Pustaka
Bahasa Indonesia

KHILAF (Kubuat suamiku menyesal)

68.0K · Tamat
Kang Adien
50
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Sinopsis Mengenal aplikasi jejaring sosial facebook, ternyata membuat Herman semakin nyaman dan kebablasan dalam memanfaatkannya. Padahal Rahma istrinya Herman, membuat dan mengajarkan aplikasi jejaraing sosial tersebut,  agar Herman dapat menghilangkan kejenuhannya setelah seharian aktivitas di kantor. Bahkan Rahma pun tidak pernah melarangnya jika Herman sehabis pulang kerja, dan asik di depan ponselnya berselancar di dunia maya. Herman pun hampir putus asa, karena hidupnya terasa hancur, semua yang dia miliki berangsur hilang dan pergi. Herman menghubungi Rahma  untuk meminta maaf karena sudah melakukan kesalahan, dan ingin kembali berkumpul sama keluarga. Namun, ternyata Rahma sudah menyiapkan untuk mendaftarkan gugatan cerainya ke pengadilan.  Herman pun terus memohon supaya Rahma tidak jadi mengugat cerai dirinya dan membatalkannya, dan meminta bantuan mertuanya agar Rahma mau memaafkan dirinya. Apakah Rahma mau menerima kembali Herman? atau tetap melanjuykan gugatan ke Pengadilan?

PresdirPerceraianKawin KontrakRomansaMetropolitanPernikahanIstriDewasaPerselingkuhan

Curiga

"Mas, aku kesal sama kamu! Aku ingin marah sama kamu!” ketusku pada Mas Herman.

 

“Kamu kesal sama aku? Kamu mau marah sama aku? memangnya kamu bisa marah?” tanya Mas Herman meledekku sambil tersenyum.

 

“Aku serius Mas, tidak sedang bercanda sama kamu!” Aku pasang wajah kecut saat menatapnya.

 

“Loh menurutmu, aku salahnya di mana? memang kenyataannya, kalau kamu enggak pernah marah, bukan?”

 

“Mas, coba jawab yang jujur dan beri aku alasan yang tepat, kenapa kamu tidak mau menerima permintaan pertemanan di akun facebookmu?" tanyaku, menunjukan layar handphone di depan wajahnya.

 

“Iya, iya,” jawab Mas Herman.

“Ya itu tadi, jawab pertanyaanku, kenapa aku tidak boleh berteman denganmu di facebook? Apakah aku menganggu jika berteman denganmu di facebook?” tanyaku kesal, sambil memandang wajahnya dengan tatapan sinis.

Mas Herman hanya tersenyum saja, ketika aku menunjukan layar ponsel ke depan wajahnya.

 

“Mas,kenapa kamu tersenyum, jawab dong pertanyaanku?” Aku mencubit lengan kirinya.

 

"Rahma ... kita ini setiap hari, setiap saat selalu bertemu. Lalu, untuk apa lagi kita berteman di dunia maya?" keluh Mas Herman, seperti enggan menjawab pertanyaanku.

 

Kemudian tangan kanannya mengambil handphone yang di letakan di atas meja dekat dia duduk.

“I-iya engga apa-apa sih. Tapi setidaknya dengan kita berteman di medsos, aku bisa komunikasi sama kamu di situ. Lagi pula di dunia nyata pun, waktumu sangat terbatas untuk bisa komunikasi denganku," ucapku, setengah kecewa.

 

“Ra,ada apa sih kamu? Kamu tahu bukan, selama ini aku enggak pernah bermain sosial media?”

“Iya aku tahu. Tapi maksudku kamu kan, sekarang sudah punya akun facebook dan aku juga punya, apa salahnya kita berteman juga di situ, agar aku pun bisa berkomunikasi denganmu melalui facebook,” Aku tetap mencoba memelas pada Mas Herman.

"Ra, dengerin aku ya. Aku tidak berteman denganmu di facebook, bukan aku ingin bebas bergaul di dunia maya. Aku pasti tahu batasannya, kamu percaya deh sama aku, enggak usah curiga seperti itu. Aku enggak akan macam-macam kok, Aku akan selalau setia sama kamu, " jawab Mas Herman meyakinkanku sambil merangkul tubuhku.

"Hmm ... Ya sudah, aku pun tidak akan memaksamu, jika tidak ingin menjawabnya." ucapku lirih penuh kecewa.

Mas Herman tidak menjawabnya, dia hanya meresponku dengan lemparan senyum sambil menaikan kedua bahunya.

Aku beranjak dari tempat duduk, kembali menuju kamar tidur menemani anak-anak yang tidur. Kutinggalkan Mas Herman sendirian di teras depan rumah yang sedang asik dengan handphonenya.

Sebenarnya sudah lama aku merasakan jenuh di rumah. Ingin rasanya kembali  bekerja di kantoran seperti dulu, saat sebelum anak yang kedua lahir. Tapi, sampai saat ini Mas Herman belum mengizinkanku untuk kembali bekerja.

Bukan aku tidak bersyukur dengan kecukupan rezeki saat ini, justru aku bersyukur sekali, walau aku tidak bekerja semua kebutuhan keluarga tercukupi.

 

"Oh ya, Ra, besok aku enggak jadi pergi ke pemancingan. Orang-orang minta jadwalnya diundur Minggu depan,” ucap Mas Herman, menyusulku ke dalam kamar.

                                                          

Aku yang sudah rebahan, kembali posisi duduk bersandar ke tembok kamar. 

'Alhamdulillah, aku senang sekali jika benar Mas Herman, batal pergi memancing. Jadi Aku bisa berkunjung ke rumah Ibu.’gumamku.

 

“Mas, enggak ada acara lain?” tanyaku pada Mas Herman, yang duduk di sampingku, sambil mengusap kepala anak-anak.

"Insya Allah enggak ada, Ra. Besok kita ke rumah Ibu saja kalau begitu, bagaimana?” tanya Mas Herman.

“Beneran Mas, enggak ada acara lain Aku sih, mau banget main ke rumah Ibu. Lagi pula kita sudah lama tidak tidak berkunjung ke rumah Ibu. Terima kasih sebelumnya ya, Mas,” jawabku memelas.

 

"Ya sudah kalau begitu. Mas pamit keluar rumah sebentar mau ke rumahnya Kang Robby, balikin alat pancingnya dia,” ucap Mas Herman, lalu berdiri keluar kamar.

 

“Iya, Mas hati-hati di jalan, nanti bawa kunci saja, ya” ucapku.

 

“Assalamualaikum.”

 

“Waalaikumussalam, jangan terlalu malam pulangnya, biar cepat istirahat.”

 

*****

Hampir semua orang membutuhkan jejaring media sosial agar mudah berinteraksi dengan keluarga, kerabat, teman dan juga rekan bisnisnya. Namun, bukan berarti bermain di media sosial semua hal positif akan kita dapatkan.

Jika kita tidak pandai memilih dan memilah, bukan tidak mungkin media sosial pun bisa menjadi boomerang untuk diri kita, jika tidak bijak dalam memanfaatkannya.

 

Begitupun dengan Mas Herman, awalnya aku buatkan akun jejaring sosial facebook agar dia bisa gunakan saat sedang penat dengan rutinitasnya dan juga bisa berkomunikasi dengan rekan bisnis dan kerabat lainnya. Namun, setelah aku buatkan akun jejaring sosial facebook, Mas Herman malah semakin sibuk sendiri dengan handphonenya.

Setiap malam sehabis pulang kerja, tangannya hampir tak pernah jauh dari handphone. Entah apa yang dia kerjakan dengan handphonenya, hingga aku dan anak- anak terabaikan. Banyak sekali perubahan sikap yang terjadi pada diri Mas Herman, termasuk perubahan emosinya.

 

Dulu, setiap pulang bekerja, walaupun Mas Herman dalam keadaan capai selalu menyempatkan waktunya sekedar menghampiri anak-anak yang sedang bermain atau pun menonton tivi.

Tapi belakangan ini Mas Herman mulai terlihat berbeda terhadap aku dan anak-anak, jika sudah di rumah.

 

Misalnya, ketika Mas Herman pulang kerja, jangankan menghampiri anak-anak yang sedang bermain atau menonton tivi, untuk diri sendirinya saja tidak perhatikan.

Dia masuk ke dalam rumah hanya menyimpan tas dan laptop kerjanya. Setelah itu, dia langsung duduk di depan teras rumah sambil main handphone.

 

Sejujurnya aku sama sekali tidak melarang Mas Herman bermain facebook, asalkan dia tahu batasannya. Karena, aku pun sama suka bermain facebook di waktu senggang, tapi sambil berjualan online. Itu sebabnya aku sering bermain di jejaring sosial media terutama facebook, karena aku ada usaha online.

 

Walaupun aku aktif di jejaring sosial, tapi aku tetap membatasi pergaulan dengan akun lawan jenis. Apa lagi yang tidak kenal sama sekali. Aku tidak ingin bermain api di jejaring sosial, lebih baik sebisa mungkin aku hindari hal-hal yang dapat menganggu kehidupan rumah tanggaku.

 

Banyak sih akun laki-laki yang tidak di kenal mengirimkan pesan, tapi enggak pernah aku buka pesannya, lebih baik akunnya langsung aku blokir. Kecuali mereka adalah calon konsumenku.

Bukan aku tidak mau berteman, hanya saja aku ada lelaki yang harus aku jaga hatinya.

 

Untuk saat ini aku tidak akan berkomentar dulu dengan kelakuannya. Tapi lihat saja suatu saat nanti, aku tidak akan tinggal diam dengan sikapnya tersebut.

*******

 

Aku dan Mas Herman setiap hari hanya memiliki waktu untuk bercengkrama atau sekedar bercerita keluh kesah, paling lama hanya lima jam dalam sehari. Dua jam sebelum berangkat kerja dan tiga jam setelah pulang kerja.

 

Kecuali hari Sabtu dan Minggu serta hari libur lainnya, kami memiliki waktu yang cukup panjang, sebab Mas Herman libur bekerja.

Namun, sering kali di saat libur  Mas Herman ada acara kopi darat dengan beberapa teman komunitasnya dan juga memancing.

 

‘Kebersamaan dengan keluarga itu lebiih berharga dibanding apa pun.'