Pustaka
Bahasa Indonesia

Kecanduan Istrimu

80.0K · Ongoing
Hijaudaun_birulangit
71
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Rodra seorang Penyidik Kepolisian jatuh cinta kepada Padmarini yang adalah istri dari tersangka kasus yang sedang di tanganinya. Keadaan menjadi semakin tak terkendali, ketika ia berhasil mendapatkan tubuh wanita itu. Bagai kecanduan, hasratnya tak bisa padam dan justru menginginkan lebih. Kredibilitasnya sebagai Penegak Hukum di pertaruhakan. Di tambah dirinya yang sudah punya tunangan. Lalu bagaimana dengan Padmarini yang kehormatannya sebagai wanita dan istri telah di renggut Rodra? Kemudian bagaimana nasib suami Padmarini yang terjerat hukum? Romansa pelik yang ujungnya tak tertebak akan indah atau hancur.

RomansaIstriDewasaPerselingkuhanPernikahanKehidupan SosialNovel MemuaskanCinta PaksaDrama

PERSIDANGAN

Wanita itu duduk di bangku urutan paling depan. Tepat di belakang pria yang duduk di kursi terdakwa di ruangan persidangan. Pria itu tak lain suaminya sendiri, Abhipraya Gala, seorang developer perumahan serta motivator yang cukup ternama di kota mereka. Akan tetapi, itu dulu. Sekarang suami Wanita itu hanyalah seorang terdakwa dalam kasus penggelapan dan penipuan.

Air matanya Kembali menetes, saat mendengar beberapa pengunjung sidang mengosip tentang dirinya dan suami.

“Suaminya sebentar lagi jadi napi. Tapi, gayanya masih saja sok sosialita!” tanpa sungkan salah satu dari mereka berkata.

“Di penjara seumur hidup pun, aku tak akan puas!” yang lain menimpali. “Tiga ratus juta! dan itu kami pinjam di bank, supaya dapat rumah impian. Tapi, rumah itu tak pernah di bangun dan kini kami malah menanggung hutang bank!” nada bicaranya begitu emosional, sampai Wanita berkerudung hitam itu bisa merasakan kemarahannya.

Ia menyeka air matanya, serta memilih mengabaikan pembicaraan para korban suaminya.

“Kok malah dia yang nangis, harusnya kami dong yang nangis. Kan suami situ sudah bawa uang kami.”

Wanita itu masih mendengar celetukan dari sesama ibu-ibu tersebut. Terkadang ia juga heran, kenapa sebagai sesama wanita mereka tidak ada sedikitpun rasa simpati. Suaminya bukan berniat menipu. Perusahannya ada. Bahkan sejak sepuluh tahun lalu sudah ada. Proyeknyapun nyata. Hanya memang sebagaian rumah belum di bangun. Karena apa? Tak lain itu semua karena wabah virus bernama covid 19 yang menyerang negeri dan pemerintah mengeluarkan himbaun untuk lockdown. Hampir dua tahun pembelian rumah turun dan mengakibatkan minus di keuangan. Sedangkan bunga bank dan pengeluaran harian terus berjalan. Sampai ia dan suami terpaksa menggunakan harta pribadi untuk menutupi kerugian. Namun, tetap tidak bisa memenuhi pembangunan yang di rencanakan.

Waktu berjalan, para pembeli yang rumahnya belum di bangun mulai protes. Awalnya biasa, tetapi karena management kantor yang tidak baik, serta komunikasi dengan pimpinan yang tak lain suami wanita itu. Segalanya menjadi buruk dan begitu buruk. Dan seperti bom waktu yang menunggu saatnya meledak, kini ia hanya pasrah menatap punggung Abhipraya.

Satu yang Wanita berkerudung hitam itu sesali. Dalam kurun waktu tujuh tahun pernikahan mereka, suaminya itu tak pernah mau mendengar nasehatnya. Begitupun Ketika ia penasaran, kenapa para pembeli tidak ke kantor dan malah mencari suaminya itu di rumah. Ia kesal dengan prinsip suaminya yang mengatakan dialah nahkoda bahtera rumah tangga mereka. Sehingga apapun keputusannya, ia harus mengikuti.

“Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengadilan Negeri Semarang yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama, menjatuhkam putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa Abhipraya Gala Sasawito bin Abhirama Saswito dengan hukuman kurungan penjara selama dua tahun!” suara lugas Hakim Ketua yang di barengi ketukan palu dan nada protes peserta sidang yang sebagian besar adalah para pembeli rumah yang belum di bangun itu membuat Wanita tersebut tertegun.

Bahkan Ketika para Hakim, Jaksa, Pengacara dan para anggota persidangan lain berdiri, termasuk Abhipraya yang langsung di gandeng dua anggota KEMENHUMHAM. Ia tetap tak beranjak dari duduk.

Abhipraya menatap istrinya. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi, dua pria berseragam abu-abu memaksanya meninggalkan ruang sidang.

“Cuma dua tahun?” gerombolan para pembeli rumah suaminya yang belum di bangun itu tak percaya. Ia menatap sengit kearah Wanita tersebut. “Satu korban paling sedikit dua ratus juta. Ini sembilan orang korban yang di sidangkan dan cuma di penjara dua tahun?!” kedua matanya melotot seolah melihat makhluk mengerikan.

“Hukum di Negara ini mana ada yang benar…? Asal ada ini,” ia mengesek-gesekan jari jempol dan telunjuk. “Semua bisa di beli.” Lanjutnya.

“Semoga setiap makanan yang dia makan dengan uang kami membuat perutnya membusuk!” salah satu dari mereka menyumpahi.

Wanita itu mendengar semua pembicaraan orang-orang yang berdiri membelakanginya tersebut. Namun, ia hanya menunduk dengan kedua tangan saling mengenggam di pangkuan.

“Mau jadi apa anak-anaknya kalau di hidupi dengan uang haram?”

Kali ini genggaman tangan wanita itu yang sudah menegang langsung gemetar. Ia paling tidak bisa di singgung soal anak. Anak-anaknya tak tahu apapun, kenapa juga harus kena? Apa hanya karena mereka anak-anak dari orang yang sudah merugikan mereka? Tidakkah mereka tahu, kalua anak-anaknya juga menderita di pisahkan dari ayah mereka?

Sebelum persidangan Abhipraya telah lebih dulu di penjara selama tiga bulan. Dan selama itu, ia terus menutupi dengan berbagai alasan yang ia karang demi anak-anak tanpa dosa tersebut.

“Kenapa Papa lama sekali kerjanya…?”

Ia teringat ucapan anak sulungnya yang paling dekat dengan Abhipraya. Ia tak tega setiap menatap sepasang matanya yang penuh kerinduan akan hadirnya sosok sang ayah. Dan setiap kali ia mengutarakan alasan dan memintanya bersabar serta mendoakan, maka gurat kesedihan karena harus menunggu lagi terlihat nyata dalam air mukanya yang polos.

“Di persidangkan kasus kita nanti, kita jangan mau di jadikan satu. Lapornya kan sendiri-sendiri, jadi sidangnya harus sendiri-sendiri juga. Biar bangkotan Penipu itu di penjara!” sebelum pergi mereka mengancam sembari menatap wanita benci kearah si wanita.

Namun, lagi-lagi istri Abhipraya itu tak merepon. Menegok ke arah mereka pun saat mereka pergi, ta kia lakukan. Hanya muka sembab yang berusaha ia tutupi yang mampu perlihatkan betapa lara perasaannya.

Apa mereka tidak tahu, bahwa dari sembilan orang yang di sidangkan hari ini, delapan orang sudah terpenuhi haknya…? Wanita itu berkata dalam hati. Ia menutup mulutnya agar suara isak tangisnya tidak keluar. Dengan sisa-sisa harta, suaminya gunakan untuk memenuhi tuntutan mereka, berharap kasusnya bisa berubah dari pidana ke perdata. Suaminya pikir,tidak apa habis-habisan, toh masih ada aset tanah yang sertifikatnya di bank, dan bisa di jual untuk memulai Kembali dari nol. Akan tetapi, sudah di selesaikan delapan orang dan hanya kurang satu orangpun. Ternyata tidak bisa merubah kasusnya menjadi perdata. Sampai akhirnya suaminya itu harus duduk di kursi pesakitan dan meringkuk di jeruji besi.

Yang lebih membuat miris, ia sebagai istri tak tahu apapun tentang kondisi perusahaan pasca covid. Suaminya tak pernah terbuka padanya, dan ia mengganggap semua baik-baik saja dengan uang belanja yang tetap rutin di beri, dan mereka sekeluarga juga masih liburan seperti biasa jika weekend. Dan tiba-tiba saja, semua menjadi seperti ini. Suaminya masuk penjara, ia tak di tinggali apapun selain uang di dompet. Tabungan habis untuk melunasi delapan orang tersebut. Rumah di sita bank karena sertifikatnya di jaminkan. Dan seolah itu semua belum cukup membuatnya nyaris gila, kini di tambah oleh ujaran kebencian dan sumpah serapah dari orang-orang yang bahkan ia sendiri tak tahu kavling tanah atau rumah di perumahan mana yang mereka beli. Karena ia betul-betul tak tahu apapun tentang perusahaan suaminya sendiri.

Bab 1. Persidangan

Bersambung

Terimakasih sudah membaca. Jangan lupa tap love dan tinggalkan komentar ya!