Bab 3 Tamu Dokter Salwa
Bab 3 Tamu Dokter Salwa
Salwa sedang memberi beberapa masukan kepada ibu si bayi dengan berat tidak memenuhi standar ketika konsentrasinya terpecah oleh teriakan sekelompok anak.
Walaupun Salwa tahu sebagai seorang dokter ia harus menyampaikan pengetahuan yang ia kuasai, namun jika bicara terlalu banyak masalah gizi sesuai teori tidak akan berhasil, kemiskinanlah sumber masalah masyarakat.
“Bu Dokter ada tamu,” teriakan anak-anak untuk kesekian kalinya, membuat Salwa akhirnya menutup perbincangannya dengan si ibu dan menengadah mencari tahu maksud dari perkataan anak-anak tadi.
Salwa tidak percaya dengan pandangan di depannya. Di belakang anak-anak tersebut terlihat dua orang laki-laki sedang berjalan mendekati Puskesmas.
“Kami permisi, Bu Dokter!” pamit si ibu disambut dengan senyuman tulus dari Salwa memutus pandangannya sesaat.
Salwa memandangi punggung si ibu yang menjauh. Lalu untuk memperjelas apa yang ia lihat sebelumnya, dokter bertubuh mungil itu sampai harus berdiri dari kursinya dan maju beberapa langkah.
Salwa tidak percaya kalau dua orang pemuda yang semakin jelas terlihat itu adalah orang-orang yang ia kenal dekat.
“Gila!” batin Salwa. Evan dan Dika benar-benar datang ke sini.
Ada desir hangat dalam hati Salwa bertemu dengan dua orang temannya yang nekad menempuh perjalanan jauh untuk mengunjunginya. Ia ingin berlari untuk menyambut mereka tetapi ia sadar posisinya saat ini. Dia akhirnya hanya melambai pada dua pemuda itu.
“Kalian memang nekad. Beristirahatlah dan nikmati saja pemandangan di sekitar. Sebentar lagi juga pekerjaanku sudah selesai,” kalimat pertama Salwa saat Evan dan Dika muncul di hadapannya. Salwa mengambil dua buah kursi untuk diberikan pada kedua tamunya.
Kedua pemuda itu hanya tersenyum nyengir lalu menempati kursi yang sudah disiapkan oleh Salwa.
“Kamu terlihat kurus,” bisik Evan saat melewati Salwa sebelum mengambil tempat duduk.
Salwa agak kikuk mendengar perkataan dan Evan dan membuatnya memandang sekelilingnya. Ia hanya tidak ingin para pasiennya mendengar candaan anak kota yang akan memberikan salah tafsir pada penduduk setempat. Salwa bisa melihat Ibu-ibu muda yang masih belum pulang terlihat mulai tersenyum menatap ke arah mereka. Salwa berpikir pasti para ibu muda itu sedang mengagumi dua pemuda tampan yang muncul tiba-tiba di tempat tinggal mereka.
Kehadiran Evan dan Dika pasti akan menjadi pergunjingan panjang nantinya. Siapa yang tidak akan tertarik melihat dua makhluk dengan tampilan seperti artis yang biasa mereka lihat di televisi.
Evan dengan rambut panjangnya yang dikucir satu, membuat penduduk pasti tidak akan percaya kalau dia juga seorang dokter. Sedang Dika sendiri memang benar-benar seorang artis, saudara sepupu yang memang selalu setia menemani Evan kemana pun. Terbukti mereka bisa bersama tiba di tempat seterpencil tempat tugas Salwa, walaupun masih bagian dari satu negara.
Salwa meninggalkan Evan dan Dika untuk melanjutkan tugasnya. Kedua pria itu mengamati kesibukan Salwa sambil menanti. Evan yang juga seorang dokter sangat terkesan dengan pengabdian dari Salwa, wanita yang selalu ia kagumi. Kalau saja tidak ada magnet kuat yang menariknya untuk sampai ke desa yang jauh dari peradaban kota Jakarta, ia tidak akan pernah tahu rupa dan bentuk dari kabupaten TTU, Provinsi NTT.
Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai dokter siang itu, Salwa membawa Evan dan Dika ke sebuah warung makan sangat sederhana dan mengajak mereka santap siang di sana. Sungguh Salwa tidak mengerti mengapa dua pemuda itu bersusah payah datang ke tempat yang sangat sulit dicapai ini.
“Ceritakan perjalanan kalian sampai di sini,” ujar Salwa di tengah menikmati menu sederhana di hadapan mereka masing-masing.
“Kalau mau dihitung keseluruhan perjalanan dari Jakarta sampai sini menjadi dua hari karena kami mengambil pesawat yang tiba di bandara El Tari Kupang sudah siang,” ujar Evan.
“Sebenarnya ada pesawat yang tiba pagi hari tetapi terlalu mepet karena aku baru selesai syuting pukul satu pagi,” timpal Dika.
“Ya, dan kami juga harus bertemu dengan kenalan Dika dulu di Kupang untuk bisa mengetahui jalan ke sini. Kami menyewa Land Rover dan mempelajari peta yang kami punya agar tidak tersesat.”
“Aku beruntung kemarin dijemput dari Bandara sehingga tidak perlu pusing dengan mencari arah tujuan tempatku mengabdi. Tetapi kita melewati Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) untuk bisa sampai di sini. Apa pendapat kalian tentang pemandangan alamnya?”
“Panas yang pasti. Tapi ketika mulai keluar dari batas Kota Kupang, ada sedikit perubahan. Mungkin karena menuju daerah pegunungan karena Ibu Kota Provinsi itu dekat dengan pantai.”
“Menurutku daerah ini sangat kering di musim panas,” sela Dika.
“Kalian benar. Menurut cerita penduduk, pulau Timor memiliki cuaca yang panas dengan puncaknya di bulan Oktober setiap tahun. Sebelum sampai ke sini, kalian melewati kota kecil yang namanya So’e, Ibukota Kabupaten TTS. Satu setengah jam setelah pusat perkantoran Kabupaten Kupang. Dianggap sebagai kota terdingin di daratan Timor. Terkenal dengan pohon alpukat dan pohon jeruk yang tumbuh di setiap pekarangan rumah penduduk.”
“Ya. Kami amati juga demikian,” sahut Dika.
“Selama bergantian menyetir, kami tetap saja harus bertanya sepanjang jalan apalagi jika ada persimpangan. Tetapi pengalaman yang mengasyikan karena bisa bebas dari hiruk pikuk rutinitas di Jakarta,” tandas Evan.
“Soalnya ada yang baru patah hati sehingga perjalanan ke sini juga salah satu cara untuk melarikan diri dari kenyataan,” sanggah Dika yang melirik Evan dengan penuh makna.
Sementara yang dilirik hanya berekspresi dengan sangat datar.
Evan memang baru saja putus dengan pacarnya seorang model yang dikenalkan oleh Dika. Gadis bernama Amelia itu sempat dekat dengan Evan dua tahun belakangan ini.
Tapi Evan tetaplah pria dengan kepercayaan diri tingkat dewa sehingga ia merasa tidak ada yang perlu disesali atas kejadian tersebut.
“Sudah cukup tentang kami. Kamu sendiri apa kabar?” timpal Evan mengalihkan topik pembicaraan.
“Aku menikmati tugasku di sini. Hampir semua masyarakat terlihat kekurangan gizi di sini termasuk aku. Untuk menghadapi keterbatasan ini, Aku lebih banyak berpuasa sunah Senin dan Kamis. Bahan makanan cukup sulit didapat, terutama pasokan yang mengandung gizi tinggi sulit ditemukan. Kalau pun ada hanya datang dua minggu sekali dari pedagang yang berasal dari Kefamenanu, Ibu Kota Kabupaten TTU atau Atambua, Ibu Kota Kabupaten Belu yang merupakan kota perbatasan dengan negara Timor Leste. Kota terdekat yang membuat meningkatnya harga karena jarak tempuh.”
“Sudah kuduga. Terlihat dari tubuhmu yang tidak seperti terakhir kali kita bertemu,” balas Evan.
“Apa kamu tidak ingin segera pindah dari tempat ini?” tanya Dika penasaran setelah mendengar apa yang Salwa katakan.
“Tidak perlu mengajukan untuk pindah. Memang sebentar lagi masa praktikku akan selesai di sini. Aku hanya berharap, sebelum aku pergi sudah ada pola hidup sehat yang sesuai dengan kearifan lokal yang sekaligus bisa meningkatkan status gizi dari anak-anak dan masyarakat di sini.”
Dika dan Evan hanya bisa menyimak perkataan Salwa. Dalam diam Evan mengakui kalau Salwa adalah seorang dokter sejati. Evan berharap Salwa akan segera menyelesaikan PTTnya dan dipindahkan ke tempat yang lebih dekat seperti di pulau Jawa untuk mengabdi sebagai dokter pemerintah. Sudah cukup pengalaman dua tahun yang dilewati oleh Salwa di daerah perbatasan dan terpencil dari bagian timur Indonesia.
Ketiga pemuda kota itu menyelesaikan santap siang mereka. Lalu Salwa membawa kedua temannya menemui Kepala Desa dan melaporkan kedatangan mereka. Bapak Kepala Desa menawarkan sebuah kamar kosong di rumahnya bagi kedua pemuda itu.
Mereka sepakat dan Dika serta Evan masih menemani Salwa selama seminggu sebelum kembali ke Ibu Kota. Kesempatan yang ada mereka pakai untuk menelusuri daerah itu dan kota kecil di sekitarnya.
Di hari perpisahan mereka, Salwa merasakan kehilangan karena belasan bulan lebih mengabdi, barulah ada tamunya yang khusus mencarinya dan menanyakan kabarnya. Evan memberikan perhatian lebih selama di sana. Sebelum pergi, Evan meninggalkan pesan tersirat pada Salwa kalau ia akan merindukan gadis itu. Salwa merasa tersanjung dan muak pada saat yang bersamaan. Evan memang selalu bisa memberikan harapan-harapan palsu pada perempuan.
(Bersambung)
