BAB. 7 TUDUHAN MENYAKITKAN
Gerimis mulai turun, saat Adyt ke luar dari kantornya yang mulai sepi. Adyt sendirian, karena Rama sudah disuruhnya pulang, saat jam kantor usai tadi. Dijalankan mobilnya menuju panti. Sampai di panti, Adyt mengambil jaketnya yang tergantung di bagian belakang.
Selain jaket, ada juga kemeja lengkap dengan jas, dan celana serta dasi, tergantung di sisi kaca mobil bagian belakang. Juga perlengkapan sholat, yang tidak pernah ketinggalan.
Adty turun dari mobil, hari terlihat gelap karena hujan yang hampir turun. Adyt berjalan menemui mandor proyek, yang sudah ada janji bertemu dengannya hari ini.
Mereka mengobrol sambil berjalan, mengitari bangunan, di bawah gerimis yang mulai berubah menjadi hujan.
Mandor pamit pulang, setelah pembicaraan usai.
Adyt masuk ke panti, minta ijin ikut sholat maghrib.
Selama di panti Adyt tidak melihat Adysti, Adyt juga malas bertanya pada ibu panti.
Saat bermaksud pulang, tiba-tiba Adyt merasa kepalanya sakit.
"Maaf Bu, bisa saya tinggal di sini sebentar, kepala saya sakit, mungkin karena kena gerimis," kata Adyt.
"Ooh iya, silahkan Mas istirahat di kamar saja," tawar ibu panti.
"Ooh iya, saya mau ambil obat dulu ke mobil," kata Adyt sambil memijit kepalanya.
Salah satu ibu panti membuatkan teh hangat untuk Adyt, yang satu lagi menyiapkan kamar.
Adyt meminum obatnya.
Kepalanya terasa sangat berat, juga matanya.
***
Adyt terbangun mendengar suara ribut di sekitarnya.
Ada beberapa orang di hadapannya. Adysti terlihat gemetar dalam pelukan salah satu ibu panti.
Adyt bangun dari rebahnya.
"Ada apa, Bu?" Tanyanya.
"Anda sudah tertangkap basah berduaan di kamar, anda harus bertanggung jawab!" jawab salah satu lelaki yang memenuhi kamar.
"Tapi Pak RW, sungguh mereka tidak melakukan apa-apa. Mas Adyt demam, jadi Adys yang menjaga, sambil mengompres kepalanya." Salah satu ibu panti berbicara, kepada bapak-bapak yang memenuhi kamar.
"Maaf Bu, mereka berdua harus dinikahkan, ini sudah keputusan warga!" jawab lelaki yang dipanggil Pak RW.
"Apa, dinikahkan? Apa maksudnya?" Tanya Adyt bingung.
"Mereka salah paham Mas Adyt, mereka pikir Mas Adyt melakukan hal yang bukan-bukan," jawab ibu panti.
"Warga sudah mengintai dari tadi sore, mobil Mas terpakir semalaman di depan, itu artinya Mas menginap tanpa ijin, bahkan ditemukan berduaan di kamar dengan Adys," kata Pak RW.
"Saya menginap tanpa sengaja, saat akan pulang kepala saya sakit, jadi bermaksud istirahat sebentar, tapi malah tertidur. Masalah berduaan dengan Adys, sungguh saya tidak tahu, kenapa dia ada di kamar ini." Adyt berusaha menjelaskan.
Matanya tajam menatap Adys yang mengkerut, dalam pelukan ibu panti, kepala Adys tertunduk dalam.
"Maaf Mas, warga yang menangkap basah Mas dan Adys sudah memutuskan untuk menikahkan mas dan Adys" jawab pak RW.
"Tapi itu tidak mungkin, saya tidak bersedia!" jawab Adyt sengit.
"Kalau Mas Adyt tidak bersedia, maka saya tidak menjamin, panti ini tidak dibongkar paksa oleh warga!" jawab Pak RW.
"Betul!" teriak warga yang memenuhi kamar.
"Ini salah paham, ini ...."
"Cukup Mas Adyt, keputusan warga sudah bulat, penghulu sudah dipanggil, saksi-saksi sudah ada, wali hakim juga sudah siap, jika Mas menolak, maka dalam sekejap mata, panti ini akan diratakan dengan tanah oleh warga!" ancam Pak RW.
'Ya Tuhan ....
Apa yang harus kulakukan.
Apa kata orang tuaku, kalau tahu anaknya menikah dengan cara seperti ini.'
"Tolong kami Mas Adyt, nasib kami semua di panti ini, tergantung dari keputusan Mas Adyt." Ibu panti menatap dengan pandangan memohon kepada Adyt.
Adyt menghela nafas berat.
"Baiklah, tapi setelah ini kita harus bicara," jawaban Adyt, membuat ibu panti lega.
Akad nikah yang tak pernah terbayangkan akan terjadi di dalam hidupnya, tanpa baju pengantin, tanpa bunga, tanpa orang tua, tanpa sanak keluarga, tanpa teman, tanpa sahabat. Bahkan tanpa cincin kawin, yang akan jadi pengikat dua hati mempelai pada umumnya.
Hanya dengan baju koko putih, celana hitam, dan peci hitam yang tersimpan di mobilnya, Adyt menghadapi penghulu, dan warga, juga wali hakim, yang jadi wali nikah Adys.
Meski tidak latihan sebelumnya, tapi Adyt bisa melafalkan akad nikah dengan lancar, dalam satu tarikan nafasnya, dengan mahar yang tak terbayangkan seumur hidupnya, hanya 311 ribu rupiah sesuai tanggal hari itu.
Adys hanya bisa menangis.
'Gadis mana yang ingin menikah dengan cara begini, meski aku tak punya orangtua, aku tetap mengharap pernikahan sebagai mana mestinya, seperti yang diimpikan gadis lainnya.'
Air matanya tak berhenti mengalir di pipi, ibu panti mendekapnya erat.
"Bu ...." isaknya.
"Sabar Sayang, nanti kita akan bicarakan dengan Mas Adyt."
"Mas Adyt, nanti saya minta foto kopi KTP, KK, dan foto Mas Adyt, dan Adys. Juga surat pengantar dari tempat tinggal Mas Adyt, untuk mengurus buku nikahnya," kata Pak RW.
Adyt hanya mengangguk saja.
Setelah semua orang pulang, Adyt, Adys, dan dua ibu panti duduk di ruang tamu.
"Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian ini, sungguh ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya." Sesal ibu panti.
"Hhhh ... saya hanya meminta, agar jangan sampai keluarga, dan orang kantor tahu masalah ini, Bu. Setelah pembangunan panti selesai, kita akan bicarakan lagi soal ini," kata Adyt. Adys hanya diam.
"Iya, kami akan rahasiakan hal ini" janji ibu panti.
"Kita harus bicara berdua." Adyt menatap Adys, lalu ia berdiri, dan melangkah masuk ke kamar, tempat mereka digerebek tadi. Ibu panti memberi isyarat, agar Adys mengikuti Adyt. Adys masuk ke kamar mengikuti Adyt.
Adyt mengunci pintu kamar.
"Apa maksud semua ini?" desisnya, tepat di wajah Adys.
Kedua tangannya mencengkram kuat lengan Adys.
"Apa? Aww sakit! Saya tidak mengerti maksud Bapak" jawab Adys, matanya balas menatap mata Adyt.
"Kamu yang merencanakan semua inikan, untuk mengacaukan hidupku!" desisnya pelan tapi tajam.
Pandangan tajam menusuk tepat ke manik mata Adys.
"Saya tidak mengerti maksud Bapak" jawab Adys lagi.
"Kamu menjebak saya, ini sudah kamu rencanakan, iyakan!?" Adyt tetap menahan suaranya, agar tidak terdengar ke luar kamar.
"Demi Allah, saya tidak seperti yang Bapak tuduhkan, saya punya pacar, jadi untuk apa saya menjebak Bapak," jawab Adys.
"Punya pacar eh, maksudmu si Ikbal itu?" Tanya Adyt tajam.
"Bukan urusan Bapak siapa pacar saya, yang pasti saya tidak tertarik untuk jadi pacar Bapak, apa lagi istri Bapak. Jadi jangan pernah menuduh saya menjebak Bapak!" Tatapan mata Adys balas menatap mata Adyt dengan berani.
"Oke, aku percaya, tapi ingat, jangan coba-coba membuka rahasia ini di kantor. Setelah pembangunan panti selesai, kita akan bicara lagi soal kawin paksa ini."
"Saya juga tidak mau kalau orang tahu, saya sudah menikah dengan cara memalukan seperti ini."
"Oke, artinya kita sepakat, bahwa tidak pernah terjadi apa-apa subuh ini, deal!?" Adyt menyodorkan tangannya.
"Deal!?" Adys menyambut uluran tangan Adyt.
"Ingat, jangan pernah ikut campur dengan urusan pribadiku, jangan pernah masuk dalam kehidupanku, hubungan kita adalah aku Bossmu, kamu karyawanku, itu saja." Adyt menekankan bicaranya, kata perkata dengan jelas, meski terdengar seperti berbisik.
"Saya tidak berminat mengurusi hidup orang, apalagi orang seperti Bapak!" jawab Adys sedikit kesal.
Adyt mengangkat alisnya.
"Seperti saya, maksudnya?!"
"Bapak tidak sadar ya, kalau Bapak itu sombong, angkuh, tukang perintah, tidak mau dibantah!" cerocos Adys.
Adyt makin mendekatkan tubuhnya. Adys mundur, Adyt maju, Adys mundur lagi.
"Katakan sekali lagi, aku seperti apa!?" Desis Adyt, bibirnya tepat di atas bibir Adys. Kedua tangannya menempel di dinding, seakan mengurung tubuh Adys.
Sedikit saja Adys, bergerak maka bibir mereka pasti bersentuhan.
'Tidaaaakkk! Aku tidak mau first kiss ku diambil orang sombong ini!' batin Adys, tapi sungguh rasanya badan Adys tidak bisa digerakan.
'Menunduk, bibir kena hidungnya, melengos kena pipinya, mendongak kena bibirnya, mungkin sebaiknya diam,' saja batin Adys lagi.
"Katakan sekali lagi aku seperti apa?" Desis Adyt dengan nada lebih tajam, hembusan nafasnya yang hangat menerpa wajah Adys.
Adys merasa merinding seluruh tubuhnya.
"Bapak itu ...." tanpa sadar, Adys mendongak, ingin menantang mata Adyt, tapi bukan mata yang bertemu mata, tapi bibir mereka yang bertemu. Hanya saling menyentuh tapi Adys merasa gemetar, wajahnya merah merona. Seumur hidup, ini pertama kalinya Adys sedekat ini dengan lelaki. Adyt menarik wajahnya menjauh, ia membalikan badannya, lalu membuka pintu.
"Aku harus pulang, ini hampir azan subuh," katanya datar seakan tak terjadi apa-apa. Sedang Adys masih terpaku di tempat, dengan tubuh masih sedikit gemetar.
"Jangan telat ke kantor!" Perintah Adyt dengan nada bossynya, tanpa menatap ke arah Adys.
'Iissh ... dasar sombong, angkuh, menyebalkan!' rutuk Adys dalam hatinya.
Adyt pamitan pada ibu panti, sebelum pergi.
BERSAMBUNG
