Jalang
Pagi ini di SMA Bina Bakti terdengar begitu riuh dimana anak-anak baru saja berdatangan. Begitu pula dengan Arlena yang baru saja sampai di sekolah, mungkin sudah ada satu minggu dia tidak pergi sekolah. Dengan langkah kakinya Arlena berjalan menyusuri koridor agar cepat sampai di kelasnya.
“Arlena!”
Teriakan seseorang yang dia kenal menghentikan langkahnya, Arlena menoleh ke belakang dan dia dapat melihat sahabatnya yang berlari ke arahnya.
“Akhirnya kamu masuk sekolah juga, Lena. Kamu tahu tidak aku kesepian,” ucapnya dengan penuh dramatis.
Elara adalah sahabat satu-satunya yang dekat dengan Arlena, bahkan dia juga sudah menganggap Elara seperti saudara sendiri.
“Sorry, kamu tahu sendiri bukan. Ayahku meninggal dan itu membuatku terluka,” ucap Arlena.
“Ya, aku mengerti perasaanmu Lena. Aku harap kamu tidak akan berlarut-larut sedih,” ucap Elara dengan satu tangannya memberi usapan lembut di punggung Arlena.
“Tentu, sebaiknya kita segera masuk ke kelas, El,” ajak Arlena.
Mereka berdua pun jalan bersama untuk menuju ke kelas karena sebentar lagi jam pelajaran juga akan segera dimulai. Sampai di dalam kelas pun suasana masih ricuh karena memang guru belum masuk. Arlena dan Elara duduk di bangku urutan nomor dua.
“Ar, kemarin aku sempat ke rumah kamu tapi kata mama kamu tidak ada di rumah,” bisik Elara.
Arlena menghela nafas lalu menatap Elara sejenak, “Aku sudah tidak tinggal di rumah itu lagi El. Aku sudah di usir sama mama tiriku dan Selina,” ucap Arlena.
“What!” suara Elara memekit sehingga semua murid yang ada di dalam kelas menatap ke arah mereka berdua.
“Ck! Suaramu gede banget El. Bisa kecilin dikit kenapa,” ucap Arlena kesal.
“El, suaramu kaya kaleng rombeng, berisik tahu tidak,” ucap murid lainnya.
Sedangkan Elara hanya nyengir dengan dua tangannya berbentuk huruf v. Elara pun kembali fokus pada Arlena menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Yang benar saja Lena, bagaimana bisa itu bukannya rumah peninggalan ayah kamu,” ucap Elara pelan.
“Apa yang tidak bisa El, ayah sudah meninggal dan mereka bebas melakukan apa saja sedangkan aku tidak punya pilihan lain El,” ucap Arlena lirih.
“Mereka keterlaluan Lena, aku tidak menyangka jika mereka bisa setega itu mengusir kamu. Jadi, kamu sekarang tinggal dimana Arlena? Apa kamu tinggal di rumahku saja,” tawar Elara.
Namun belum sempat Arlena menjawab guru pun sudah masuk ke dalam kelas dan semua murid pun diam. Mereka pun mengikuti pelajaran yang diberikan oleh sang guru.
Waktu telah menunjukkan sore hari Arlena bersama Elara berjalan menuju keluar gerbang sekolah. Ya, mereka akan pulang bersama karena ajakan Elara, saat ini keduanya sedang menunggu jemputan dari sopir Elara.
“Lena, bolehkan nanti aku mampir ke kost kamu?” tanya Elara.
“Boleh, tapi jangan lama-lama karena aku akan pergi bekerja,” ucap Arlena.
Elara hanya menganggukan kepalanya, dan tidak berapa lama pun mobil jemputan Elara datang dan mereka pun masuk kedalam mobil. Sepanjang perjalanan mereka membicarakan banyak hal, seperti itulah keduanya jika sudah bersama.
“Arlena, sungguh aku tidak bisa membayangkan jika aku menjadi dirimu. Apa aku masih bisa sekuat dirimu,” ucap Elara.
“Jalani saja El. Aku yakin jika suatu saat nanti aku bisa bahagia,” ucap Arlena tersenyum.
Tidak membutuhkan waktu lama mereka pun sampai di tempat tinggal Arlena. Elara bahkan dia sangat terkejut melihat tempat tinggal Arlena bisa dikatakan layak, bagaimana bisa Arlena bisa tinggal di tempat seperti ini.
Elara benar-benar masuk kedalam kost Arlena yang sangat kecil dan sederhana. Elara tidak banyak berkata-kata, bahkan dia tidak bisa membayangkan seorang Arlena bisa seperti saat ini. Jika saja dia bisa membantu Arlena maka dia akan melakukannya.
Malam ini Arlena sudah berada di kafe bahkan dia sudah melayani beberapa pengunjung dan malam ini kafe benar-benar ramai. Arlena begitu sibuk melayani pelanggan hingga dia tidak sadar menabrak seseorang.
“Akh!”
“Tolong hati-hati kalau jalan,” ucapnya ketus.
“Maaf saya benar-benar tidak tahu,” ucap Arlena dan saat itu juga Lena bertatapan dengan orang yang dia tidak sengaja tabrak.
“Tcih! Dasar jalang. Ternyata kamu kerja di sini,” ucap Selina.
“A-apa maksud kamu berkata seperti itu Selina, jaga ucapanmu,” ucap Arlena.
Sedangkan Selina hanya tersenyum sinis, “Pikir saja sendiri,” ucapnya lalu segera meninggalkan Arlena masih berdiri di tempatnya melihat kepergiannya saudara tirinya.
Arlena hanya menghela nafas panjangnya lalu kembali bekerja lagi. Entahlah apa sebenarnya maksud saudara tirinya itu berbicara seperti itu. Arlena hanya bisa bersabar dengan hinaan yang dilayangkan kepadanya.
“Tuhan berikan Lena kesabaran,” gumamnya.
Di sisi lain Selina bersama dengan sahabatnya sedang duduk di salah satu meja yang sudah mereka pesan sebelumnya.
“Sel, siapa tadi pelayan yang menabrak kamu?” tanya salah satu sahabatnya.
“Oh, dia saudara tiri gue. Tapi sekarang kayaknya sudah bukan karena gue dan mama sudah usir dia,” ucap Selina.
Sahabat Selina hanya menganggukan kepalanya, “Sel, tapi kenapa dia bisa bekerja di sini bukankah kita seumuran dan masih sekolah.”
Selina menghendikan kedua bahunya, “Mana aku tahu, dia sudah bukan urusan gue sama mama. Apa pun yang dia lakukan baik mama dan gue sudah tidak ada sangkut pautnya.”
“Benar juga. Sel, bagaimana hubungan kamu dan Aldric?” tanya Raefan.
“Sejauh ini hubungan gue sama Aldric baik-baik saja, tapi aku merasa Aldric terlalu sibuk dengan dunianya sendiri,” ucap Selina.
“Hm, Sel apa kamu yakin hubunganmu dan Aldric baik-baik saja. Aku rasa Aldric cuma memanfaatkanmu,” ucap Karina.
Selina hanya diam saja lalu setelahnya dia menghela nafas panjang. “Gue yakin kalau Aldric cinta sama gue, Kar. Walau gue tahu kalau dia seorang playboy.”
“Tapi Sel perlu gue ingetin jangan mudah tertipu dengan Aldric. Gue tidak rela sampai kamu disakiti,” ucap Raefan.
“Thanks, nasehatmu akan gue ingat, Fan,” ucap Selina tersenyum.
Akhirnya mereka pun menikmati minuman dan makanan yang mereka pesan. Mereka juga membicarakan banyak hal, disini Raefan sesekali mencuri pandang ke arah Arlena. Entah kenapa sejak saat pertama tadi melihat Arlena dia merasa tertarik, mungkin nanti Raefan akan menemuinya di lain waktu dan mengajak Arlena untuk berkenalan dengannya. Mengapa dia tahu nama Arlena karena dia tadi sempat membaca name tag di bajunya.
Waktu sudah menunjukkan semakin larut malam, Arlena bersama yang lainnya sedang membereskan kafe karena memang malam ini mereka sudah tutup. Arlena sedang mengepel lantai sedangkan yang lain sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Arlena pun melangkahkan kakinya meninggalkan kafe, dia hanya berjalan kaki karena kost dan kafe tidaklah jauh sehingga Arlena tidak perlu mengeluarkan uang. Karena hari sudah larut malam ada rasa takut yang menghantui Arlena apalagi jika mengingat kejadian malam itu. Arlena berjalan sedikit cepat dari biasanya agar dirinya cepat sampai di kost yang dia tinggali.
