk segitiga tanpa jendela menjulang tinggi di langit yang seharusnya menjadi tempat aku menginap.
Aku merasa hampir pingsan lagi. Bukan karena objek itu jelek, tetapi karena aku tidak dalam kondisi yang tepat untuk menghargai semua pemikiran kreatif di balik fenomena arsitektur ini.
Aku masuk ke dalam gedung akomodasi, masuk lift. Merasakan stidak gaya gravistasi 5G saat naik. Lampu di lift mati.
Mendengar fakta menarik lainnya tentang mengapa kehilangan kesadaran di lift dianggap sebagai hal yang buruk dan bahwa aku seharusnya malu pada diri sendiri.
Aku keluar dari lift dan hampir pingsan lagi karena aku merasa seperti sampah.
Aku tidak yakin apakah kehilangan kesadaran sebanyak ini sehat, tetapi tubuhku tidak meminta izin. Tidak ada yang meminta izin padaku.
Semua ini akhirnya terjadi agar aku bisa sampai di depan pintu apartemen calon tempat tinggalku.
Teman elektronikku tiba-tiba memutuskan untuk diam ketika aku menekan bel pintu. Ketika aku mencoba memahami apa yang baru saja terjadi dan mengapa begitu sunyi, tiba-tiba, seseorang tiba-tiba membuka pintu.
“Woi, tekan lagi, dan aku akan mematahkan jari tangan kau!”
"Ini adalah tempat yang akan Anda tinggali, dan ini adalah rekan kerja sekaligus teman sekamar Anda, Dora Lobahutang," kata mesin pekerja sosialku dengan luapan kegembiraan yang tiba-tiba.
Aku melihatnya, lalu ke orang yang membuka pintu.
Dora Lobahutang, seorang wanita muda jangkung dengan kaus oblong warna-warni kebesaran dengan sablon unicorn besar yang bahagia bertuliskan “Naiki Aku”. Mungkin dia sebetulnya cantik kalau dia tidak cemberut dengan mata sayu, mengantuk, dan merah.
Dia menatapku lagi, tampaknya mengerti bahwa aku tidak dalam kondisi yang fit untuk membuat keputusan yang baik. Dan alih-alih berteriak, dia hanya memegang jariku dan menjauhkannya dari bel.
"Biarkan saja seperti itu, nona," katanya.
"Ini adalah tempat yang akan Anda tinggali, dan ini adalah rekan kerja sekaligus teman sekamar Anda, Dora Lobahutang," ulang mesin pekerja sosialku dengan intonasi riang yang sama.
Dora kembali menatapku. Akhirnya, seulas senyum muncul di wajahnya.
"Wah, senang bertemu dengan kau, nona. Maaf atas kata-kataku yang kasar. Karena ember sekrup karatan ini sudah menyebutkan namaku Dora, siapa nama kau?"
"Aku tidak tahu."
Dia mengangkat bahu. "Nama yang cukup aneh, tapi terserahlah, senang bertemu denganmu, Aku Tidak Tahu."
"Bukan, bukan. Aku tidak tahu siapa namaku."
"Oh... Senin yang berat, ya?" dia mengedipkan mata padaku. "Aku mengerti!"
"Aku rasa..."
Sebelum aku merumuskan jawaban yang tepat, kotak bicara di atas roda melanjutkan membaca naskah.
"Pasien Tanpa Nama #19650725 terbangun dengan amnesia parah dan memenuhi syarat untuk akomodasi gratis dan pekerjaan pemerintah sampai dia tidak dapat membayar tagihan medisnya."
Dora menatapku yang menyerupai rasa kasihan.
"Bah! Betul-betul kacau ini. Baiklah, aku mengerti, gadis ini sekarang sedang dalam pengawasanku seperti yang diberitahukan di dokumen resmi yang tidak sempat kubaca, jadi enyahlah kau robot jelek, sebelum kau kubongkar dan kujadikan sekarung onderdil bekas."
Yang mengejutkanku, mesin itu mengerti dan menghilang dengan cepat di selasar.
"Dimengerti, semoga harimu menyenangkan."
"Ya, ya, pergilah. Mesin sialan. Tak mau diam pula. Bisakah kau percaya? Dan ibuku bilang kalau aku adalah orang yang paling nyinyir di dunia! Syukurlah dia sudah lama meninggal, kalau tidak, aku yang bikin dia diam!"
Dora melambaikan tangan.
"Masuklah, jangan cuma berdiri di pintu macam patung polisi lalulintas di simpang empat."
"Terima kasih. Aku tidak mengerti sepatah kata pun yang diucapkan benda ini padaku."
Dora mendesah dan tersenyum padaku, kali ini dengan senyum yang lebih ramah. Sekarang aku bisa bilang dia cantik.
"Hei, nona, kau tidak akan percaya tapi aku juga tidak percaya waktu pertama kali aku masuk ke sini. Aku mabuk berat, tepat setelah menyedot Lucy dan yang kudengar hanyalah suara darahku mengalir deras di pembuluh darah. Daaaan kurasa ini bukan informasi yang perlu kau ketahui."
"Kurasa. Siapa Lucy?"
“Oh, baguslah kau tak tahu. Yang bisa kubilang, dosisnya lebih dari yang biasa!"
Dora terkekeh, puas dengan leluconnya.
