Chapter 14
"Gadis baik sih. Papa dengan sekali lihat tahu anak itu sifatnya sama dengan namanya. Papa yakin sekali semua ini ada hubungannya dengan uang."
Rasti mendengkus. "Selalu saja itu yang menjadi penyebab utama ketidakberdayaan rakyat kecil."
"Benar Ma, dia sepertinya berasal dari keluarga sederhana. Polos lagi anaknya, Mama kayaknya sering langganan di tempat dia juga deh," ujar Raja.
"Maksudnya gimana Pa?"
"Mama suka beli masakan Sunda delivery kan? Kayaknya itu sama dengan usahanya Kamini."
"Wah, masa sih. Ulet juga dia ya?"
"Iya," ujar Raja seraya mengulurkan kartu nama yang diberikan oleh Tania kepadanya tadi.
Rasti menerima kartu nama itu dan membacanya sekilas. "Kita harus cerita kepada Edgar, Pa. Siapa tahu Kamini ini memang betul gadis yang dia cari. Duh, tapi Mama takut juga lho. Apa dia bisa terima kalau adiknya jadi istri kedua di keluarga Ekadanta?"
"Nah. Itu juga yang Papa pikirkan. Makanya Papa berencana untuk mencari tahu dulu. Apalagi Kamini sedang hamil jangan sampai membuat dia tertekan. Kita nggak tahu masa lalunya bagaimana."
"Iya jangan sampai ada yang memanfaatkan keadaan juga ya."
"Pastinya, terlebih Edgar masih di Meksiko. Nggak bisa langsung pulang, apalagi titik terang orang yang mau mencelakakan keluarganya dulu udah mulai terlihat."
"Apa mungkin ada hubungannya dengan menghilangnya adiknya?"
"Bisa jadi. Edgar membentuk usaha ini juga karena ingin membantu orang-orang yang mencari anggota keluarga atau buronan bukan?"
"Dan musuhnya pasti banyak banget."
***
Kota Meksiko, Edgar dan keluarganya sedang menikmati makan malam di taman rumah. Kebetulan hari ini adalah hari ulang tahun sang ayah.
"Papi bahagia walaupun tidak semua anak-anak Papi bisa berkumpul. Andaikan kalian berlima bisa berkumpul bersama, sungguh bahagia Papi."
"Edgar berjanji akan segera temukan Citra Pi."
"Ya, Papi ingin sebelum Tuhan meminta Papi kembali. Kalian sudah berkumpul bersama. Papi yakin dia masih hidup, semoga saja hidupnya bahagia. Sebentar lagi usianya dua puluh satu tahun jika masih hidup."
"Sayang, tadi kamu yakin bukan jika anak kita masih hidup? Doakan saja dia senantiasa dalam lindungan Tuhan. Seperti aku pun juga merasa dia masih hidup. Walaupun ada sedikit rasa tidak enak menyesaki dada. Kok rasanya mellow begini ya? Ada apa ya?" ujar Delphina.
"Mami mungkin hanya kecapekan saja. Dari kemarin banyak kegiatan bukan?" hibur Valentina.
"Mami hanya kepikiran adik bungsumu itu. Mendengar nama penjahat itu yang beraksi lagi membuat Mami jadi teringat pada bayi mungilku. Ya Tuhan, dia bahkan belum bisa melihat dengan sempurna," balas Delphina seraya berurai airmata.
Valentina memeluk dan mencium sang ibu mertua dengan sayang. Ia tidak tahu bagaimana cara menghibur hati mertuanya yang sangat tegar tersebut. Ia tidak bisa membayangkan jika harus terpisah dari salah satu dari kedua putrinya tersebut. Hanya pelukan sesama wanita untuk saling menguatkan saja yang bisa ia berikan.
"Sabar ya Mi, hanya ini yang Valen bisa bilang. Nanti Edgar pasti bantu cari Adek ya," hibur Valentina.
Kamini sedang merapikan barang bawaannya saat Tania menghampirinya di paviliun. Tania sedih sebetulnya memisahkan Kamini seorang diri di sini. Seolah-olah ia tidak bisa berlaku adil terhadap kedua menantunya. Dengan mata telanjang orang juga bisa melihat bagaimana cara Kamini ataupun Yolanda memperlakukan suami mereka.
"Kamu mau ke mana?" tanya Tania.
"Mau kerja Bunda,"
"Kok, kerja. Tadi Dokter Raja berpesan, kamini harus ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut."
"Iya Bunda, Ami tahu kok. Nanti Ami bilang dulu dengan Mas Diran ya," bujuk Kamini.
"Nggak usah kerja kalau gitu. Sekarang kamu tiduran lagi. Itu mukamu pucat, jangan pikirin sesuatu yang nggak ada gunanya Ami. Bunda tahu menjadi istri muda tentu tidak mudah ditambah lagi emosi wanita hamil lebih sensitif dari biasanya," nasehat Tania.
"Ami tahu kok Bunda. Tapi ya namanya orang hidup pasti harus berpikir Bunda. Kamini tidak terbiasa bergantung pada orang lain. Apalagi itu suami, kita nggak tahu apa yang terjadi hari esok." Kamini sengaja berkata demikian agar sang ibu mertua tidak curiga akan perjanjian yang ia buat dengan sang suami dan madunya.
"Memang Nak. Tapi Bunda juga yakin, suamimu itu mampu untuk menghidupi kamu dan Yolanda walaupun kalian tidak bekerja. Fokus saja kamu membesarkan dan mendidik anak, cukup suamimu saja yang bekerja."
"Ami juga maunya begitu Bun, tapi Ami juga tahu diri. Ami masih punya Abah yang juga memerlukan biaya tidak sedikit untuk kesembuhan penyakitnya."
"Sakit apa Abah?"
"Sakit tua biasa Bunda." Kamini tidak mau mertuanya merasa iba dan mengasihani jalan hidupnya. Semuanya cukup menjadi rahasia hidupnya sendiri.
Yolanda masuk ke dalam apartemen Nino dan membanting tasnya di sofa depan televisi. Ia merasa lega akhirnya Kamini hamil sehingga ia bisa melihat nanti terlukanya Kamini begitu dipisahkan dengan bayinya, tetapi di lain pihak ia merasa tidak rela juga karena Dirandra berhasil menghamili Kamini dalam waktu singkat. Ia juga sepertinya tidak rela jika Dirandra akan mencintai Kamini dan berubah pikiran. Rasanya jantungnya teremas tangan tak kasat mata, rasa cemburunya karena sang suami membagi cinta tertutup dengan rasa bencinya terhadap Kamini.
"Ada masalah?" tanya Nino dengan memeluk tubuh Yolanda dari belakang. Nino merasa Yolanda sedang gundah.
"Kamini sudah hamil," ujarnya dengan nada suara tinggi.
"Lalu, itukan yang kamu harapkan supaya gadis itu segera hamil dan pisah dengan bayinya kelak?"
"Iya, aku memang ingin hal itu. Tapi aku juga khawatir jika nantinya Dirandra mencintai dia dan berubah pikiran setelah bayi itu lahir."
"Memangnya kenapa? toh kamu masih punya aku 'kan?" Nino membalikkan tubuh Yolanda menghadapnya, kedua telapak tangannya menangkup wajah wanita itu menariknya sehingga tengadah agar ia bisa menatap matanya.
"Aku juga ingin punya anak," ujar Yolanda dengan nada suaranya yang berubah manja.
"Kalau begitu ayo kita bikin, kau sudah lepas KB bukan?"
Yolanda mengangguk, Nino tersenyum dan menggendong Yolanda membawanya ke dalam kamarnya.
Nino menurunkan Yolanda di atas ranjang dan tanpa menunda waktu langsung melucuti pakaian yang mereka pakai.
Yolanda bangkit membantu Nino melepaskan celana panjang beserta dalamannya. Kemudian ia menggenggam milik Nino dan mulai menggoda ujungnya dengan lidahnya, mencumbunya dan mengulumnya. Nino merengkuh kepala Yolanda dan membantunya untuk memompanya masuk semakin dalam sampai menyentuh tenggorokan Yolanda kemudian menariknya lepas saat ia merasakan sedikit ngilu karena hisapan yang dilakukan oleh Yolanda.
Nino mendorong tubuh Yolanda untuk berbaring. Nino menarik pinggul Yolanda ke tepi ranjang mengangkat kedua tungkai Yolanda dan menahannya dengan kedua tangannya. Ia pun mulai memposisikan diri di antara kaki Yolanda dan mulai melesakkan miliknya dengan sekali sentakan.
"Ahh ...," desah Yolanda membusungkan dadanya saat merasakan milik Nino memenuhi pusat tubuhnya. Percintaan bersama Nino dan Dirandra sungguh berbeda karena sedari dulu lelaki yang ia cintai adalah Nino, sedangkan ia menikahi Dirandra karena desakan ekonomi.
Nino meraih dada Yolanda dan meremasnya lembut. Jemarinya dengan lihai memilin kedua puncaknya seraya pinggulnya tak berhenti memompa Yolanda dengan ritme yang kadang pelan kemudian kembali cepat dan kasar. Seluruh ruangan penuh dengan desahan dan deru nafas mereka yang semakin meningkat serta suara tumbukan pertemuan tubuh mereka berdua.
