
Ringkasan
Kinara yang baru saja lulus SMA tiba-tiba dijodohkqn dengan kakaknya sendiri. Apakah itu mungkin? Bisakah Kinara mencintai seseorang yang selama ini sudah dianggapnya sebagai kakak kandung selama belasan tahun?
Prolog
"Na, lo tau nggak? lo itu buat gue, 13456789 ...." Tama memulai aksi gombalnya.
Kinara Tersenyum. "Apa tuh, maksudnya?"
"Nggak ada dua (2)-nya," jawab Tama dengan senyum lebar yang langsung disiroraki Roni dan Diva.
Kinara tertawa, ia tahu Tama hanya bercanda. Walaupun ia sering memergoki Tama tengah menatapnya dengan pandangan yang ia tak tahu artinya, namun Kinara berusaha untuk tetep positif thinking.
Bagaimana pun juga, Kinara hanya menganggap Tama sebagai teman satu kelasnya saja.
"Lo tau nggak, kenapa kita cuma bisa lihat pelangi dalam bentuk setengah lingkaran?" tanya Tama lagi.
"Kenapa, emangnya?" tanya Kinara menatap Diva, meminta pendapat. Namun Diva cuma menggeleng, begitu juga Roni.
"Nggak tahu, kenapa, sih?" Kinara kembali menatap Tama.
"Karena, setengahnya lagi ada di mata kamu ...," jawab Tama cengengesan, entah kenapa wajahnya sedikit malu.
"Huuuuuu ...," sorak yang lainya lagi. Kinara kembali tertawa geli.
"Tam, Masa Kinara mulu yang digombalin. Gue juga dong!" seru Diva.
"Ya udh, gue punya tebak-tebakan nih, buat lo." Tama beralih menatap Diva.
"Apaan,?" tanya Diva.
"Apa bedanya hape jadul sama, Lo?" tanya Tama pada Diva.
"Ya beda lah, hape itu benda. Kalo gue manusia," jawab Diva.
"Salah."
"Terus apa bedanya dong?" tanya Diva penasaran.
"Hape jadul makin lama makin antik. Kalo lo, makin lama makin cantik." Diva kegirangan saat tahu jawabanya.
"Tapi, bohong ... hahaha," Tama tertawa karena berhasil mengerjai Diva, tanpa peduli Diva yang melotot kesal padanya.
"Kalo Nana, tau nggak apa bedanya kupu-kupu sama, lo?" Tama mulai lagi. Cowok satu ini sepertinya tidak pernah kehabisan stok gombalan.
Kinara berpikir sejenak sebelum menjawab, tapi tetep aja jawaban yang paling masuk akal, ya seperti jawaban Diva tadi.
"Beda, kan kupu-kupu itu serangga. Kalo aku manusia."
Tama tersenyum. Sambil menatap lekat Kinara, ia menjawab, "Masa sih, kamu manusia? Aku pikir kamu ... bidadari."
"Oooohh ...," sambut teman-temanya. Kinara dan Diva kembali terkikik geli, Roni bahkan sampai menonyor kepala Tama saking gelinya.
Saat mereka asyik mengobrol dan bercanda, Abbie datang mendekat.
"Seru banget, ngobrolin apa?" tanya Abbie. Ia berdiri disebelah Kinara, tepatnya diantara Tama dan Kinara.
Kinara kaget, dan tercengang saat melihat Abbie. Sudah tiga hari Abbie tidak pulang ke rumah, jangankan menginap, berkunjung saja tidak. Padahal Adam selalu menelpon Abbie untuk datang setiap makan malam.
Kinara merasa kasihan saat melihat Adam kecewa setiap malam, karena Abbie tidak memenuhi undanganya. Ada sedikit rasa kesal yang menggelayuti hati Kinara. ia merasa kakaknya itu sudah tidak peduli dengan keluarganya.
Namun saat bertemu Abbie sekarang, rasa kesalnya hilang entah kemana. Ia malah terpesona dengan penampilan kakaknya.
Abbie terlihat gagah dan tampan dalam balutan seragam chefnya yang berwarna putih. Seragam itu melekat sempurna pada tubuhnya yang tinggi, tegap.
Kinara berdeham halus untuk mengurangi rasa gugupnya. Ia memandang sekeliling, ternyata bukan hanya dia yang terpesona melihat Abbie. Tama dan Roni pun terkesima, bahkan Diva sampai menganga melihat ketampanan Abbie.
"Kok, malah pada bengong,?" tanya Abbie. Menatap mereka satu per satu.
"Siapa, Na?" tanya Tama setelah beberapa saat diam.
"Kenalin, aku_" Abbie baru akan memperkenalkan dirinya, namun Kinara memotong ucapanya.
"Ini kakakku," jawab Kinara cepat. " Dia chef di restoran ini."
Mendengar jawaban Kinara, tiba-tiba Tama berdiri dengan gugup.
"Ha ... halo, Kak. Saya Tama, temanya Kinara." Tama mengulurkan tanganya pada Abbie. Roni juga melakukan hal yang sama.
"Panggil abang aja," jawab Abbie sambil bergantian menyalami mereka.
Abbie lalu menarik salah satu kursi di meja sebelah, dan memaksa duduk di sela-sela Tama dan Kinara. Sehingga Kinara dan Tama harus menggeser kursi mereka, memberi tempat pada Abbie.
"Kak Abbie nggak kerja?" tanya Diva setelah bisa menguasai dirinya.
"Lagi jam istirahat," jawab Abbie singkat. "Kalian cuma makan ini?" Abbie melihat meja yang hanya di isi empat gelas minuman dan empat potong kue saja.
Abbie lalu melambaikan tanganya pada seorang waitress dan menyuruhnya untuk membawa beberapa jenis makanan.
Beberapa saat kemudian, waitress tersebut kembali dengan beberapa jenis dessert andalan di restoran ini.
"Makanlah, kamu suka ini kan," ujar Abbie sambil menyodorkan sepotong kue dengan lelehan coklat di dalamnya.
"Wah, Kak. ini kebanyakan," ucap Diva, matanya berbinar melihat semua kue yang terhidang.
"Ini gratis kan, Kak?" seloroh Diva. Tapi ternyata Abbie mengangguk.
"Ya, semuanya gratis. Termasuk makanan yang sudah kalian pesan," jawab Abbie.
"Kak, ini semua kan harganya lumayan mahal. Apa nggak masalah?" tanya Kinara khawatir.
Restoran ini memang milik Papanya, tapi Adam selalu mengajarkan mereka untuk tetap membayar makananya.
Abbie tersenyum. "Nggak masalah, kalo buat Tuan Putri dan teman-temanya." Abbie berkata sambil mengusap pucuk kepala Kinara.
Sontak saja, Kinara dan Diva tersedak. Kinara menepuk-nepuk dadanya, wajahnya sudah memerah karena malu.
Diva memperhatikan Abbie sambil menahan senyum. Roni dan Tama menikmati makanan mereka dalam diam.
"Jangan panggil aku kaya gitu lagi," protes Kinara, pipinya masih bersemu merah.
"Kenapa? dulu kamu suka banget dipanggil 'Tuan Putri'." Abbie tersenyum, sambil mencubit pipi Kinara dengan gemas.
Kinara tercengang, memegang pipinya yang bertambah panas setelah disentuh Abbie. Ia sungguh tidak mengerti dengan sikap Abbie yang tidak seperti biasanya. Tapi Kinara juga senang, ia memang merindukan sosok Abbie yang hangat seperti masa kecilnya dulu.
"I ... itu kan dulu. Waktu aku masih kecil," jawab Kinara gugup.
Abbie melirik jam tangan di tangan kirinya, lalu bangkit berdiri. Mengembalikan lagi kursi yang diambilnya ke tempat semuala. Entah kenapa Kinara melihat seperti ada rasa kesal di raut muka kakaknya.
"Ya sudah, aku harus lanjut kerja. Kalian nikmatilah hidanganya," ujar Abbie melangkah pergi di iringi ucapan terima kasih Kinara dan teman-temanya.
Tapi baru beberapa langkah, Abbie kembali lagi. Membungkukan badanya di sebelah Kinara, tangan kanan ia letakan di punggung Kinara. Sedang tangan Kirinya bertumpu pada meja.
"Oh iya, Na. Kamu cantik pake sweter biru," Ucap Abbie menatap mata Kinara langsung, tanpa memedulikan tiga pasang mata yang menatap mereka.
Kinara yang sudah gugup, jadi tambah salah tingkah. Ditamabah jantungnya yang serasa ingin keluar, karena wajah tampan Abbie yang sangat dekat denganya.
"Hah? Ta ... tapi aku pake sweter warna ungu, Kak." Kinara melirik sweternya sekilas, memastikan. Bener, kok. Warna ungu ..., batinya.
Abbie menatap sweter yang dikenakan Kinara, masih dalam posisi yang sama ia lalu menjawab.
"Masa sih? Aku kira biru ... ternyata bener ya kata orang-orang, kalo cinta itu buta." Abbie tersenyum manis saat melihat Kinara bengong karena ucapanya.
Lalu dengan cepat, Abbie mengecup kening Kinara. Sekilas, hanya kecupan ringan. Tapi mampu membuat jantung Kinara seperti akan meledak. Abbie lalu melangkah pergi, tanpa peduli dengan akibat yang ditimbulkan oleh tindakanya.
