Bab 7
Sore itu Milla di paksa ikut Amel ke alun alun daerahnya. Suasana di sana begitu ramai, apalagi ada pasar malam. Walau masih sore, tetapi pasar malam sudah mulai ramai pengunjung. Milla berjalan dengan enggan, sesekali ia melihat iphone nya dan tidak ada notifikasi apapun. Milla merasa kesal sendiri dengan hatinya yang selalu saja mengharapkan Iqbal, padahal pria itu mungkin sama sekali tak mengingatnya.
"Awas retak layar Iphone nya di tatap terus, lagian jomblo melas amat. Nunggu chat dari siapa sih?" goda Amel dengan menyebalkannya. Milla meragukan kalau Amel adalah adiknya, dia sungguh orang paling menyebalkan di muka bumi ini.
"Tau ah," ucap Milla mengantongi Iphone nya dan berjalan lebih dulu meninggalkan Amel.
"Yaelah Mbak, ngambekan," ucapnya masih terkikik. Ia memang selalu senang menggoda Kakaknya itu.
"Eh mbak tunggu," panggil Amel segera menyusul Milla.
"Apa?" tanya Milla.
"Faisal sudah datang, ayo kita ke parkiran motor," ajak Amel.
"Nggak ah, Mbak mau pulang aja."
"Ah Mbak, ayolah. Jangan menyendiri terus kenapa, lebih enak berdua ada teman ngobrol daripada sendiri terus, lama-lama gila lho." Milla mendelik ke arah Amel.
"Aku menyesal pulang kampung," gerutu Milla membuat Amel terkekeh dan tetap menarik tangan Milla.
"Faisal Hai," ucap Amel menghampiri pria manis bertubuh tinggi kecil, rambutnya tertata rapi ke belakang.
"Hai Mel," ucapnya diiringi senyumannya yang manis.
"Sal, ini Mbak ku." Amel memperkenalkan mereka berdua.
"Camila," ucap Milla diiringi senyumannya.
"Faisal," ucap Faisal. "Kamu sudah lama?" tanya Faisal berpaling ke arah Amel.
"Belum, baru beberapa menit saja."
"Ayo kita jalan," ucapnya.
Mereka berjalan bertiga, dengan Faisal yang berjalan di samping Amel dan Amel yang masih setia menggandeng Milla. Milla sudah seperti obat nyamuk, dan setan di antara dua pasangan.
Hah andai ada Iqbal,, gerutu Milla dalam hatinya tanpa sadar.
"Sal!" panggilan itu menghentikan langkah mereka berdua. Ketiganya menoleh dan terlihat seorang pria berpakaian seragam tentara berjalan menghampiri mereka.
'Hah kacang ijo,' batin Milla kembali mengingat Iqbal dengan senyuman menawannya.
"Mbak-" sentakan itu menyadarkan Milla ke dunia nyata dan terlihat tentara itu sudah tersenyum di depannya. "Biasa aja keles liat abang tentaranya, sampai ileran gitu," bisik Amel membuat Milla tersentak dan tanpa sadar tangannya memegang sudut bibirnya dan masih kering.
Milla menatap tajam ke arah Amel yang terkikik sendiri. "Hai saya Adi," ucap tentara itu dengan suara berat.
"Camilla," ucap Milla tersenyum kecil.
"Kamu sedang apa di sini Di?" tanya Faisal.
"Biasa aku menjaga keamanan di sini, kalian sedang jalan-jalan?" tanyanya yang di angguki Faisal. Faisal dan Adi larut dalam obrolan mereka berdua.
"Mbak, mau tak comblangin dengan mas Adi nggak? Dia masih jomblo lho," bisik Amel.
"Tidak," jawab Milla dengan santai.
"Yee, lumayan lho abang abang tentara."
"Tidak," delik Milla. Ia hanya menginginkan Iqbal. Ya Tuhan tolong kirimkan Iqbal ke sini sekarang juga....
Milla berjalan bersama dengan Amel yang sibuk menariknya ke beberapa tenan dagangan aksesoris, sepatu dan baju wanita sedangkan Faisal berjalan di belakang mereka dengan Adi.
"Kalian mau naik permainan di sini?" tanya Adi pada Milla dan Amel yang sedang asyik menikmati kembang kapas.
"Tidak, aku akan menunggu saja," tolak Milla saat Amel mengajukan beberapa keinginan menaiki wahana di sana.
Faisal dan Amel akhirnya memilih pergi menaiki beberapa wahan, tinggal Adi bersama Milla. Adi terus menampilkan senyuman manisnya, kepalanya sedikit plontos karena hanya dua centi rambut yang tumbuh di kepalanya. Perawakannya tinggi kecil.
"Kamu tidak ada di sini yah? Aku baru pertama kali melihatmu," tanya Adi seraya ikut duduk di kursi samping Milla.
"Iya, aku kuliah di Jakarta dan kebetulan sekarang sedang liburan semester."
"Sudah semester berapa?" Tanyanya.
"Semester 6, kamu asli Surabaya?" Tanya Milla karena logat bahasa Adi bukan seperti orang Surabaya kebanyakan.
"Bukan, aku hanya di tugaskan di sini. Sebenarnya aku berasal dari Sukabumi Jawa Barat."
"Sukabumi?" Pekiknya.
"Iya, ada apa? Apa kamu punya kenalan di sana?" Tanya Adi.
"Sebenarnya ada, tapi aku takut kamu tidak kenal." Milla tersenyum kecil pada Adi.
"Ohya? Siapa?" Adi tampak bersemangat, ia seakan memiliki arah pembahasan untuk bisa mengobrol dengan Milla.
"Apa benar akan kenal," gumam Mila. "Dia tentara juga sih di Kopasus."
"Sepertinya aku tau dan kenal dengan baik."
"Benarkah?" Adi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Orang yang kamu maksud itu Sersan Iqbal, kan?" Tanya Adi tepat sasaran.
"Oh ternyata kamu mengenalnya," kekeh Mila.
"Ya sudah jelas aku mengenalnya. Dia kakak sepupuku." Jawaban Adi berhasil membuat Milla tersedak salivanya dan terbatuk.
"Aku belikan minum yah, kamu tidak apa-apa?" Tanya Adi.
"Tidak, aku baik-baik saja," ucap Milla mengusap dadanya.
"Ngomong-ngomong kamu kenal Bang Iqbal dimana?" Tanya Adi saat Milla sudah mulai tenang.
"Aku mengenalnya, karena sahabatku menikah dengan Kapten Djavier yang juga bertugas dengannya." jawaban Milla membuat Adi mengangguk paham.
"Aku juga mengenal Kapten Djavier, beliau cukup terkenal di kalangan tentara." Milla tersenyum kecil dan mengangguk kecil.
"Aku tidak menyangka kalau kamu sepupunya Mas eh Sersan Iqbal."
"Ya, kami sama-sama suka olahraga bersama. Dulu Bang Iqbal yang lebih dulu jadi anggota TNI. Aku malah masih SMP saat itu, dan begitu mengagumi sosoknya." Adi begitu antusias menceritakannya. "Baru satu tahun ini aku menjadi tentara, dan aku belum pernah bertemu dengannya lagi."
Milla mengangguk paham, ia tau bagaimana pekerjaan tentara dan pengorbanannya yang harus rela jauh dari keluarga mereka.
"Tetapi sepertinya 1 atau 2 bulan lagi aku pulang, mengusahakan meminta cuti."
"Kenapa?" tanya Milla.
"Karena Mas Iqbal akan bertunangan dengan Teh Intan," ucap Adi membuat wajah Milla berubah menjadi pucat pasi.
"Mereka memang pasangan yang sangat cocok, aku bahkan berharap memiliki wanita seperti teh Intan," ucap Adi tanpa melihat ekspresi Milla yang berubah pucat. "Bagaimana kalau kamu ikut aku ke Sukabumi nanti?"
Milla tersentak mendapatkan ajakan dari Adi, ia segera menggelengkan kepalanya. "Maaf, tetapi aku tidak mengenal dekat sersan Iqbal."
"Mas Adi, aku pamit pulang yah. Tolong kasih tau Amel kalau aku pulang duluan. Aku merasa kurang enak badan."
"Eh? kamu baik-baik saja? mau aku antar?" tanya Adi menjadi khawatir.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Mari mas Adi, Assalamu'alaikum."
Milla langsung beranjak pergi meninggalkan Adi yang menatapnya bingung. Bahkan Adi menyesal karena belum sempat meminta nomor Milla.
'A-apa Mas Iqbal membohongiku? Ya Allah, kenapa dia melakukan ini?' batin Milla.
Milla berjalan cepat dengan sesekali mengusap air matanya yang tanpa di minta luruh membasahi pipi.
Malam menjelang, setelah selesai menunaikan solat Magrib di dalam kamarnya. Milla menoleh saat mendengar handphone nya berdering. Ia melepaskan mukena yang ia gunakan lalu berjalan mendekati ranjang dimana handphone nya tergeletak. Ia duduk di sisi ranjang dan menatap nyalang Handphone nya.
Mas Iqbal
***
