PART 9
Raras sudah tiba di lokasi yang akan dia berjualan nanti, suasanya begitu ramai dan Raras sendiri masih tidak tahu ada acara apa sampai begitu meriahnya dan bahkan banyak lelaki berpakaian rapi seperti kantoran.
"Semuanya, nanti kalian akan di makeup dengan MUA terbaik karena tampilan kalian harus menarik dan makeup sama tentunya, tidak secara random seperti makeup kalian." kata pengarah memberitahukan para sales yang berjumlah sekitar delapan.
Mereka semua di arahkan untuk masuk kedalam suatu ruangan makeup, di dalam sudah ada beberapa sang ahli perias mempersilahkan mereka duduk.
"Mbak punya wajah sudah bersih sekali, auranya bahkan terpancar, apa sering perawatan?" senyumnya menatap Raras dari cermin dan Raras hanya tersenyum.
"Apa kelihatannya begitu?, mbak juga cantik manis sekali." Raras memuji kecantikan wanita yang mulai melaksanakan tugasnya merias wajah Raras.
Perempuan tersebut berambut panjang, tubuhnya tinggi, berkulit putih dengan sedikit kemerahan di kedua pipinya, wajahnya cantik kemanisan dan begitu kalem kelihatannya.
"Ah, saya biasa saja sih mbak." tawa kecilnya terdengar ramah dengan siapapun.
Saat sedang merias wajah Raras, handphone perempuan yang merias wajahnya berbunyi, akan tetapi di abaikan dan masih berbunyi untuk kedua kalinya.
"Terima saja dulu panggilan masuknya, mbak. Siapa tahu penting," kata Raras tidak mempermasalahkan kalau tertunda beberapa menit.
"Duh!, saya jadi tidak enak nih, saya angkat dulu panggilan ini sebentar yaa... mbak" katanya setelah itu keluar meninggalkan Raras, sekitar 10 detik tidak lama perempuan tersebut kembali kemeja Raras.
"Maaf yaa...mbak, tadi dari Ibu saya menghawatirkan saya."
"Bagaimana kabar Ibu, kamu?" tanya Raras basa-basi.
"Sehat, Mbak. Ya, beliau selalu ingin anaknya memberikan kabar."
"Nama saya Dinda, nama mbak siapa?" tanyanya sembari mengulurkan tangan kearah Raras.
"Raras, kamu khusus bekerja sebagai perias?" tanya Raras penasaran melihat perempuan itu membereskan alat makeupnya.
"Saya hanya perias dadakan, mbak. Pekerjaan saya juga sales rokok, tetapi dari brand lain." senyumnya memberitahukan, Raras mengangguk mengerti.
"Terima kasih, riasan kamu bagus. Saya harus kembali bekerja." Raras berpamitan kepada Dinda yang mempersilahkan setelah itu perempuan itu juga keluar dari dalam ruangan tersebut.
***
Raras mulai berpencar bersama teman-teman yang lainnya di bagi menjadi dua bagian, Raras bersama Aidin menuju ke tempat tongrongan bapak-bapak pebisnis yang sedang mengobrol sambil sesekali bercanda.
"Permisi, maaf menganggu, Mas. Kami dari sales rokok ingin menawarkan brand rokok kami, apakah mas-mas berminat beberapa bungkus satu atau dua?" Raras menawarkan dengan sopan kepada mereka semua yang langsung menoleh menatap Raras bahkan ada dari mereka menatap nakal, akan tetapi Raras tetap tampil tersenyum bersama Aidin.
"Cantik dan merdu sekali suara sales rokok yang satu ini, jadi membuat betah ada yang bening-bening" kekehnya salah satu bapak mengeluarkan dompet dan mengeluarkan uang dua ratus ribu.
"Bolehlah saya beli, satu bungkus" katanya, membuat Raras tersenyum manis segera memberikan satu bungkus rokok kepada bapak tersebut.
"Kembaliannya, Pak" kata Raras mengembalikan sisa lebih uang bapak tersebut, tetapi dirinya menolak.
"Ambil saja sebagai tips dari saya, kalau boleh sebagai gantinya saya minta nomer ponsel kamu, bagaimana?" tanyanya senyum-senyum dan menoleh ke teman satu tongkrongan sedari tadi menoleh menatap Raras tanpa berpaling.
Raras meletakkan uang tersebut di atas meja dan sembari tersenyum. "Maaf bapak, saya bekerja sesuai amanah, tidak berlebih dan kurang, terima kasih sudah membeli rokok dari saya."
Raras setelah itu melangkah meninggalkan meja bapak-bapak tersebut, saat melangkah secara jelas salah satu bapak tersebut meneriaki Raras.
"Halah!, sok bertampang manis!. Palingan nanti kalau di kasih barang bermerek juga tertarik dengan yang lebih tua!." teriaknya yang di tujukan kepada Raras.
Raras tetap melangkah menggenam tangan Aidin yang melihat temannya itu mendapatkan hinaan, membuatnya ingin melempar mereka dengan sepatu high heels biar tahu rasa tua bangka seperti mereka.
Tanpa terasa hari sudah menjelang malam, azan magrib sudah lewat dan sekarang sekitar pukul enam lewat empat puluh lima menit.
Raras beristirahat di rumah Ibadah di bagian luar, kepalanya menyandar di dinding dengan berulang kali menghela napas panjang. Pekerjaan yang melelahkan sebenarnya, tetapi mau bagaimana lagi. Raras harus bisa mencari uang untuk kebutuhannya dan bapak, memikirkan bayar listrik, air dan uang bulanan makan.
Beruntung sekarang menumpang di rumah mbakyu karena Raras tidak memikirkan tersebut, dan uang penghasilannya bisa untuk Raras tabung tetapi masalahnya di rumah dia harus berurusan dengan mas Birawa. Sayangnya Raras tidak mempunyai keluarga lain, melainkan keluarga bapaknya banyak tinggal di jawa tengah.
Raras memejamkan matanya sejenak sangking lelahnya hari ini, semua teman-temannya sudah pulang tinggal dirinya bersama Aidin yang akan di jemput dengan Abangnya sepulang kuliah.
Tiba-tiba saja handphone Raras berdering, segera saja Raras mengeluarkan handphonenya dari dalam tas. Raras mengernyitkan kening mendapati nomer asing yang masih menghubunginya.
Akhirnya, Raras menerima panggilan tersebut karena penasan.
"Iya, hallo?" suara lembut Raras terdengar lelah di via suara tersebut.
"Kamu pulang sekarang, atau mau mas seret kamu dari sana sampai pulang kerumah!."
Raras terperanjat mendengar kalimat garang tersebut, badannya langsung bangkit dan keluar.
"Kirim lokasi, sekarang!. Biar Mas jemput kamu sekalian menasihati kamu karena pulang sampai lepas magrib, begini. Mau jadi apa kamu keluyuran, dik!."
Birawa yang berada di rumah menggeram berbicara kepada Raras, sedari tadi dia menunggu kekasihnya itu tidak juga pulang-pulang. Birawa sudah tidak bisa menunggu dan dengan bergerak gesit mengambil jaket saat kekasihnya mengirim lokasi.
"Menurut juga kamu." dengkus Birawa setelah itu masuk kedalam mobil berniat menjemput sang pujaan hati.
