Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kekecewaan Fadli

Joko mendekati Jamila, setelah kepergian Bu Santi. Joko memeluk Santi, dan mengucapkan terima kasih karena Jamila sudah memenuhi permintaan Joko. Tapi tampaknya Jamila tidak terlalu bahagia dengan keputusannya.

Karena banyak yang mengantri bakso, Joko kembali berjualan. Para pria banyak yang berbisik membicarakan Jamila yang akan menikah dengan Aji. Beberapa mereka menyayangkan keputusan Jamila. Bagi mereka Aji adalah pria lumpuh yang tidak akan bisa memenuhi kebutuhan lahir batin Jamila.

“Pak Joko yakin akan menikahkan Jamila dengan Aji? Lebih baik dinikahkan saja sama aku loh Pak,” ucap Fadli salah satu perjaka yang menyukai Jamila sedari Jamila belum menikah. “Pak Joko juga sudah tahu kalau saya suka sama Jamila sejak dulu,” tambahnya dengan percaya diri.

Bukan jawaban yang didapat Fadli justru hanya senyuman dari Joko. Joko tidak ingin Jamila digunjingkan para Ibu-ibu bahwa dia pengganggu suami mereka. Lagi pula menurut Joko, Jamila menikah dengan Aji lebih baik daripada menjadi istri kedua dari salah satu pria beristri.

Tepat pukul 20.15 bakso sudah habis, Joko dan Sri segera masuk ke dalam rumah. Joko melihat Jamila duduk termenung di depan televisi. Bukan televisi yang ditonton tapi pikiran Jamila sepertinya lagi mengembara.

“Apa kamu menyesal telah menyetujui permintaan Bapak?” tanya Joko berdiri didekat Jamila. Jamila memandang wajah Bapaknya yang capek seharian jualan bakso.

“Bukan Pak, Bapak jangan pikirkan Jamila,” jawab Jamila sembari memegang tangan kiri Joko yang sudah mulai keriput.

Jamila melepaskan tangan Joko, lalu masuk ke dalam kamar. Jika pikiran Jamila sedang tidak enak, dia lebih memilih untuk berdiam diri di dalam kamar. Jamila menumpahkan air matanya lagi, dia masih tidak yakin kalau dia telah menerima permintaan Bu Santi.

**

Ditempat nongkrong, para pria membicarakan Jamila. Mereka kecewa terhadap keputusan Jamila, mereka menganggap Jamila terlalu bodoh mau menikah dengan pria lumpuh seperti Aji.

“Jamila...mengapa kamu memilih Aji, padahal aku yang sempurna ini kamu tolak,” kata Huda perjaka tua yang hidupnya sudah mapan karena menjadi PNS disalah satu instansi.

“Aku yang tampan gini aja ditolak, apalagi kamu yang wajahmu pas-pasan,” ledek Fadli yang merasa dia pria paling tampan di kampung ini.

Pria lain banyak yang menimpali, dan banyak yang mengungkapkan kekecewaannya. Ada juga yang menyumpah serapahi Jamila agar tidak betah tinggal di rumah Aji yang Ibunya judes itu. Pria lain berdoa agar Jamila cerai lagi dan menikah dengan dirinya.

Fadli pulang melewati rumah Jamila, dia mampir dirumah Jamila karena malam ini tidak hujan. Fadli mengetuk pintu rumah Jamila. Sri membukakan pintu, Sri kaget dengan kedatangan Fadli ke rumahnya.

“Bu Sri, tolong saya ingin bicara dengan Jamila!” pinta Fadli sopan. Sri menyuruh Fadli duduk diruang tamu, lalu dia memanggil Jamila di kamarnya. Namun, Jamila tidak mau keluar. Dia enggan untuk bertemu siapapun, termasuk Fadli.

“Maaf Nak Fadli, Jamila sedang tidak bisa diganggu,” jawab Sri dengan halus berharap Fadli tidak marah. Sri tahu watak Fadli adalah tempramental jadi dia mudah tersulut emosi.

Bukannya pulang, Fadli malah mencaci maki keluarga Jamila. Berbagai umpatan diucap Fadli, dia juga mendoakan Jamila menjadi janda lagi setelah menikah dengan Aji. Joko sudah berusaha menyuruh Fadli pulang dengan cara halus tapi Fadli semakin marah.

Sedari tadi Jamila berdiam diri didalam kamar. Setelah dia mendengar Fadli mencaci maki keluarganya, Jamila keluar dari kamar. Dia menemui Fadli diruang tamu, dan memarahi Fadli.

“Fadli, jangan pernah mencaci keluarga saya, kalau kamu marah sama saya silahkan. Tapi jangan pada kedua orang tuaku. Kamu kira dengan caramu seperti ini aku akan simpati denganmu? Justru aku malah muak dengan kelakuan kamu yang bar-bar itu.” Jamila mengatakannya dengan lantang agar Fadli tahu bahwa dia bukan wanita lemah.

Fadli masih tidak mau diam, dia mengoceh seperti orang yang sedang mabuk. Segala hinaan dia lontarkan untuk Jamila. Para tetangga Jamila akhirnya berdatangan mendengar keributan yang ditimbulkan Fadli. Bukan rasa malu yang dimiliki Fadli menjadi tontonan banyak orang. Tapi dia malah semakin gencar menghina Jamila.

“Pulang sekarang!” teriak Jamila sambil mendorong tubuh Fadli agar segera pergi dari rumahnya. Fadli malah menertawakan Jamila yang mendorongnya terus.

“Janda g*bl*k,” teriak Fadli. Para tetangga tidak berani melerai karena Fadli terkenal pendendam dan tempramental.

Karena sudah geram dengan sikap Fadli, Jamila melayangkan sebuah tamparan di pipi Fadli. Fadli memegang pipinya yang panas karena tamparan Jamila. Dia menyeringai pada Jamila dengan tatapan penuh kebencian.

Pak RT membujuk Fadli agar pulang dan tidak membuat keributan di rumah Jamila. Sebelum pulang Fadli meludah kearah Jamila yang ada dihadapannya. Ludah Fadli mengenai wajah Jamila, Jamila emosi hendak memukul Fadli lagi tapi dicegah oleh kedua orang tuanya.

Para tetangga bubar setelah Fadli pulang, banyak orang yang menganggap Jamila terlalu berani dengan Fadli. Ada juga yang setuju dengan sikap Jamila terhadap Fadli agar dia tidak semena-mena pada orang lain.

“Nak, kamu tidak apa-apa kan?” tanya Sri yang melihat wajah Jamila basah oleh ludah Fadli. Jamila segera mencuci wajahnya yang kotor. Lalu kembali keruang tengah dimana Bapak dan Ibunya berada.

“Keterlaluan sekali Fadli, berani sekali mencaci maki Ibu dan Bapak.” Jamila duduk di kursi dan menenangkan hatinya yang masih penuh emosi.

Joko hanya bisa menyuruh Jamila untuk bersabar, karena Jamila seorang wanita tidak boleh melawan pria. Jamila masih tidak habis pikir keputusannya menikah dengan Aji menjadi boomerang bagi dirinya dan keluarganya.

Karena sudah malam Jamila segera tidur, begitu pula dengan Joko dan Sri. Baru beberapa 2 jam Jamila tertidur, terdengar suara kaca pecah. Jamila segera bangun, ternyata kaca kamarnya yang pecah.

“Siapa pelakunya?” tanya Jamila sambil mendekat kearah jendela. Namun, dia tidak melihat siapapun diluar. Hanya suara angin malam dan suara katak yang terdengar. Jamila yakin itu pasti ulah Fadli yang masih dendam padanya akibat perselisihan tadi.

Jamila berbalik arah, tiba-tiba ada seseorang melempar batu dan mengenai kepalanya. Kepala Jamila terasa sakit, karena batu itu cukup besar. Tiba-tiba pandangan Jamila kabur, Jamila terjatuh dilantai.

Sri ke kamar Jamila karena mendengar suara kaca pecah tadi, namun dikunci dari dalam. Sri panik dia memanggil Jamila, tapi tidak kunjung dibukakan pintunya. Joko melihat dari luar rumah, melihat Jamila jatuh dilantai Joko panik. Dia kembali ke dalam rumah dan mendobrak pintu kamar Jamila. Mereka kaget saat melihat kepala Jamila berdarah.

“Jamila, bangun,” kata Sri panik melihat kepala Jamila berdarah. Joko melihat batu yang ada didekat Jamila, dia yakin Jamila terkena batu itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel