Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

CINTA PADA PENDENGARAN PERTAMA

“Ada-ada aja kamu, Nam. Hidup kamu itu ajaib emang. Ketuker ponsel sama siapa pula?”

Nami telah mengirimkan uang kepada mamanya setelah Leony bersedia meminjaminya sejumlah uang yang dibutuhkan. Itupun Nami berulang kali memohon maaf, karena dirinya sungguh tidak enak berucap tolong dalam urusan hutang piutang.

“Aku yakin sama satu orang. Tadi siang aku ke restoran, terus tabrakan sama orang. Ponsel kami jatuh. Dia ambil ponselnya setelah minta maaf, terus pergi gitu aja. Aku juga nggak ngecek lagi, karena langsung ke kantor. Di kantor hectic parah, Le. Buat kentut aja nggak sempat. Pas sampai rumah, baru aku sadar kalau ponselnya beda. Mana pake password pula. Aku udah ke restorannya buat minta data pribadi atau sekadar ngecek CCTV buat nyari tau siapa yang tabrakan sama aku. Tapi pihak restoran nggak mau ngasih akses, karena menyangkut privasi.”

“Gini aja, kita tungguin sampai ada yang nelepon. Kalau nggak ada, besok aku ngomong sama suamiku buat bantu kamu.”

Nami semakin tidak enak jika harus melibatkan suaminya Leony dalam urusannya.

“Ada yang nelepon, tapi aku nggak berani jawab.”

“Kenapa? Siapa tau dari mereka yang nelepon, ada salah satunya si pemilik ponselnya.”

Akibat jiwa dan raganya yang super lelah. Nami jadi sulit berpikir jernih. Mengapa ia jadi takut menjawab panggilan dari beberapa kontak yang masuk saat masih di rumah tadi?

Leony pun mencoba menelepon nomor Nami. Namun baru saja Leony menempelkan ponselnya di kuping. Ponsel yang persis dengan ponsel Nami berdering.

“Angkat, Nam! Angkat! Itu nomor kamu!” Leony berseru heboh. Meski kemudian, Leony spontan membekap mulut. Ia baru ingat, jika putri kecilnya sudah tertidur.

Dengan gugup, Nami menjawab panggilan dari nomor ponselnya.

“Ha-halo.”

“Halo,” jawab suara pria yang entah siapa di seberang telepon.

Nyess!

Jantung Nami berpesta pora tanpa sebab. Oh, bukan tanpa sebab juga! Soalnya suara pria asing yang menyapa rungunya begitu ganteng dan menenangkan.

“Iya, halo.” Nami menjawab dengan suara yang dilembut-lembutkan. Leony memutar bola matanya atas perubahan sikap Nami yang mendadak.

“Dengan Nona Nami?” tanya suara pria itu.

“Iya, Mas. Saya Nami.”

Nami reflek menepuk-nepuk bahu Leony yang tersentak kaget, karena kelakuan random sahabat gilanya yang kelojotan setelah menyebut sapaan Mas.

“Ponsel kita tertukar. Saya lega, karena akhirnya menemukan orang yang membawa ponsel saya. Jadi Nona Nami ada di Milan sekarang?”

“Hah, Milan? Nggak, Mas. Saya di New City.”

“Apa?! New City? Saya kira ponsel kita tertukarnya di bandara.”

“Nggak, Mas. Ponsel kita tertukarnya di restoran. Mas yang buru-buru ke toilet setelah asal ngambil ponsel di lantai setelah kita tabrakan, kan?”

Nami bisa mendengar helaan dari ponsel pria itu. Lalu disusul kekehan renyah yang membuat Nami mengguncang-guncang tubuh mungil Leony yang kedua kali.

“Stress kamu!” Leony berbisik, tapi melontarkannya dengan penuh penekanan.

“Ah, kamu nona yang di restoran! Saya lupa, Nona. Emmm, jadi bagaimana ini? Masalahnya saya di Milan selama tujuh hari ke depan. Ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggal.”

Nami melupakan rasa kagumnya akan suara ganteng si pria pemilik ponsel. Ia memikirkan nasib ponselnya yang tidak ada selama tujuh hari ke depan.

“Duh, gimana jadinya, Mas?! Mas tahu sendiri, kalau ponsel sekarang menjadi barang penting. Semua pekerjaan dan urusan ada di sana semua, Mas.”

Email masih bisa dibuka dengan laptopnya, meski sedikit tidak praktis jika dirinya berada di luar rumah. Sementara untuk grup chat kantor, Nami tidak bisa meninggalkannya satu hari pun.

Gumaman pria di ujung telepon terdengar. Tampaknya si pria bersuara ganteng pun memikirkan solusi. Akan tetapi, Nami sedikit keberatan jika ia harus bertukar ponsel dengan pria asing.

“Nona, terpaksa kita harus bertukar ponsel sementara. Untuk informasi penting, kita harus saling mengizinkan satu sama lain menggunakan ponsel. Saya izinkan nona untuk mengakses dan menggunakan ponsel saya. Passwordnya nol empat dua belas sembilan dua. Jika nona juga bersedia, saya akan mengabari semua informasi penting yang masuk ke ponsel ini. Kita akan bertukar peran selama satu minggu.”

Nami sangat hati-hati menyetujui usulan itu. Ia tidak bisa berpikir terlalu lama. Nami harus memutuskan dengan cepat. Nami memiliki trust issue. Tentu saja ragu terhadap orang asing. Namun dirinya pun tak memiliki solusi lain. Apa ia harus menerimanya saja?

Nami berdoa pada Tuhan. Ia akan menggantungkan nasib pada seorang pria asing yang memiliki kemungkinan akan menikamnya setelah ini pasca mengantongi hal-hal privasi tentang dirinya.

“Maaf, apa anda percaya dengan saya?”

Nami pandai memutarbalikan pemikiran. Padahal dirinya yang tidak percaya sama sekali pada si pria asing. Namun dirinya tidak ingin terlalu kentara.

“Percaya. Saya yakin Nona Nami orang baik.”

Nami yang love languagenya adalah suka diberi pujian, tentu dengan mudah merasakan hatinya yang melting seperti coklat yang terpapar sinar matahari langsung.

“Baiklah, Mas. Saya juga mempercayai mas. Jika ada hal-hal penting, akan saya sampaikan langsung ke … Maaf, dengan mas siapa?”

“Dirga,” jawab pria bersuara ganteng yang ternyata namanya pun tak kalah ganteng. Nami semakin kelojotan setelah mengantongi nama si pria asing.

“Nona Nami, selanjutnya kita lanjut lewat chat saja.”

“Iya, Mas.”

“Di New City sudah malam, kan? Good night. Ingat password ponsel saya?”

“Ingat, Mas. Soalnya enam angkanya sama persis dengan tanggal lahir suami halu saya.”

Leony menganga tak percaya akan informasi tidak penting yang ia katakan di telepon. Nami malah cekikikan dengan genitnya.

Yang mengaku bernama Dirga ikut tertawa di Milan sana.

“Saya tahu, kok. Baik, saya tutup.”

Nami menghela napas yang sangat panjang saat panggilan terputus. Nami hampir berteriak kegirangan, karena mendengarkan suara ganteng Dirga.

“Lili lagi tidur. Jangan teriak kamu.” Leony memperingatkan Nami yang sekarang berhasil membuka akses pada ponsel Dirga. Wallpaper ponselnya adalah foto seorang gadis berambut panjang yang membelakangi kamera. Harapan Nami menemukan wajah Dirga pun harus tertunda. Ia tidak berani membuka galeri foto di ponsel Dirga jika bukan orangnya yang meminta.

Tak lama setelah itu, Dirga mengirimkan pesan.

(“Saya minta tolong agar Nona mengirimkan pesan bertuliskan selamat tidur semuanya di grup chat yang bernama Tupai Lapuk. Jika Nona juga ingin saya mengirimkan pesan kepada seseorang, silakan katakan saja kepada saya.”)

Nami bersumpah jika pria yang bicara dengan bahasa formal jauh lebih berdamage untuk jantung dan hatinya.

Nami menuruti apa yang dikatakan Dirga. Ia membuka aplikasi hijau dan menemukan grup chat bernama Tupai Lapuk. Setelah mengetikkan apa yang diminta Dirga. Nami pun mengunci ponsel kembali. Ia tidak boleh terlalu mengutak-ngatik barang yang bukan miliknya.

“So, gimana tadi?”

“Kayaknya aku jatuh cinta pada pendengaran pertama, deh.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel