Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Pertempuran Sengit

"Terima kasih."

Dalam kelebat cepat, Astin masih sempat mengucapkan terima kasih atas penyelamatan Marlin untuknya sehingga lolos dari sabetan musuh.

Dengan cepat Astin telah berdiri dengan aksinya yang memukau. Marlin berdiri tepat di belakangnya. Mereka saling beradu punggung dengan sikap siap menyerang dan menangkis semua kemungkinan yang akan terjadi.

"Tuan, jangan pergi jauh dariku!" Marlin berharap Astin tidak menjauh agar dia bisa tetap melindunginya. Karena bagaimanapun kondisi tubuh Astin belum optimal.

"Aku tidak butuh ocehanmu! Musuh kita tidak sedikit," balas Astin dengan penekanan agar pria itu tidak terlalu khawatir padanya.

"Lukamu belum sembuh," balas Marlin di antara kesibukannya menangkis dan menyerang musuh.

"Jangan banyak bicara!" ucap Astin kesal sembari menangkis sebuah serangan yang hampir saja menghantam kepalanya.

Menurutnya, ocehan Marlin membuat kosentrasinya sedikit buyar. Dia juga yakin Marlin tidak terlalu fokus pada musuh karena mengkhawatirkan dirinya.

Dengan gesit tubuh yang berbalut pakaian bernuansa serba hitam itu melesat cepat dan ringan seperti angin. Kini Astin dan Marlin terpisah oleh regu penyerang. Tangan dan kaki lincah bak burung berterbangan hinggap ke sana ke sini. Bukan hanya menghindar saja, beberapa kali mereka berhasil menghantam musuh.

"Tuan!"

Marlin mengejutkan Astin saat seorang pria kekar bersiap menghujam punggungnya dengan parang panjang. Berkat teriakan Marlin, Astin dapat dengan cepat menghindar dan menghadiahi goresan yang cukup dalam pada dada pria itu, lalu tumbang.

"Puh!" Astin dengan gaya mafianya meniupkan angin kemenangan pada senjata andalannya yang ternoda oleh darah segar.

Belum juga bernapas dengan lega, serangan kembali datang bertubi. Tidak mau berdiam lebih lama, tendangan kakinya yang ringan dengan ujung sepatunya yang lancip bak bambu runcing mampu membuat lubang cukup dalam pada dada sang musuh. Tubuh pria kekar itu bisa kembali tumbang.

"Sialan!" umpat salah satu temannya.

Tinju dari tangan besar dan kekar berhasil ditangkisnya. Dengan senyum menyeringai dan menakutkan, Astin menahan kepalan pria itu dan memutar pergelangan tangannya.

"Bagaimana dengan ini?" Astin benar-benar memutarnya tiga puluh enam derajat tangan pria itu hingga terdengar gemeretak dan patah. Seringai kemenangan tentu menjadi miliknya.

"Aaaa!!!" teriak sang pemilik tangan.

Tidak ingin membuang waktu dan tenaga, Astin langsung menghunuskan senjata andalannya menggores leher hingga pria itu hingga tumbang dengan darah menyembur bak air mancur.

"Satu lagi, tumbang," lirih Astin dengan seringai kemenangan.

"Sialan! Cari mati kau!" Seorang pria kekar lainnya bersiap menyerang Astin.

Sembari meladeni musuh, mata elangnya sempat beredar dan menangkap ketua geng mereka berusaha kabur.

"Jangan biarkan pria itu lolos!" teriaknya pada Marlin.

Langkah kakinya langsung melayang memberi tendangan pada pria yang menghadangnya. Si kekar terhuyung. Astin berlari dengan cepat mengejar pria itu. Tubuhnya meliuk-liuk menghindari pohon pinus dalam kegelapan.

Marlin sendiri masih asyik bermain dengan tiga pria kekar yang ternyata cukup sulit untuk ditahklukkan.

"Bedebah!"

Marlin merasa geram karena tiga pria itu terlalu tangguh untuknya. Apalagi saat melihat Astin berlari mengejar musuh dan semakin menjauh darinya. Dia tidak akan membiarkan Astin sendirian. Marlin mengeluarkan jurus mematikannya. Sekali hunus dengan sabetan si kilau, dua pria kekar berhasil tumbang.

"Bagaimana? Apa kamu mau memilih sendiri bagian tubuhmu yang sebelah mana yang akan aku tebas?" ucap Marlin dengan mengelap cairan merah pekat yang melumuri si kilau miliknya.

"Jangan bangga dulu, Tuan! Aku tidak selemah mereka," ucapnya bengis.

"Good!"

Marlin dengan cepat menghindari terjangan pria itu. Saat tertunduk menghindar, kakinya langsung menjejak punggung si kekar. Tangannya menghunus pedang panjang dengan sabetan kilat.

Bruukk!!

Seketika tubuh pria itu ambruk bersimpah darah segar karena pedang Marlin tepat mengenai leher dan memutus kerongkongan.

Lagi-lagi seringai puas menghiasi wajah tampannya di antara gelapnya malam.

Tidak mau terbuai terlalu lama, Marlin segera mengedarkan pandang mencari keberadaan Astin. Matanya berbinar saat melihat sekelebat tubuh Astin bertarung dengan dua pria. Dia pun cepat-cepat berlari menyusul. Sayang, langkahnya terhambat.

"Jangan kabur!"

"Kabur? Kau pikir aku pengecut?" cibir Marlin mulai menyerang.

Tidak percuma selama ini terus berlatih dan menjaga kebugaran tubuh. Dengan ketangkasan dan gerakan gesit, Marlin cukup cakap menghindar dan menangkis serangan musuh. Bahkan balasannya sangat mematikan.

"Berikan padaku!" teriak pria itu ketika koper yang berusaha diselamatkan telah beralih ke tangan Marlin.

"Tidak semudah itu, Tuan. Katakan di mana bosmu berada?

"Sekalipun aku mati, aku tidak akan mengatakan di mana dia berada."

"Good! Kalau begitu aku akan mengabulkan ucapanmu dan mengantarmu ke api neraka."

Marlin tidak main-main kali ini. Tidak ada ampun bagi musuh yang tidak mau kompromi. Mati adalah pilihan paling tepat untuk segera mengakhiri pertarungan mereka dan mencari keberadaan Astin.

"Tuan!" teriaknya ketika tidak melihat bayangan Astin atau yang lainnya.

Marlin mulai cemas dan terus berkeliaran mencari sembari memanggil Astin. Hanya saja tidak menyebutkan nama karena dalam peraturan saat bertempur tidak boleh menyebut nama untuk menghindari identitas mereka diketahui musuh.

Sementara itu Astin terus mengejar pria yang kabur dan berhasil menghadang mereka dengan cara melumpuhkan pria kekar yang melindungi bos mereka.

"Sial! Siapa kamu?"

"Tidak perlu tau siapa aku. Menyerahlah dan berikan barang itu padaku!" sahut Astin dengan tenang.

"Cih! Kamu pikir kamu hebat?" Pria itu berdecih sembari membuang ludah menanggapi permintaan Astin, lalu memberi kode pada dua pria yang bersamanya untuk menyerang.

Tubuh Astin meliuk ke kanan dan ke kiri dengan gesit menghindari serangan dengan sesekali memberi pukulan balasan. Kali ini musuhnya bukan abal-abal. Sebagai ketua geng, dia tau benar orang-orang yang dipilih menjadi garda utama dalam melindungi bos adalah orang-orang pilihan dengan ketangkasan dan kecakapan yang hebat.

"Sial!" Astin menyeringai ketika salah satu kaki musuh berhasil mengenai tubuhnya yang terluka sehingga menimbulkan rasa sakit yang hebat.

"Tuan!"

Untung Marlin datang tepat waktu dan berhasil menyokong tubuh Astin.

"Aku tidak apa-apa," ucap Astin meyakinkan Marlin dan kembali tegak.

Melihat Astin kembali tegak, Marlin dengan cepat menghunus pedang dan langsung menyerang musuh.

"Rasakan ini!" serunya sembari menghunus pedang.

Pria kekar itu berhasil mundur. Marlin tidak membiarkan kesempatan itu hilang begitu saja, dengan cepat tubuhnya melesat ke arah musuh dengan sabetan pamungkas. Sayang, sabetannya meleset ketika ekor mata melihat Astin kembali terdesak oleh musuh.

"Tuan!" Lagi-lagi Marlin mengkhawatirkan Astin, terlebih saat tangan Astin mendekap bagian perutnya yang terluk.

Astin tidak peduli dengan kekahwatiran Marlin. Dengan menahan rasa sakit, tubuhnya kembali bergerak cepat menghadapi musuh.

"Tuan, sebaiknya kita pergi dari sini," ucap Marlin di antara gerakan pertahanan diri dan menyerang membantu Astin. Dia tidak yakin bisa bertahan dengan kondisi Astin seperti itu.

"Aku tidak akan menyerah sebelum menemukan pembunuh keluargaku."

"Anda terluka."

"Jangan hiraukan aku!"

Astin ingin kembali maju. Namun ....

"Mereka datang lagi. Sebaiknya kita segera pergi!" Mata Marlin membulat melihat beberapa bayangan datang ke arah mereka.

"Sial! Ini semua salahmu! Andai kamu koordinasi dengan Marlo, pasti kita akan menang dengan mudah."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel